LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
EVALUASI PAKAN
OLEH
SRI REZEKI ARDILAH
E10013029
A.6
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR
ISI..........................................................................................
i
DAFTAR
TABEL.................................................................................. ii
PENDAHULUAN.................................................................................
1
1.1.
Latar belakang......................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah..............................................................
2
1.3.Hipotesis................................................................................
2
1.4.
Tujuan...................................................................................
3
1.5.
Manfaat................................................................................
3
TINJAUAN
PUSTAKA.........................................................................
4
2.1.Itik Peking.............................................................................
4
2.2. Probiotik...............................................................................
5
2.3. Kolesterol Darah.................................................................. 7
METODE
PENELITIAN....................................................................... 9
3.1.
Waktu dan Tempat...............................................................
9
3.2.
Materi dan Peralatan.............................................................
9
3.3.
Metode.................................................................................
9
3.4.
Rancangan Penelitian........................................................... 13
3.5.
Peubah yang Diamati............................................................
13
3.6.
Analisis Data........................................................................
14
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................
15
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.
Kebutuhan Itik Peking ...................................................................... 10
2.
Kandungan Zat Makanan Bahan Penyusun
Ransum.........................
10
3.
Komposisi Bahan Penyusun Ransum.................................................
11
4. Kandungan Nutrisi Ransum (Pellet)................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
keberhasilan
usaha peternakan tidak akan terlepas dari ketersedian ransum yang berkualitas
baik. untuk memperoleh ransum yang berkualitas baik, harus disusun dari bahan
makanan yang berkualitas baik juga. disinilah letak pentingnya pengetahuan
tentang pakan ternak, karena pengenalan dan pengujian bahan pakan menjadi
sangat penting. evaluasi bahan pakan dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
biologis. pengujian bahan pakan secara fisik merupakan
analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. pengujian secara fisik
bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan
alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk
mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan
secara kualitatitif. sebenarnya analisis secara fisik saja tidak cukup, karena
adanya variasi antara bahan sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti
analisis secara kimia atau secara biologis atau kombinasinya. Analisis secara kimia dapat digunakan
untuk mengetahui potensi bahan pakan yang dicerminkan dari komposisi kimia
bahan pakan itu. komposisi kimia bahan pakan secara umum terdiri dari air,
protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan abu. analisis secara kimia dapat
dilakukan dengan analisis proksimat. pada awalnya, analisis proksimat merupakan
titik awal untuk evaluasi pakan namun karena terdapat kelemahan terutama pada
bahan berserat lalu dikembangkan metode yang lebih baik yaitu analisis serat
atau van soest. Evaluasi pakan secara biologis yaitu evaluasi tersebut dapat
dilakukan baik di lapangan seperti evaluasi pakan secara in vivo, di laboratorium seperti evaluasi pakan secara in vitro ataupun kombinasi keduanya,
seperti evaluasi pakan secara in sacco. untuk
menunjang pelaksanaan evaluasi pakan secara in vitro dan in sacco diperlukan
ternak berfistula
rumen.
Untuk menggunakan sutau bahan sebagai bahan pakan,
maka bahan tersebut seaiknya dievaluasi terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai bahan campuran ransum atau sebagai bahan ransum. Penggunaan suatu bahan
pakan sebagai pakan disesuaikan dengan anatomi alat pencernaan ternak yang mau
diberi makan. Oleh sebab itu, bahan pakan harus betul-betul dievaluasi dengan
baik agar ternak dapat memanfaatkan pakan tersebut secara efisiensi
1.2.Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum evaluasi pakan adalah untuk mengetahui bagaimana teknik
pengambilan sampel abhan pakan,
mengevaluasi kemurnian bahan pakan secara mikroskopik, mengetahui pengukuran
bulk density bahan pakan, mengevaluasi ransum secara kualitatif, mengukur
pemalsuan tongkol jagung dalam sampel jagung berdasarkan bulk density, mengukur
pemalsuan ddak dengan sekam berdasarkan faktor bahan, teknik invitro gas untuk
mengetahui profil degradasi dan fermentasi bahan organik pakan dalam rumen selama
48 jam
1.1.Manfaat
Adapun
manfaat dari praktikum evaluasi pakan adalah praktikan mengetahui cara
pengambilan sampel bahan pakan, dapat mengevaluasi bahan pakan secara
mikroskopik, dapat mengukur bulk density bahan pakan, dapat mengevaluasi ransum
secara kualitatif, dapat mengukur pemalsuan tongkol jagung dalam sampel jagung
berdasarkan bulk density, dapat mengukur
pemalsuan ddak dengan sekam berdasarkan faktor bahan, dan mengetahui teknik
invitro gas untuk mengetahui profil degradasi dan fermentasi bahan organik
pakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Abu (2009), pengambilan sampel secara
aselektif yaitu semua unsur yang ada di populasi mempunyai peluang yang sama
untuk terambil sebagai sampel yang mewakili polpulasinya
Menurut Agus (2007), pakan menjadi salah satu kendala pengembangan usaha peternakan
Menurut Alamsyah (2002), ukuran partikel bahan sangat
berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan yaitu pengecilan ukuran partikel akan
menurunkan nilai kerapatan tumpukan pada bahan pakan
Menurut
Amrullah (2003), Dedak merupakan hasil sisa dari penumbukan padi secara
tradisional (disebut juga dedak kampung). Dedak halus biasa ini banyak
mengandung komponen kulit gabah, juga selaput perak dan pecahan lembaga beras.
Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam
golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat Pati nya
termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang dapat dicerna. Analisa
nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N, 16.4% serat
kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai Martabat Pati (MP) nya 53
Menurut Anggorodi (
2007 ), Angka yang didapatkan dari bulk density apabila dibawah dan diatas
dianggap tidak bagus, tetapi apabila tepat dan mendekati dengan angka yang
ditentukan, maka bahan pakan tersebut bagus
Menurut
Anita (2013), Bungkil kedelai merupakan limbah dari industri minyak biji
kedelai umumnya berwarna coklat muda dan bertekstur kasar dan sebagai sumber
protein nabati
Menurut
Anonim (2007), Bentuk fisik pakan
dibedakan menjadi tiga yaitu bentuk butiran contoh jagung dan shorgum,
bentuk tepung misalnya dedak, bekatul, tepung ikan dan lain-lain, serta bentuk
cair yakni minyak ikan, minyak kedelai dan lain-lain
Menurut Antonio. A. (2001), bahan-bahan pemalsu pakan merupakan
bahan-bahan yang bentuk, tekstur, hampir sama dengan bahan pakan yang
dipalsukan akan tetapi satu hal yang sulit untuk dipalsukan yaitu bau
Menurut Arikunto (2001), sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti
Menurut
Axe (2000), Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat
bermanfaat dalam penyusunan ransum. Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan
sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah partikel, bentuk
partikel, densitas, kemampuan elektrolisitas, sifat higroskopis dan
florvabilitas
Menurut
Bates (2003), Pengujian mikroskopis saat bahan baku datang dapat mencegah
sekitar 90 persen masalah yang disebabkan bahan baku dalam industri pakan
ternak
Menurut Bates (2003), pengujian mikroskopis saat bahan
bakudatang dapat mencegah sekitar 90 persen masalah yang disebabkan bahan baku
dalam industri pakan ternak
Menurut Belewu (2008), hasil kecernaan dapat
berbeda bergantung pada cara pemrosesannya
Menurut
Blummel (2000), yang menytakan produksi gas in-vitro merupakan simulasi rumen
dalam sistem bacth culture
Menurut
Buckle (2000), jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi kualitas dedak,
dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi
yang rendah
Menurut
Buckle (2000), menyatakan bahwa jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi
kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai
kualitas nutrisi yang rendah.
Menurut
Champagne (2004), sekam
dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan
seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari
proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot
gabah. Sekam padi memiliki
komponen utama seperti selulosa (31,4 – 36,3 %), hemiselulosa (2,9 – 11,8 %) ,
dan lignin (9,5 – 18,4 %) .
Menurut
Damayanthi (2007), Proses pemanasan basah akan meningkatkan komponen warna
kuning
Menurut Damayanthi et al (2006), dedak
merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang terdiri dari
lapisan sebelah luar dari butiran padi dengan sejumlah
lembaga biji.
Menurut
Daryatmo (2002), selain kualitas bahan baku pakan seperti pemeliharaan tanaman
sebelum panen, waktu panen dan pengolahan pasca panen, faktor yang mempengaruhi
kualitas bahan baku pakan yakni faktor penyimpanan, tempat penyimpanan, lama
penyimpanan dan faktor teknik penyimpanan. –
Menurut
Fairfield (2003), Pengawasan mutu bahan
baku harus dilakukan secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan
dan pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan
ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan
lebih baik dari bahan baku penyusunnya.
Menurut Fairfield (2003), Penurunan kualitas bahan
baku dapat terjadi karena penanganan, pengolahan atau penyimpanan yang kurang
tepat. Kerusakan dapat terjadi karena serangan jamur akibat kadar air yang
tinggi,ketengikan dan serangan serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus
dilakukan secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan
pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan
ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan
lebih baik dari bahan baku penyusunnya
Menurut Fathul et al (2010), Nilai kecernaan bahan kering pada penelitian ini lebih
rendah dibanding kan dengan nilai kecernaan bahan organik
Menurut
Friendson. J (2010), Faktor yang
dapat menggangu kualitas suatu bahan pakan pada uji kerapatan
daripada setiap bahan yang berbeda dengan sumber asal bahan baku yang
berbeda, kadar air yang terkandung dalam setiap bahan kadar air
yang terkandung dalam setiap bahan pakan, sertafaktor pemalsuan terhadap bahan
pakan (Suballing Attacks).
Menurut GIPSA (2001), sampling secara
manual membutuhkan perlengkapan untuk mengambil sampel seperti grain probe, bag
trier, bom sampler dan alat pemisah sampel seperti Riffler dan Boerner Divider.
Grain probe digunakan untuk mengumpulkan sampel berupa biji-bijian, bungkil
kedelai dan ransum akhir. Probe harus cukup panjang sehingga mampu masuk
sekitar ¾ ke dalam bahan baku.
Menurut Hadipernata, (2007), Dedak padi dapat
dimanfaatkan lebih optimal dan mempunyai nilai tambah yang
lebih tinggi apabila dapat diolah lebih lanjut dan tidak hanya terbatas
untuk campuran pakan tenak .
Menurut
Handaka (2008), bahan-bahan pakan sumber mineral antara lain tepung tulang,
tepung kulit kerang, mineral supplement
Menurut
Hanmoungjai et al (2002), komposisi dedak padi memiliki kandunga minyak dedak yang
relatif cukup besar dibandingkan komponen kimia lainnnya yaitu
19,97% hanya sedikit lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan karbohidrat yaitu 22,04.
Menurut Harjanto (2005), yang menyatakan bahwa semakin banyak
mikrobia yang terdapat dalam rumen maka jumlah pakan tercerna akan semakin
tinggi pula
Menurut Herman (2001), sampel paling
sedikit diambil sebanyak 10 persen dari kontainer dan dikumpulkan minimal 0.586
Menurut
Hidayati (2006), bahan pakan dengan partikel yang halus memiliki kemungkinan
besar untuk dipalsukan atau terkontraminasi dengan bahan yang halus, lebih
murah dan nilai nutriennya rendah. Umumnya pemalsuan tidak hanya merubah
komposisi kimia tetapi juga menurunkan nilai nutriennya.
Menurut Iskandar et al.(2008), salah satu masalah yang
dihadapi dalam penggunaan BIS sebagai pakan unggasadalah keberadaan batok, oleh
karena itu untuk mengurangibatok tersebutperlu dilakukan penyaringan karena
melalui proses tersebut dapat mengurangi batok dari 15,0% menjadi 7,0%
Menurut
Jaelani (2007), Sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting
untuk diketahui. Keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan
penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang
komposisi kimia dan nilai nutrisi saja, tetapi juga menyangkut sifat fisik,
sehingga ketinggian akibat kesalahan penanganan bahan pakan
Menurut
Jayanegara (2008), yang menyatakan laju produksi gas
in vitro semakin berkurang seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi,
disebabkan substrat yang dapat difermentasi juga semakin berkurang jumlahnya
Menurut Jowaman & Sarote (2000), Jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki
berat 626 gram),
bekatul 351 - 337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594
g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 - 610 g/l
Menurut Jowaman & Sarote (2000), yang menyatakan jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki
berat 626 gram),
bekatul 351 - 337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594
g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 - 610 g/l
Menurut
Khajarern (2007), Bervariasinya kualitas bahan baku
disebabkan oleh variasi alami (natural variation), pengolahan (processing),
pencampuran (adulteration) dan penurunan kualitas (damaging and deterioration).
Menurut
Koch (2002) Penurunan ukuran partikel akan meningkatkan jumlah partikel,
memperluas luas permukaan per unit volume, mengubah sifat fisik bahan baku yang
dapat meningkatkan pencampuran, pelleting dan penanganan atau transportasi
Menurut
Koch (2002), ransum mempunyai
campuran lebih dari satu bahan pakan yang dibutuhkan oleh ternak. Berdasarkan
bentuknya, ransum
dibagi menjadi tiga jenis yaitu mash,
pelet, dan crumble
Menurut Kurniawati (2005), Bahan pakan tertentu
mengandung zat antikualitas dalam jumlah cukup tinggi sehingga dapat menghambat
metabolisme ternak. Oleh sebab itu, dilakukannya kontrol kualitas bahan baku
merupakan suatu cara untuk mencegah digunakan bahan baku yang memiliki
kandungan nutrien yang rendah dan zat antikualitas yang tinggi dalam suatu
proses produksi
Menurut
Kurniawati (2007), yang menyatakan In
vitro merupakan teknik produksi gas
yang dapat digunakan untuk memprediksi
kualitas pakan
Menurut Margono (2004), teknik sampling adalah cara
untuk menentukan sampelyang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan
dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan
penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif.
Menurut Menurut Riswandi dkk (2015), produksi gas setara dengan degradasi substrat
yang terjadi pada proses fermentasi
Menurut Parnin (2000), Jagung merupakan sumber energi
bagi ternak, jagung digunakan dalam nutrisi ternak kisaran 40 – 50 % dan jagung
memiliki energi metabolisme sebesar 3394 Kkal/kg
Menurut Plumstead dan Brake (2003),
langkah awal untuk menjamin kualitas ransum adalah pengambilan sampel dan
pengujian bahan baku sebelum dilakukan pembongkaran. Pengawasan mutu dan
prosedur analisis tidak akan terlepas dari kegiatan pengambilan sampel. Proses
pengambilan sampel menekankan pola sampling, jumlah sampel yang diambil, ukuran
sampel dan penyimpanan sampel yang benar
Menurut
Putrawan dkk., (2007), Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10%
dari jumlah padi yang di giling menjadi beras. Bahan ini biasa digunakan
sebagai sumber energi bagi pakan layer, yang mana penggunaanya rata-rata
mencapai 10-20% di usis produksi.
Menurut
Rasyaf (2004), ransum
adalah campuran dari lebih satu bahan pakan yang mengandung beberapa nutrisi
yang diberikan untuk ternak yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh
untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak selama 24 jam
yang terdiri dari campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan
zat-zat pakan yang seimbang dan tepat
Menurut Rasyaf (2007), Apabila kerusakan yang terjadi
pada bahan baku pakan mencapai lebih dari 50% berarti bahan tersebut tidak
bagus untuk digunakan
Menurut Rikmawati
(2005), Kerapatan
pemadatan tumpukan yang tinggi berarti bahan memiliki kemampuan memadat yang
tinggi dibandingkan dengan bahan yang lain. Semakin rendah kerapatan pemadatan
tumpukan yang dihasilkan maka laju alir semakin menurun
Menurut Rohaeni et al (2006), Tongkol jagung/janggel
adalah limbah yang diperoleh ketika biji
jagung dirontokkan dari buahnya. Akan
diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut
tongkol atau janggel
Menurut
Rukmini (2000), Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan
serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan
serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui
apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari
13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari
15%.
Menurut
Sampel pakan yang akan diteliti di inkubasi dalam fermentor (syringe glass atau
botol serum) pada suhu 390C dalam medium anaerob yang diinokulasi dengan
mikroba rumen
Menurut Santoso (2012), mengambil sampel
dengan cara menarik isi dari suatu pojok pada bagian atas karung
secara diagonal ke tengah. Sample kedua diambil dari pojok yang berlawanan.Sampel diambil menggunakan probe (ontario
trier) dengan panjang 30 cm dan diameter 1,5 samai 2 cm.
Menurut
Santoso(2007), yang menyatakan bahwa pengukuran kerapatan jenis bahan baku
dapat dilakuakan dengan menimbang sejumlah berat bahan yang ditakar dengan
suatu kotak berukuran 1 meter atau tabung silinder dengan volume 1000 ml
Menurut Sarwono
(2007), pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi
pembuatan dan peredaran bahan baku pakan dengan tujuan agar pakan yang dibuat
dan diedarkan memenuhi standar mutu sesuai dengan yang telah ditetapkanMenurut Siregar, S. (2006), Setiap kerapatan
jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan oleh kandungan air yang terdapat
didalamnya dan ukuran dari bahan pakan tersebut
Menurut
Sembiring (2001), bahan pakan sumber energi yang utama adalah bahan pakan yang
kandungan utamanya berupa karbohidrat yang mana lebih mudah ditebolisme dari
pada energi yang berasal dari lemak
Menurut Siregar, S. ( 2001 ),
Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan oleh kandungan
air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan tersebut
Menurut
Soebarinoto et al. (2000) Bentuk fisik suatu bahan pakan dapat mempengaruhi
palatabilitas bahan pakan tersebut.
Menurut
Soekardi (2001) Sekam merupakan
hasil ikutan penumbukan padi, penggunaan dalam ransum sebaiknya tidak boleh
berlebihan karena sekam mempunyai daya cerna yang sangat rendah
Menurut Sugiyono (2001), sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil
dari populasi harus betul-betul representatif.
Menurut
Suhartanto et al., (2003), Janggel atau tongkol kosong berbentuk batang
berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan
langsung, oleh karena itu, untuk memberikannya perlu penggilingan terlebih
dahulu
Menurut
Suhayati (2010), turunnya kualitas pakan tidak selalu berasal dari bahan pakan
yang tidak baik, namun juga dapat berasal dari cara pengolahan
bahan pakan dan penyimpanan yang tidak sesuai dengan seharusnya, misalnya
pemanasan
Menurut
Suparjo (2008), pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisis pakan
dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat
dilakukan secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat (mikroskopis).
Menurut Suryadi et.al., (2009), yang menyatakan fermentasi pakan di rumen pada ternak
ruminansia disamping menghasilkan VFA dan ammonia juga dihasilkan gas berupa
CH4, CO2 dan H2
Menurut Sutardi (2000) ,kecernaan bahan organik ada
hubungannya dengan kecernaan bahan kering yang membedakannya adalah kadar abu
dari bahan pakan
Menurut Syamsu (2002), penyimpanan yang melebihi waktu
tertentu dan dalam kondisi yang kurang baik, dapat menyebabkan kualitas pakan
mengalami penurunan. Jenis kerusakan bisa terjadi adalah kerusakan fisik,
biologis dan kimiawi. Jamur merupakan salah satu penyebab terbatasnya daya
simpan dan faktor yang mempengaruhi tumbuhnya jamur diantaranya adalah kadar
air, suhu serta kelembaban. Kadar air sangat berhubungan dengan perkembangan
kapang yang bisa tumbuh dalam bahan pakan dan menghasilkan senyawa toksik yang
sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh ternak
Menurut
Yuliastanti (2001), Sifat fisik merupakan hal penting dalam industri pakan atau
usaha ternak. Efisiensi proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam
usaha atau industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi
kimia bahan dan nutrisi saja tetapi juga meliputi sifat fisik sehingga kerugian
selama pengolahan pakan dapat dihindari
Menurut
Yulistiani (2010), Hasil sisa tanaman pertanian yang cukup melimpah tetapi
masih jarang digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah tongkol jagung
Menurut Yusmadi (2008), Kecernaan bahan kering pada ruminansia menunjukkan
tingginya zat makanan yang dapat dicerna oleh mikroba dan enzim pencernaan pada
rumen. Semakin tinggi persentase kecernaan bahan kering suatu bahan pakan,
menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kualitas bahan pakan tersebut
Menurut Zakariah
(2012), menambahkan bahwa uji bulk
density (berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas
bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran).
Menurut Zakariah
(2012), Uji bulk density (berat
jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk
meminimalkan pemalsuan (pencemaran)
BAB III
MATERI DAN METODA
2.1. Waktu dan
Tempat
Praktikum
evaluasi pakan dengan judul pengukuran pemalsuan dedak dengan sekam berdasarkan
faktor bahan dilaksanakan di Laboratorium Gedung C Fakultas Peternakan
Universitas Jambi, pada Hari Senin Tanggal 21 Maret 2016 dimulai pada pukul
09.00 WIB sampai dengan 18 Mei 2016
2.2.
Materi
Adapun
materi atau bahan yang digunakan dalam praktikum evaluasi pakan adalah dedak,
BIS, Tepung ikan, Jagung halus, Bungkil kedelai, Dedak padi, Tepung tulang,
Tepung kulit kerang, Tepung udang, Sekam, Pasir, Serbuk gergaji, dan Tepung Tongkol
jagung, sekam, dan urea, air, sapi berfistulacairan rumen, air panas, HgCl2
jenuh, aquades, larutan mc doughal, dan gas CO2. Sedangkan peralatan yang
digunakan adalah probe (ontario trier), petri dish dengan 100 kotak, counter,
termos, saringan, aqua shaker, baskom, dispensette, oven 105
, oven 40
, termometer, botol fermentor, tutup
karet, tutup alumunium, clamper, declamper, glass syringe, cawan, neraca
analitik, desikator, pipet tetes, sentrifus, botol sentrifus
2.3. Metode
Prosedur Teknik Pengambilan Sampel Bahan pakan
Adapun
metoda yang digunakan pada praktikum prosedur teknik pengambilan sampel bahan
pakan dalah dedak dimasukan kedalam karung dan diikat, setelah itu dedak
diambil menggunakan ontarior trier dengan titik diaginal kanan, diagonal kiri,
vertikal, dan horizontal. Setelah itu setiap dedak yang berhasil diperoleh
menggunakan ontario trier dimasukan kedalam nampan dan ditimbang menggunakan
timbagan ohaus
Evaluasi Kemurnian Bahan Secara
Mikroskopik
Adapun
metoda yang digunakan pada praktikum evaluasi kemurnian bahan secara
mikroskopik adalah masukan sampel yang akan diamati kedalam petri dish kemudian
ratakan dan amati struktur pakan menggunakan mikroskop dengan melihat bentuk
fisik berupa shape, color, hardness, softness, transparency, dan surface
texture
Pengkuran Bulk Density Bahan
Adapun
metoda yang digunakan pada praktikum pengukuran bulk density bahan adalah
sampel dimasukan kedalam tabung dan dipadatkan, kemudian dimasukan kedalam
nampan dan ditimbang, karena menggunakan tabung volumetrik 250 maka hasil dari
penimbanagan dikali 4 untuk mencapai 1000 ml
Evaluasi Komposisi Ransum Secara
Kualitatif
Adapun
metoda yang digunakan pada praktikum evaluasi komposisi ransum secara
kualitatif adalah sebelumnya bahan telah dicampurkan dengan 5 campuran kemudian
dimasukan kedalam petri dish dan diamati menggunakan mikroskop
Pengukuran Jumlah Tongkol Dalam Sampel Jagung
Berdasarkan Nilai Bulk Density
Adapu
metode yang digunakan pengukuran jumlah tongkol dalam sampel jagung berdasarkan
nilai bulk density adalah karena menggunakan tabung volmetrik 250 ml maka
pertama timbang namapan, kemudian padatkan jagung halus dalam tabung volumetrik
kemudian timbang sampel jagung halus yang dimasukan kedalam namapan, hal yang
sama dilakukan pada tepung tongkol jagung, setelah diperoleh bulk density dari
tepung tongkol jagung dan jagung halus, kedua bahan dicampu dan hitung nilai
bulk densuty dengan cara yang sama. Kemudian setelah bulk density jagung halus,
tepung tongkol jagung, dan kedua campuran bahan tersebut maka hitung %
pemalsuan jagung dan tongkol jagung berdasarkan nilai bulk density dengan rumus
Pengukuran Pemalsuan Dedak Dengan Sekam
Berdasarkan Faktor Bahan
Adapu
metode yang digunakan pada praktikum pengukuran pemalsuan dedak dengan sekam
berdasarkan faktor bahan adalah langjkah pertama mencari faktor sekam yaitu
dengan membuat 3 macam campuran dedak dan sekam dengan konsentrasi 1%, 3%, dan
5%. Konsentrasi 1 % terdiri dari 9,9 gr dedak dan 0,1 gr sekam yang
dihomogenkan, Konsentrasi 3 % terdiri dari 9,7 gr dedak dan 0,3 gr sekam yang
dihomogenkan. Konsentrasi 5% terdiri dari 9,5 gr dedak dan 0,5 gr sekam yang
dihomogenkan. Kemudiandari masing-masing
konsentrasi diambil sampel sebanyak 50 mg atau 0,05 g kemudian dimasukan
kedalam petri dish dan ditambah air, kemudian diamati dibawah mikroskop dengan
menghitung jumlah sekam pada tiap kolom dan baris. Setelah itu hitung jumlah
partikel sekam dari masing-masing konsentrasi dengan rumus
Langkah
kedua mengukur persen sekam dalam sampel dedak dari poultry shop dengan
mengambil sampel 50 mg atau 0,05 gr sampel dedak dari poultry kemudian masukan
kedalam petri dish, tambahkan air dan hitung jumlah partikel sekam untuk 20
kotak dan dikonversikan untuk 100 kotak dengan rumus
Kemudian
hitung persen sekam dalam sampel dedak dengan rumus
Pengukuran Degradasi dan Fermentasi bahan Organik Pakan
Dalam Rumen Menggunakan Teknik In Vitro Gas
Adapun
metoda yang digunakan dalam praktikum
pengukuran degradasi dan fermentasi bahan organik pakan dalam rumen menggunakan
teknik in vitro gas adalah pertama persiapan
sampel, sampel berupa jagung, tepung bulu ayam, BIS, dedak, bungkil
kelapa, dan bungkil kedelai ditimbang sebanyak 1 gr. Kemudian sampel dimasukan
kedalam tabung fermentor dan tutup dengan tutup botol dan alumunium kemudian
simpan. Setelah itu pengambilan cairan rumen. Cairan rumen diambil dengan cara
mengambil isi rmen pada sapi yang berfistula kemudian disaring dan dimasukan
kedalam termos yang bersuhu 40
. Kemudian langsung dibawa ke
laboratorium, disaring kembali dan dimasukan kedalam aqua shaker. Setelah
disaring cairan rumen ditambah dengan gas CO2. Setelah itu larutan mc doughal (buffer) diberi gas CO2. Larutan mc
doughal yang digunakan sebnayak 1000 ml sedangkan cairan rumen yang digunakan sebanyak 350 ml. Setelah semua
selesai diberi gas, larutan mc doughal dimasukan kedalam aqua shakery yang
berisi cairan rumen dan kembali diberi gas CO2. Campuran tersebut disebut
anaerob medium. Setelah itu larutan anaerob medium dimasukan kedalam botol
fermentor yang berisi sampel sebanyak 30 ml menggunakan dispensette. Sampel
yang digunakan adalah 6 sampel sehingga terdapat 6 perlakuan dan 6 ulangan, dan
2 blanko, sehingga botol yang digunakan sebanyak 38 botol fermentor. Kemudian ditutup dengan tutup
karet dan tutup alumunium menggunakan clamper dan dimasukan kedalam oven 40
. Kemudian gas dari bahan pakan yang
terdapat dalam botol fermentor tersebut diukur selama 48 jam dengan waktu ukur
setiap 2, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 30, 36, dan 48 jam. Setelah itu botol yang berisi sampel di
tetesi dengang HgCl2 sebanyak 2 tetes untuk membunuh mikroba. Setelah itu
sampel dimasukan kedalam botol sentrifus dan dibersihkan menggunakan aquades.
Kemudian sampel disentrifus selama 30 meni. Kemudian pisahkan antara supernatan
dan endapan. Endapan dimasukan kedalam cawan yang sebelumnya telah dioven
105
selam 1 jam dan didinginkan didesikator dan
telah ditimbang. Kemudian cawan yang berisi sampel dioven 105
selama 24 jam kemudian di tanur. Setelah itu
ukur Koefisien cerna bahan kering (KCBK), dan koefisien cerna bahan organik
(KCBO) dengan rumus
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Prosedur
Teknik Pengambilan Sampel Bahan Pakan
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan sampling adalah suatu proses
memilih sebagian dari unsur opulasi yang jumlahnya mencukupi secara statistik
sehingga dengan mempelajari sampel serta memahami karakteristik-karakteristiknya
akan diketahui informasi tentang keadaan populasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Arikunto (2001) yang menyatakan
bahwa ampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan pendapat Sugiyono (2001), yang
menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,
tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif.
Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan
banyaknya sampel dan pemilihan calon anggota sampel, sehingga setiap
sampel yang terpilih dalam penelitian
dapat mewakili populasinya (representatif) baik dari aspek jumlah maupun dari
aspek karakteristik yang dimiliki populasi. Pemilihan teknik pengarnbilan
sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkan
populasinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Margono (2004), yang menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan teknik sampling adalah cara untuk menentukan
sampelyang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber
data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar
diperoleh sampel yang representatif. Menurut
Plumstead dan Brake (2003), menyatakan langkah awal untuk menjamin kualitas
ransum adalah pengambilan sampel dan pengujian bahan baku sebelum dilakukan
pembongkaran. Pengawasan mutu dan prosedur analisis tidak akan terlepas dari
kegiatan pengambilan sampel. Proses pengambilan sampel menekankan pola
sampling, jumlah sampel yang diambil, ukuran sampel dan penyimpanan sampel yang
benar
Pada praktikum prosedur teknik pengambilan
sampel bahan pakan yang digunakan adalah dedak padi sebanyak 5 kg. Menurut
Amrullah (2003) Dedak merupakan hasil
sisa dari penumbukan padi secara tradisional (disebut juga dedak kampung).
Dedak halus biasa ini banyak mengandung komponen kulit gabah, juga selaput
perak dan pecahan lembaga beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan
tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena kadar serat kasar
dibawah 18%. Martabat Pati nya termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja
yang dapat dicerna. Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan
ekstrak tanpa N, 16.4% serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai
Martabat Pati (MP) nya 53. Kemudian dedak dimasukan kedalam karung. Pengambilan sampel didalam karung
melalui empat titik yaitu diagonal kanan, diagonal kiri, vertikal, dan
horiontal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2012), yang menyatakan
mengambil sampel dengan cara menarik isi dari suatu pojok pada bagian atas
karung secara diagonal ke tengah. Sample kedua diambil dari pojok yang
berlawanan.Sampel diambil
menggunakan probe (ontario trier) dengan panjang 30 cm dan diameter 1,5 samai 2
cm. Hal ini sesuai dengan pendapat GIPSA (2001, yang menyatakan sampling secara
manual membutuhkan perlengkapan untuk mengambil sampel seperti grain probe, bag
trier, bom sampler dan alat pemisah sampel seperti Riffler dan Boerner Divider.
Grain probe digunakan untuk mengumpulkan sampel berupa biji-bijian, bungkil
kedelai dan ransum akhir. Probe harus cukup panjang sehingga mampu masuk
sekitar ¾ ke dalam bahan baku.
Gambar 1. Pengambilan sampel dari Gambar 2. Pengambilan sampel dari
Diagonal kiri Diagonal kanan
Gambar 3. Pengambilan sampel Gambar 4. Pengambila sampel
secara vertikal secara horiozontal
Sampel yang diambil sebanyak 10 persen
dari populasi sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman (2001), yang
menyatakan sampel paling sedikit diambil sebanyak 10 persen dari kontainer dan
dikumpulkan minimal 0.586 liter. Stelah diambil menggunakan probe (ontario
trier)
Gambar 5. Sampel dimasukan Gambar
6. Sampel ditimbang
kedalam wadah
Sampel yang diambil menggunakan probe
(ontario trier) harus terisi penuh di ontario trier agar dapat mewakili semua
polpulasi dari sampel dedak tersebut. Setelah diambil sampel tersebut dimasukan
kedalam wadah yang telah disiapkan sesuai dengan titik pengambilan. Kemuadian
sampel yang telah dikmpulkan ditimbang sesuai titik pengambilan. Setelah
penimbangan diperoleh hasil sebagai
berikut
Tabel 1. Hasil penimbangan sampel dedak
Titik sampel
|
Berat (gr)
|
Diagonal Kanan
|
22,5
|
Diagonal Kiri
|
30
|
Vertikal
|
29
|
Horizontal
|
35
|
Dari hasil penimbanagan
sampel pada empat titik dapat diketahui bahwa tiapsampel memiliki berat yang
berbeda. Yang menunjukan representatif dari sampel yang akan dianalisa. Setelah
ditimbang sampel pakan harus disimpan dalam tempat yang kering dan dingin sampai
pengiriman, atau direkomendasikan sampel segera dikirim atau dianalisis untuk
mencegah degradasi atau kerusakan. Sampel
yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak rusak atau brubh
sehingga mempunyai sifat yang berbeda dari sampel saat diambil. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsu (2002), yang
menyatakan penyimpanan yang melebihi waktu tertentu dan dalam kondisi yang
kurang baik, dapat menyebabkan kualitas pakan mengalami penurunan. Jenis
kerusakan bisa terjadi adalah kerusakan fisik, biologis dan kimiawi. Jamur
merupakan salah satu penyebab terbatasnya daya simpan dan faktor yang
mempengaruhi tumbuhnya jamur diantaranya adalah kadar air, suhu serta
kelembaban. Kadar air sangat berhubungan dengan perkembangan kapang yang bisa
tumbuh dalam bahan pakan dan menghasilkan senyawa toksik yang sangat berbahaya
jika dikonsumsi oleh ternak dan didukung dengan pendapat Fairfield (2003), yang menyatakanPenurunan kualitas
bahan baku dapat terjadi karena penanganan, pengolahan atau penyimpanan yang
kurang tepat. Kerusakan dapat terjadi karena serangan jamur akibat kadar air
yang tinggi,ketengikan dan serangan serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus
dilakukan secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan
pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan
ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan
lebih baik dari bahan baku penyusunnya
4.2. Evaluasi Kemurnian Bahan Secara Mikroskopik
Pengujian
mikroskopis dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi bahan baku dan
benda-benda asing baik pada bahan baku tunggal maupun dalam ransum. Menurut Bates (2003), menyatakan
bahwa pengujian mikroskopis saat bahan baku datang dapat mencegah sekitar 90
persen masalah yang disebabkan bahan baku dalam industri pakan ternak. Pada
praktikum evaluasi kemurnian bahan secara mikroskopis ini dilakukan pengamatan
pada struktur fisik pakan yang dapat menentukan kualitas dari pakan . Menurut
Jaelani (2007), menyatakan bahwa sifat fisik pakan adalah salah satu faktor
yang sangat penting untuk diketahui. Keefisienan suatu proses penanganan,
pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan
informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi saja, tetapi juga
menyangkut sifat fisik, sehingga ketinggian akibat kesalahan penanganan bahan
pakan . Hal ini juga didukung dengan pendapat Yuliastanti (2001), yang
menyatakan sifat fisik merupakan hal penting dalam industri pakan atau usaha
ternak. Efisiensi proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam usaha
atau industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia
bahan dan nutrisi saja tetapi juga meliputi sifat fisik sehingga kerugian
selama pengolahan pakan dapat dihindari. Dari praktikum yang dilakukan diperoleh
hasil sebagai berikut
Tabel
2. Hasil Pengamatan Mikroskopik Terhadap Berbagai Bahan
Kelompok
|
Bahan
|
Karakter
Fisik
|
Shape
|
Color
|
Hardness
|
Softness
|
Transparency
|
Surface
Texture
|
1
|
BIS
|
pecahan
|
Coklat
|
Lembut
|
Kenyal
|
Tidak mengkilap
|
Halus
|
Jagung kuning
|
Pecahan
|
Kuning
|
Keras
|
Tidak kenyal
|
Mengkilap
|
Kasar
|
Tepung kulit udang
|
tepung
|
Coklat
|
Lembut
|
kenyal
|
Mengkilap
|
Halus
|
2
|
Dedak
|
Pecahan
|
Kuning
|
Keras
|
Tidak kenyal
|
Mengkilap
|
Kasar
|
Tepung ikan
|
Pecahan
|
Kecoklatan
|
Keras
|
Kenyal
|
Mengkilap
|
Kasar
|
Sekam giling
|
Pecahan
|
Kuning
|
Keras
|
Tidak kenyal
|
Mengkilap
|
Kasar
|
3
|
Dedak padi
|
Pecahan
|
Kuning
|
Keras
|
Tidak kenyal
|
Tidak mengkilap
|
Kasar
|
Serbuk gergaji
|
Pecahan
|
Coklat
|
Keras
|
Tidak kenyal
|
Tidak mengkilap
|
Kasar
|
Tepung kulit udang
|
tepung
|
kuning
|
keras
|
Tidak kenyal
|
Tidak mengkilap
|
halus
|
4
|
Tepung ikan
|
Pecahan
|
Coklat
|
Lembut
|
Kenyal
|
Mengkilap
|
Kasar
|
Pasir
|
Pecahan
|
Kuning
|
Keras
|
Tidak kenyal
|
Mengkilap
|
Kasar
|
Bungkil kedelai
|
Butiran
|
Kecoklatan
|
Keras
|
Kenyal
|
Tidak mengkilap
|
Kasar
|
5
|
Serbuk gergaji
|
Pecahan
|
Kuning
|
Keras
|
Keras
|
Tidak mengkilap
|
Kasar
|
BIS
|
Butiran
|
Coklat
|
Lembut
|
Keras
|
Tidak mengkilap
|
Halus
|
Tongkol jagung
|
Pecahan
|
Cream
|
keras
|
Tidak kenyal
|
Tidak mengkilap
|
Kasar
|
6
|
Jagung halus
|
Butiran
|
Kuning
|
Lembut
|
Kenyal
|
Mengkilap
|
lembut
|
Bungkil kedelai
|
Tepung
|
kecoklatan
|
Keras
|
Tidak kenyal
|
Tidak mengkilap
|
Kasar
|
sekam
|
Tepung
|
kecoklatan
|
keras
|
kenyal
|
Tidak mengkilap
|
lembut
|
Pengujian
menggunakan mikroskop ini menggunakan pengujian kualitatif menggunakan 3 kelas
pakan yaitu pakan kelas 4 sumber energi, pakan kelas 5 sumber protein, pakan
kelas 6 sumber mineral dan bahan sumpalan. Dari tabel diatas dapat diketahui
bahwa dari hasil pengamatan struktur fisik bahan pakan memiliki ciri yang
berbeda tiap bahanya. Banyak faktor yang memepengaruhi dari perbedaan hasil
tersebut. Pada sampel uji color atau warna yang diperoleh sesuai dengan warna
bahan. Warna sampel yang diuji secara mikroskopis tersebut bisa berubah yang
diakibatkan sampel sudah dicampur dengan bahan subalan atau terjadi pemanasan
yang berlebihan sehingga membuat warna berubah. Hal ini sesuai dengan pendapat.
Damayanthi (2007), yang menyatakan
proses pemanasan basah akan meningkatkan komponen warna kuning.Pada
pemeriksaan color atau warna pada bungkil kedelai di dapat bahwa bungkil
kedelai berwarna kecoklatan hal ini sesuai dengan pendapat Anita (2013), yang
menyatakan Bungkil kedelai merupakan limbah dari industri minyak biji kedelai
umumnya berwarna coklat muda dan bertekstur kasar dan sebagai sumber protein
nabati
Gambar
7. Sampel Gambar 8. Pengamatan mikroskopis
pada jagung
Gambar 9. Pengamatan mikroskopis Gambar 10. Pengamatan mikroskopis
pada sekam pada bungkil kedelai
Pada
pengamatan shape atau bentuk sampel terdiri dari bentuk pecahan atau butiran
dan tepung. Menurut Anonim (2007), menyatakan menurut bentuk fisiknya dibedakan
menjadi tiga yaitu bentuk butiran contoh jagung dan shorgum, bentuk tepung
misalnya dedak, bekatul, tepung ikan dan lain-lain, serta bentuk cair yakni
minyak ikan, minyak kedelai dan lain-lain. Selain dedak, sekam juga
dimanfaatkan oleh para produsen untuk dapat dimanfaatkan, salah satunya ialah
dengan memanfaatkannya sebagai bahan sumpalan pada bahan pakan. Buckle (2000),
menyatakan bahwa jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi kualitas dedak,
dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi
yang rendah. Menurut Soekardi (2001) menyatakan bahwa sekam merupakan hasil ikutan penumbukan padi, penggunaan
dalam ransum sebaiknya tidak boleh berlebihan karena sekam mempunyai daya cerna
yang sangat rendah.
Bahan
pakan dan pakan campuran mempunyai ukuran partikel yang berbeda. Pemisahan
partikel dapat dilakukan dengan penyaringan karena bahan yang dihomogenkan
tidak bisa digunakan untuk uji mikroskopik.Pemisahan tersebut dapat menggunakan
hammer mill. Menurut Koch (2002) menyatakan bahwa penurunan ukuran partikel
akan meningkatkan jumlah partikel, memperluas luas permukaan per unit volume,
mengubah sifat fisik bahan baku yang dapat meningkatkan pencampuran, pelleting
dan penanganan atau transportasi. Perbedaan hasil yang diperoleh
disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Khajarern (2007), yang menyatakan
bervariasinya
kualitas bahan baku disebabkan oleh variasi alami (natural variation), pengolahan
(processing), pencampuran (adulteration) dan penurunan kualitas (damaging and
deterioration).
Karakteristik atau sifat bahan makanan ternak sangat
berpengaruh dalam proses pengolahan bahan pakan. Banyak jenis pakan lokal yang
ketersediaannya cukup potensial dan telah direkomendasikan oleh ahli nutrisi
dalam bentuk formula ransum yang lebih ekonomis daripada formula yang
menggunakan bahan baku impor, akan tetapi penggunaan bahan baku lokal ini
sering menimbulkan kesulitan bagi pengelola pabrik pakan yang menangani dan
memprosesnya karena adanya perbedaan fisik .Sesuai dengan pendapat Fairfield (2003), yang menyatakan pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan
secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan
kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang
berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari
bahan baku penyusunnya.
4.3. Pengukuran Bulk Density Bahan
Pada praktikum Bulk density menggunakan bebrapa bahan
yang berbeda antar kelompok dan sampel yang dibawa sebanyak 1 kg perkelompok. Kerapatan jenis (bulk density) suatu
bahan pakan menggambarkan berat bahan per unit volume. Kerapatan jenis
diekspresiakn dengan satuan berat (kg) per unit volume (meter kubik atau
liter). Menurut Zakariah (2012) menambahkan bahwa uji bulk density (berat jenis) bahan
pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk meminimalkan
pemalsuan (pencemaran). Pengukuran dilakukan dengan menimbang sejumlah berat
bahan yang ditakar dengan suatu kotak berukuran 1 meter kubik (m3) atau
tabung (silinder) dengan volume 1000 mL sesuai dengan pendapat Santoso(2007),
yang menyatakan bahwa pengukuran kerapatan jenis bahan baku dapat dilakuakan
dengan menimbang sejumlah berat bahan yang ditakar dengan suatu kotak berukuran
1 meter atau tabung silinder dengan volume 1000 ml .
Gambar 11. Sampel dimasukan Gambar 12. Sampel dipadatkan
kedalam tabung volumetrik
Gambar 13. Sampel dimasukan Gambar 14. sampel ditimbang
kedalam nampan
Tabel 3
Pengamatan Bulk Density Bahan Pakan
Kelompok
|
Bahan
|
Bulk density
(gr/l)
|
Bulk density
(standar)
|
1
|
BIS
|
586,8
|
500
|
Tepung ikan
|
612,4
|
562
|
2
|
Bungkil kelapa
|
641,2
|
434
|
Jagung halus
|
564,8
|
626
|
3
|
Dedak
|
496
|
351-357
|
Serbuk gergaji
|
260
|
|
4
|
Tepung ikan
|
664
|
562
|
Bungkil kedelai
|
716
|
594-610
|
5
|
Serbuk gergaji
|
317,6
|
|
Urea
|
808,8
|
|
6
|
Bungkil kelapa
|
604,4
|
434
|
Dedak
|
593,6
|
351-357
|
Sumber bulk density standar :
Khajarem.,J and S. Khajarem (1999): Manual of FeedMicroscopy and Quality
Qontrol
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil dari
setiap perhitunan bulk density berbeda. Kerapatan jenis suatu bahan pakan yang
sama dapat sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh ukuran partikel, kandungan
air, dan kepadatan. Perbedaan kerapatan jenis juga dapat disebabkan adanya
bahan subalan atau kontaminan yang sengaja dicampurkan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sesuai dengan pendapat Siregar, S. (2006) yang menyatakan bahwa Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan oleh
kandungan air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan tersebut.
Kesimpulan bahwa bahan pakan tersebut diduga terdapat pemalsuan karena bulk
density bahan tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Hal
tersebut bisa terjadi karenakan kurang nya pengawasan mutu dan kontrol pada bahan pakan sehingga banyak
kecuranga pada bahan pakan dan menyebabkan bahan pakan tidak sesuai dengan
standar mutu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2007), yang menyatakan
bahwa pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi pembuatan
dan peredaran bahan baku pakan dengan tujuan agar pakan yang dibuat dan
diedarkan memenuhi standar mutu sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hasil dari
bulk density tidak ada bahan pakan yang berkualitas baik, karena angka dari
bulk density yang diperoleh tidak sama atau mendekati angka yang ada di tabel
yang telah ditentukan. Sesuai dengan pendapat Anggorodi ( 2007 ) bahwa Angka
yang didapatkan dari bulk density apabila dibawah dan diatas dianggap tidak
bagus, tetapi apabila tepat dan mendekati dengan angka yang ditentukan, maka
bahan pakan tersebut bagus. Sedangkan menrut
Rikmawati (2005), Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi
berarti bahan memiliki kemampuan memadat yang tinggi dibandingkan dengan bahan
yang lain. Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang dihasilkan maka
laju alir semakin menurun
Uji kepadatan (bulk
density) ini dilakukan dengan mengukur volume dan berat dari sampel
bahan baku ransum. Smber bulk density yang diperoleh sesuai dengan Jowaman
& Sarote (2000) yang menyatakan
jagung 626 g/l (1
liter jagung memiliki berat 626 gram), bekatul 351 -
337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594 g/l, bungkil
kedelai (SBM) 594 - 610 g/l Apabila kepadatannya melebihi atau kurang standar
tersebut ada kemungkinan ada bahan kontaminan (cemaran). Pengujian kulaitas
pakan sangat diperlukan karena saat ini banyak bahan pakan yang merupakan bahan
sumpalan yang mengurangi nilai dari bahan pakan asli dan berpengaruh pada
performa ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus (2007), yang menyatakan pakan menjadi salah satu kendala pengembangan usaha
peternakan Pengujian atau kontrol kualitas dalam produksi pakan sangatpenting
dalam keberhasilan dan keuntungan suatu perusahaan. Tidak adafaktor lain, baik
langsung maupun tidak langsung dalam kaitannya denganperforma ternak, bahwa
pengujian kualitas pakan memerlukan perhatiandan pelaksanaan yang serius.
Sedangkan menurut Kurniawati (2005). Bahan pakan tertentu mengandung zat
antikualitas dalam jumlah cukup tinggi sehingga dapat menghambat metabolisme
ternak. Oleh sebab itu, dilakukannya kontrol kualitas bahan baku merupakan
suatu cara untuk mencegah digunakan bahan baku yang memiliki kandungan nutrien
yang rendah dan zat antikualitas yang tinggi dalam suatu proses produksi
Dari
tabel diatas dapat dilihat nilai bulk density yang diperoleh dengan bulk
density standar berbeda. Dari semua data yang diperoleh selama praktikum hasil
bulk density yang diperoleh di atas atau dibawah standar bulk density. Hal
tersebut menandakan adanya bahan sumpalan. Apabila nilai bulk density di bawah
standar maka bahan sumpalan yang ditambah lebih sedikit, dan sebaliknya nilai
bulk density yang diatas standar maka bahan sumpalan yang ditambahkan lebih
banyak. Suatu bahan pakan yang dipalsukan, makakepadatan bahan bakunya akan
berbeda, misalnya bungkil kelapa dapatdipalsukan dengan menambah kulit, urea,
dan pasir. Bahan pakan yangsatu dengan bahan pakan yang lainnya. Menurut
Iskandar et al.(2008) salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan BIS
sebagai pakan unggasadalah keberadaan batok, oleh karena itu untuk
mengurangibatok tersebutperlu dilakukan penyaringan karena melalui proses
tersebut dapat mengurangi batok dari 15,0% menjadi 7,0%. Perbedaan nilai bulk
density dengan bulk density standar diakibatkan banyak faktor, seperti adanya
pemalsuan, kandungan kadar air, ataupun proses pengerjaan yang salah, kurang
nya pengawasan mutu dan kontrol pada
bahan pakan
4.4. Evaluasi Komposisi Ransum
Secara Kualitatif
Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dg alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatif.
Menurut Suparjo (2008), menyatakan bahwa pengujian bahan pakan secara fisik
merupakan analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara
fisik bahan pakan dapat dilakukan secara langsung (makroskopis) maupun dengan
alat (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping untuk mengenali bahan
pakan secara fisik, juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara
kualitatif. Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat
bermanfaat dalam penyusunan ransum. Hal ini didukung dengan pendapat Axe (2000), yang menyatakan Pengujian bahan
pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum.
Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran
partikel, jumlah partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisitas,
sifat higroskopis dan florvabilitas
Gambar 15. Campuran A Gambar
16. Campuran B Gambar 17. Campuran C
Gambar 18. Campuran D Gambar 19. Campuran E Gambar
20. Pengamatan
dengan mikroskop
Dalam
praktikum ini, bahan pakan telah dicampur menjadi ransum atau campuran bahan
pakan yang ditambah dengan bahan pakan sumpalan. Menurut Rasyaf (2004), ransum adalah campuran dari lebih satu bahan pakan yang
mengandung beberapa nutrisi yang diberikan untuk ternak yang mengandung nutrisi
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak selama 24 jam
yang terdiri dari campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan
zat-zat pakan yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan
itu tidak berlebihan dan tidak kurang. Sedangkan menurut Koch (2002),
menyatakan ransum mempunyai
campuran lebih dari satu bahan pakan yang dibutuhkan oleh ternak. Berdasarkan
bentuknya, ransum
dibagi menjadi tiga jenis yaitu mash,
pelet, dan crumble
Kemudian
sampel
yang telah tercampuran diambil secara acak sehingga mewakili dari keseluruhan
sampel dan dimasukan kedalam petri dish. Hal ini sesuai dengan pendapat Abu (2009), yang menyatakan pengambilan sampel secara aselektif yaitu
semua unsur yang ada di populasi mempunyai peluang yang sama untuk terambil
sebagai sampel yang mewakili polpulasinya. Berikut tabel hasil pengamatan
Tabe 4. Hasi pengamatan bahan yang terdapat
pada setiap campuran
Campuran
|
Pakan sumber
|
Energi
|
Protein
|
Mineral
|
sumpalan
|
A
|
|
Urea, BIS
|
|
Serbuk gergaji
|
B
|
Jagung
|
Bungkil kelapa
|
|
Pasir
|
C
|
Bungkil kedelai
|
BIS
|
|
Serbuk gergaji
|
D
|
Dedak, Jagung
|
|
|
Sekam
|
E
|
Jagung
|
Tepung ikan
|
|
Pasir
|
Dari tabel diatas pengamatan dilakukan dengan mengamati partikel pakan yang
telah dicampur dibawah mikroskop sehingga terlihat perbedaan dari tiap partikel
pakan. Menurut Alamsyah (2002), ukuran partikel bahan sangat berpengaruh
terhadap kerapatan tumpukan yaitu pengecilan ukuran partikel akan menurunkan
nilai kerapatan tumpukan pada bahan pakan. Selain pengecilan ukuran, kandungan
air juga turut berpengaruh dimana nilai kerapatan tumpukan akan semakin turun
dengan meningkatnya kadar air bahan pakan. Pengujian bahan pakan dengan
menggunakan mikroskop sangat mempengaruhi dalam manajemen pakan, karena bahan
baku sangat berperan penting dalam suatu usaha peternakan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bates (2003), yang menyatakanp engujian mikroskopis saat bahan
bakudatang dapat mencegah sekitar 90 persen masalah yang disebabkan bahan baku
dalam industri pakan ternak
Dari setiap campuran ransum yang diamati tiap campuran
terdapat bahan sumpalan. Bahan sumpalan tersebut dapat diamati melalui partikel
yang dilihat menggunakan mikroskop dan mata secara langsung. Menurut Antonio.
A. (2001) yang menyatakan bahwa
bahan-bahan pemalsu pakan merupakan bahan-bahan yang bentuk, tekstur, hampir
sama dengan bahan pakan yang dipalsukan akan tetapi satu hal yang sulit untuk
dipalsukan yaitu bau. Selain bahan sumpalan. Tiap bahan juga terdapat pakan sumber
energi dan sumber protein. Tetapi pada bahan campuran D tidak terdapat pakan
sumber protein. Sedangkan pakan sumber energi ada di setiap campuran. Menurut Sembiring (2001), menyatakan bahan
pakan sumber energi yang utama adalah bahan pakan yang kandungan utamanya
berupa karbohidrat yang mana lebih mudah ditebolisme dari pada energi yang
berasal dari lemak. Sedangkan pakan sumber mineral tidak ada pada setiap
campuran. Menurut Handaka (2008), bahan-bahan pakan sumber mineral antara lain
tepung tulang, tepung kulit kerang, mineral supplement
4.5. Pengukuran
Jumlah Tongkol Jagung Dalam Sampel Jagung Berdasarkan Nilai Bulk Density
Pada praktikum Bulk density menggunakan sampel jagung dan tongkol
jagung. Jagung yang digunakan diperoleh
dari berbagai poultry shop. Menurut (Parning (2000), jagung merupakan sumber
energi bagi ternak, jagung digunakan dalam nutrisi ternak kisaran 40 – 50 % dan
jagung memiliki energi metabolisme sebesar 3394 Kkal/kg.Menurut Rohaenie et al
(2006) menyatakan bahwa tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari
buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan
sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel.
Gambar 21. Sampel dimasukan Gambar 2 2. Sampel ditimbang
kedalam volumetrik
Gambar
23. Campuran tepung
dan tongkol jagung
Tongkol jagung merupakan hasil sisa dari tanaan jagung. Menurut Yulistianti
(2010), Hasil
sisa tanaman pertanian yang cukup melimpah tetapi masih jarang digunakan
sebagai bahan pakan ternak adalah tongkol jagung. Sebelum digunakan tongkol
jagung dibuat menjadi tepung dengan melalui beberapa proses sehingga dapat
dilakukan pengujian bulk density hal ini sesuai dengan pendapat Suhartanto et
al., (2003), yang menyatakan janggel atau tongkol kosong berbentuk batang
berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan
langsung, oleh karena itu, untuk memberikannya perlu penggilingan terlebih
dahulu. Hal ini didukung dengan pendapat Soebarinoto et al. (2000), yang
menyatakan bahwa bentuk fisik suatu bahan pakan dapat mempengaruhi
palatabilitas bahan pakan tersebut. Kemudian dilakukan pengujian bulk density
dan persen pemalsuan dari setiap sampel sehingga diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 5. Hasil
Pengamatan Bulk Density dan Persen Campuran
Kelompok
|
Bahan
|
BD (g/l)
|
Persentase
|
Biji jagung
|
Tongkol jagung
|
1
|
Biji Jagung Murni
|
698
|
100
|
0
|
Tongkol Jagung Murni
|
242,2
|
0
|
100
|
Campuran biji dan Tongkol Jagung
|
485,6
|
53,38
|
46,62
|
PS Dinjaya
|
698
|
|
|
2
|
Biji Jagung Murni
|
708,4
|
100
|
0
|
Tongkol Jagung Murni
|
328,4
|
0
|
100
|
Campuran biji dan Tongkol Jagung
|
495
|
44,63
|
55,37
|
PS Simpang Kawat
|
708,4
|
|
|
3
|
Biji Jagung Murni
|
596
|
100
|
0
|
Tongkol Jagung Murni
|
256
|
0
|
100
|
Campuran biji dan Tongkol Jagung
|
398
|
58,24
|
41,76
|
PS Talang banjar
|
596
|
|
|
4
|
Biji Jagung Murni
|
669,6
|
100
|
0
|
Tongkol Jagung Murni
|
259,2
|
0
|
100
|
Campuran biji dan Tongkol Jagung
|
460
|
48,93
|
51,07
|
PS Talang Banjar
|
669,6
|
|
|
5
|
Biji Jagung Murni
|
198,4
|
100
|
0
|
Tongkol Jagung Murni
|
88,5
|
0
|
100
|
Campuran biji dan Tongkol Jagung
|
145,3
|
51,94
|
48,06
|
PS Kota Baru
|
198,4
|
|
|
6
|
Biji Jagung Murni
|
696
|
100
|
0
|
Tongkol Jagung Murni
|
372
|
0
|
100
|
Campuran biji dan Tongkol Jagung
|
496
|
61,73
|
38,27
|
PS Beringin
|
696
|
|
|
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa bsampel jagung
mempunyai bulk density yang tidak bagus, hal ini telah dibuktikan
dengan memberikan perlakuan masing-masing bahan pakan sehingga
didapatkan hasilnya seperti tabel diatas. Menurut Jowaman & Sarote (2000), yang menyatakan jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki
berat 626 gram),
bekatul 351 - 337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594
g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 - 610 g/l. Perbedaan kerapatan
dari masing-masing bahan ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
adalah ukuran partikel, kandungan airdan kepadatan. Siregar, S. (
2001 ) bahwa Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan
oleh kandungan air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan
tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Friendson. J (2010), yang menyatakan bahwa faktor yang
dapat menggangu kualitas suatu bahan pakan pada uji kerapatan
daripada setiap bahan yang berbeda dengan sumber asal bahan baku yang
berbeda, kadar air yang terkandung dalam setiap bahan kadar air
yang terkandung dalam setiap bahan pakan, sertafaktor pemalsuan terhadap bahan
pakan (Suballing Attacks). Dari perhitungan persen pemalsuan dapat diketahu
bahwa dalam pencapuran, persen jagung rata-rata lebih dominan daripada tongkol
jagung. Rasyaf (2007), apabila kerusakan yang terjadi pada bahan baku pakan
mencapai lebih dari 50% berarti bahan tersebut tidak bagus untuk digunakan.
Efek subalan pakan selain menghancurkan nilai kerapatan suatu bahan, tetapi
juga memberikan efek yang sangat berbahaya terhadap tubuh ternak, seperti:
keracunan pada ternak dan gangguan pada system pencernaan ternak. Dengan
perhitungan bulk density tersebut dapat mengetahui persen pemalsuan bahan
subalan. Menurut Zakariah
(2012), menambahkan bahwa uji bulk
density (berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas
bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran). Sehingga dari hasil pengukuran bulk densty
tersebut dapat diketahui berapa persen capuran bahan subalan sehingga kita
dapat mengetahui kualitas dari pakan yang akan digunakan
4.6. Pengukuran pemalsuan
Dedak Dengan Sekam Berdasarkan Faktor Bahan
Pemalsuan
adalah segala sesuatu yang dilakukan secara sengaja untuk menambah atau
mencampurkan kedalam bahan pakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penurunan mutu suatu bahan pakan adalah terjadi kerusakan pada bahan pakan baik
fakormirobiologi, biologi dan adanya pencemaran terhadap bahan. Pemalsuan bahan
pakan dapat disebabkan oleh pihak yang ingin mengambil keuntugan secara
ekonomi. Bahan pakan yang telah dicampur dengan bahan tertentu tentu akan
mengurangi nilai gizi atau mengalami penurunan nilai gizi sehingga akan
berdampak kurang baik terhadap ternak. Menurut Hanmoungjai et al (2002), komposisi dedak padi
memiliki kandungan minyak dedak yang relatif
cukup besar dibandingkan komponen kimia
lainnnya yaitu 19,97% hanya sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan kandungan karbohidrat yaitu
22,04. Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah dedak. Menurut Putrawan
dkk., (2007), Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10% dari
jumlah padi yang di giling menjadi beras. Bahan ini biasa digunakan sebagai
sumber energi bagi pakan layer, yang mana penggunaanya rata-rata mencapai
10-20% di usis produksi. Hal ini didukung dengan pendapat Menurut Damayanthi et al (2006), dedak
merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang terdiri dari
lapisan sebelah luar dari butiran padi dengan sejumlah lembaga biji.
Dedak sebagai hasil samping dari pengolahan padi memiliki korelasi dengan serat
kasarnya. Menurut Hadipernata, (2007), Dedak padi dapat dimanfaatkan
lebih optimal dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi apabila
dapat diolah lebih lanjut dan tidak hanya terbatas untuk campuran
pakan tenak
Gambar 24.
Penimbangan Gambar 25.penambahan air Gambar 26. Pengamatan
Sampel mikroskop
Selain dedak, bahan yang digunakan adalah sekam, sekam
digunakan sebagai faktor bahan yang akan dihitung. Menurut Rukmini
(2000), Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat
kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat
kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah
kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %,
namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%. Dari praktikum tersebut diperoleh hasil sebagai
berikut
Tabel
6. Hasil Pengamatan Faktor Sekam
Kelompok
|
Sampel (PS)
|
FS
|
P
|
%Sk
|
Campuran 1
|
Campuran 2
|
Campuran 3
|
1
|
Dinjaya
|
63,33
|
66,67
|
58
|
50
|
0,79
|
2
|
Simpang Rimbo
|
4300
|
1300
|
880
|
160
|
0,00037
|
3
|
Buana
|
1900
|
866,7
|
860
|
110
|
0,057
|
4
|
Simpang Rimbo
|
2400
|
1000
|
880
|
120
|
0,0005
|
5
|
Kota Baru
|
3300
|
1500
|
1020
|
32
|
0,048
|
6
|
Sungai Duren
|
2400
|
1066,7
|
940
|
155
|
0,065
|
Dari
tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil pencampuran dedak dengan sekam,
diperoleh semakin sedikit campuran sekam maka semakin besar faktor sekam yang
diperoleh. Menurut Hidayati (2006) bahan
pakan dengan partikel yang halus memiliki kemungkinan besar untuk dipalsukan
atau terkontraminasi dengan bahan yang halus, lebih murah dan nilai nutriennya
rendah. Umumnya pemalsuan tidak hanya merubah komposisi kimia tetapi juga
menurunkan nilai nutriennya. Pada pengukuran persen sekam diperoleh hasil bahwa
persen sekam tidak mencapai 1 %. Menurut Champagne (2004), sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi
atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam
sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam
padi memiliki komponen utama seperti selulosa (31,4 – 36,3 %), hemiselulosa
(2,9 – 11,8 %) , dan lignin (9,5 – 18,4 %)
Pemalsuan
dedak dengan sekam akan mempengaruhi kandungan nutrisi dedak, sehingga
memepengaruhi kualitas bahan pakan. Menurut Daryatmo (2002), selain kualitas
bahan baku pakan seperti pemeliharaan tanaman sebelum panen, waktu panen dan
pengolahan pasca panen, faktor yang mempengaruhi kualitas bahan baku pakan
yakni faktor penyimpanan, tempat penyimpanan, lama penyimpanan dan faktor
teknik penyimpanan. Selain itu menurut
Suhayati (2010), turunnya kualitas pakan tidak selalu berasal dari bahan
pakan yang tidak baik, namun juga dapat berasal dari cara
pengolahan bahan pakan dan penyimpanan yang tidak sesuai dengan
seharusnya, misalnya pemanasan. Pemalsuan dedak padi dengan sekam dapat
diketahui dengan pengamatan mikroskop. Cara ini sangat membantu untuk
menegtahui kualitas dari pakan yang akan digunakan karena kualitas bahan baku
pakan akan mempengaruhi produktivitas ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Buckle (2000), menyatakan bahwa jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi
kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai
kualitas nutrisi yang rendah.
4.7. Pengukuran Degradasi
dan Fermentasi bahan Organik Pakan Dalam Rumen Menggnakan Teknik In Vitro Gas
Produktivitas
ternak yang meliputi produksi susu dan pertambahan bobot badan dibatasi oleh
degradability ( nilai kecernaan) pakan dan konsusmsi pakan Kedua parameter
tersebut sangat penting dalam nutrisi ternak. Pakan dengan nilai kecernaan
rendah memiliki degradasi pakan rendah pula sehingga tidak mampu mengimbangi
aktifitas fermentasi pakan oleh mikroba rumen yang berakibat terhadap rendahnya
pertumbuhan mikroba di dalam rumen dan rendahnya konsumsi pakan. Metode
produksi gas in-vitro dapat digunakan untuk mengukur dan memprediksi nilai
kecernakan bahan pakan, pengaruh bahan pakan terhadap fermentasi di dalam
rumen, dan pengaruh bahan pakan terhadap pertumbuhan mikroba rumen. Hal ini
sesuai dengan pendapat Kurniawati (2007), yang menyatakan In vitro merupakan teknik produksi gas yang dapat digunakan untuk memprediksi kualitas
pakan
Gambar 27.Penimbangan Gambar 28. Sampel dalam
sampel botol fermentor
Gambar
29. Pengukuran Gambar 30. Sampel di Sentrifus
Gas
Bahan pakan yang tercerna
selama proses fermentasi rumen akan diubah menjadi produk utama yaitu VFA yang
merupakan sumber energi bagi ternak dan biomasa mikrobia yang merupakan sumber
protein utama bagi ternak. Bahan pakan tercerna akan diubah oleh mikroba
rumen menjadi VFA dan protein mikroba dengan meningkatkanya pertumbuhan. Hasil
samping fermentasi bahan tercerna adalah CO2 dan CH4 yang berupa gas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Blummel (2000), yang menytakan produksi
gas in-vitro merupakan simulasi rumen dalam sistem bacth culture. Sampel pakan
yang akan diteliti di inkubasi dalam fermentor (syringe glass atau botol serum)
pada suhu 390C dalam medium anaerob yang diinokulasi dengan mikroba rumen.
Adanya aktifitas fermentasi oleh mikrobia rumen akan menghasilkan gas. Gas yang
terbentuk berasal dari hasil fermentasi (CO2 dan CH4) dan secara tidak langsung
dari CO2 yang dilepaskan dari buffer bikarbonat setiap dihasilkan volatyl fatty acid (VFA) Selama
pengamatan gas, diperoleh hasil sebagaia berikut
Tabel 7. Pengamatan In Vitro Gas
Bahan
|
Ulangan
|
Jam
|
2
|
4
|
8
|
12
|
16
|
20
|
24
|
30
|
36
|
48
|
Jagung
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
12
|
7
|
2
|
0
|
8
|
2
|
8
|
13
|
40
|
25
|
10
|
12
|
12
|
8
|
0
|
6
|
3
|
7
|
12
|
40
|
23
|
14
|
12
|
11
|
7
|
0
|
6
|
4
|
8
|
10
|
36
|
23
|
19
|
12
|
15
|
7
|
0
|
7
|
5
|
10
|
12
|
44
|
24
|
12
|
0
|
12
|
6
|
0
|
7
|
6
|
0
|
3
|
4
|
16
|
8
|
12
|
15
|
8
|
0
|
3
|
Tepung Bulu Ayam
|
1
|
7
|
4
|
4
|
1
|
0
|
0
|
3
|
4
|
0
|
14
|
2
|
7
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
2
|
0
|
3
|
3
|
7
|
4
|
3
|
0
|
0
|
0
|
1
|
4
|
0
|
19
|
4
|
7
|
4
|
4
|
0
|
0
|
0
|
3
|
4
|
0
|
15
|
5
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6
|
7
|
3
|
4
|
0
|
0
|
0
|
2
|
4
|
0
|
14
|
BIS
|
1
|
12
|
10
|
28
|
25
|
22
|
20
|
16
|
24
|
0
|
16
|
2
|
12
|
12
|
29
|
25
|
19
|
16
|
17
|
17
|
0
|
16
|
3
|
14
|
14
|
28
|
29
|
25
|
20
|
10
|
13
|
0
|
10
|
4
|
11
|
11
|
28
|
26
|
23
|
21
|
16
|
24
|
0
|
15
|
5
|
11
|
10
|
29
|
28
|
23
|
20
|
15
|
23
|
0
|
14
|
6
|
11
|
0
|
8
|
9
|
10
|
28
|
16
|
22
|
0
|
13
|
Dedak
|
1
|
11
|
6
|
12
|
14
|
16
|
10
|
8
|
11
|
0
|
16
|
2
|
10
|
5
|
12
|
16
|
16
|
9
|
8
|
10
|
0
|
16
|
3
|
10
|
0
|
14
|
10
|
12
|
9
|
6
|
9
|
0
|
10
|
4
|
10
|
7
|
12
|
15
|
13
|
8
|
9
|
12
|
0
|
14
|
5
|
11
|
7
|
8
|
14
|
13
|
7
|
5
|
10
|
0
|
16
|
6
|
11
|
8
|
11
|
13
|
12
|
7
|
6
|
7
|
0
|
0
|
Bungkil Kelapa
|
1
|
16
|
18
|
32
|
32
|
29
|
22
|
8
|
8
|
0
|
6
|
2
|
12
|
15
|
30
|
30
|
27
|
20
|
12
|
9
|
0
|
7
|
3
|
16
|
16
|
31
|
32
|
29
|
21
|
11
|
8
|
0
|
5
|
4
|
12
|
14
|
32
|
27
|
25
|
19
|
12
|
10
|
0
|
8
|
5
|
13
|
15
|
28
|
28
|
28
|
21
|
12
|
9
|
0
|
7
|
6
|
15
|
17
|
31
|
32
|
30
|
22
|
10
|
8
|
0
|
6
|
Bungkil Kedelai
|
1
|
0
|
0
|
8
|
24
|
25
|
17
|
12
|
16
|
0
|
23
|
2
|
8
|
11
|
23
|
25
|
22
|
17
|
13
|
16
|
0
|
22
|
3
|
6
|
8
|
16
|
24
|
23
|
18
|
4
|
9
|
0
|
20
|
4
|
2
|
22
|
20
|
24
|
23
|
16
|
13
|
16
|
0
|
24
|
5
|
6
|
13
|
19
|
24
|
23
|
16
|
13
|
16
|
0
|
19
|
6
|
8
|
10
|
20
|
24
|
24
|
16
|
13
|
16
|
0
|
24
|
Blanko
|
1
|
6
|
3
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
6
|
4
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Dari
tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada 2 jam awal BIS menunjukan gas yang
paling tinggi dibanding bahan lain, sedangkan tepung bulu ayam menunjukan
produksi gas yang rendah. Puncak produksi gas tertinggi pada jam ke 8 tetapi
tidak diikuti deng peningkatan gas pada tepung bulu ayam. Peningkatan tersebut
terjadi karena banyaknya mikroba yang ada dalam sampel tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Harjanto (2005), yang menyatakan
bahwa semakin banyak mikrobia yang terdapat dalam rumen maka jumlah pakan
tercerna akan semakin tinggi pula. Setelah terjadi peningkatan pada jam
ke 8 kemudian terjadi penurunan sampai ke jam 48. Peningkatan gas pada tepung
bul ayam terjadi pada jam ke 48 yang menunjukan gas yang cukup tinggi yang
hampisr setara dengan bahan lain. Sedangkan pada blanko diperoleh gas 0, diduga
mikroba yang terdapat pada blanko sudah mati. Penurunan gas ini sesuai dengan
pendapat Jayanegara (2008), yang menyatakan laju
produksi gas in vitro semakin berkurang seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi,
disebabkan substrat yang dapat difermentasi juga semakin berkurang jumlahnya.
Menurut Riswandi dkk (2015), produksi gas setara dengan degradasi substrat
yang terjadi pada proses fermentasi. Hal ini
didukung oleh pendapat Suryadi et.al., (2009), yang menyatakan fermentasi pakan di rumen pada ternak
ruminansia disamping menghasilkan VFA dan ammonia juga dihasilkan gas berupa
CH4, CO2 dan H2. Pengukuran produksi gas
dapat dijadikan sebagai indikator dalam penentuan laju fermentasi dan dapat
menggambarkan besarnya komponen zat makanan terutama karbohidrat yang dapat
dicerna bagi ternak ruminansia.
Pada teknik produksi gas CO2 akan
dilepaskan dari bufer bikarbonat setiap dihasilkan VFA . Sehingga peningkatan
bahan pakan terdegradasi akan meningkatkan gas yang dilepaskan. Dengan kata
lain produksi gas dapat digunakan untuk mengestimasi bahan pakan tercerna. Selain mengamati produksi
gas yang dihasilkan diamati juga KCBK dan KCBO dari tiap bahan
Tabel 8. Hasil KCBK dan KCBO
Bahan
|
BO
|
BK
|
ulangan
|
Berat sampel
|
BK residu
|
BO residu
|
BK Blanko
|
BO Blanko
|
KCBK
|
KCBO
|
Jagung
|
93,51
|
95,14
|
1
|
1
|
22,66
|
23,18
|
36,43
|
36,83
|
1,14
|
1,14
|
2
|
1
|
17,64
|
18,12
|
1,20
|
1,19
|
3
|
1
|
21,19
|
21,63
|
1,16
|
1,16
|
4
|
1
|
21,1
|
21,59
|
1,16
|
1,16
|
5
|
1
|
27,07
|
27,54
|
1,09
|
1,09
|
6
|
1
|
27,63
|
28,09
|
1,09
|
1,09
|
Tepung Bulu Ayam
|
90,65
|
95,1
|
1
|
1
|
24,1
|
24,84
|
1,12
|
1,12
|
2
|
1
|
22,41
|
23,17
|
1,14
|
1,14
|
3
|
1
|
21,36
|
23,13
|
1,14
|
1,14
|
4
|
1
|
22,77
|
23,51
|
1,14
|
1,14
|
5
|
1
|
23,22
|
23,99
|
1,13
|
1,13
|
6
|
1
|
20,37
|
21,14
|
1,16
|
1,16
|
BIS
|
92,47
|
96,46
|
1
|
1
|
22,75
|
23,13
|
1,14
|
1,14
|
2
|
1
|
21,26
|
21,63
|
1,16
|
1,16
|
3
|
1
|
21,85
|
22,35
|
1,15
|
1,15
|
4
|
1
|
21,23
|
21,61
|
1,16
|
1,16
|
5
|
1
|
21,88
|
22,26
|
1,15
|
1,15
|
6
|
1
|
25,24
|
25,65
|
1,11
|
1,11
|
Dedak
|
90,86
|
97,08
|
1
|
1
|
20,84
|
21,58
|
1,16
|
1,16
|
2
|
1
|
27,62
|
28,33
|
1,09
|
1,09
|
3
|
1
|
22,98
|
23,7
|
1,14
|
1,13
|
4
|
1
|
31,77
|
32,51
|
1,04
|
1,04
|
5
|
1
|
24,62
|
23,3
|
1,14
|
1,14
|
6
|
1
|
27,94
|
28,7
|
1,08
|
1,08
|
Bungkil Kelapa
|
93,54
|
96,49
|
1
|
1
|
29,66
|
30,26
|
1,07
|
1,06
|
2
|
1
|
19,14
|
19,6
|
1,18
|
1,18
|
3
|
1
|
21,42
|
21,96
|
1,15
|
1,15
|
4
|
1
|
21,25
|
21,72
|
1,16
|
1,15
|
5
|
1
|
26,18
|
26,64
|
1,10
|
1,10
|
6
|
1
|
18,94
|
19,44
|
1,18
|
1,18
|
Bungkil Kedelai
|
93,02
|
93,28
|
1
|
1
|
20,62
|
20,94
|
1,17
|
1,16
|
2
|
1
|
19
|
19,31
|
1,18
|
1,18
|
3
|
1
|
20,95
|
21,22
|
1,16
|
1,16
|
4
|
1
|
18,04
|
18,4
|
1,19
|
1,19
|
5
|
1
|
21,52
|
21,77
|
1,16
|
1,15
|
6
|
1
|
21,86
|
22,15
|
1,15
|
1,15
|
Dari Tabel diatas dapat dilihat
bahwa nilai yang diperoleh rata-rata hampir sama, tetapi pada bungkil kelapa
nilai KCbk lebih tinggi dibandingan KCBO.Menurut Yusmadi (2008), Kecernaan bahan kering pada ruminansia
menunjukkan tingginya zat makanan yang dapat dicerna oleh mikroba dan enzim
pencernaan pada rumen. Semakin tinggi persentase kecernaan bahan kering suatu
bahan pakan, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kualitas bahan pakan
tersebut. Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan
nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan
rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk
hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak. Pada bahan pakan yang
menunjukan nilai KCBO lebih tinggi dari KCBK di duga karena bahan organik
tindak mengandung abu. Menurut Fathul et al (2010), Nilai kecernaan bahan kering pada penelitian ini lebih
rendah dibanding kan dengan nilai kecernaan bahan organik. Hal ini dikarenakan
pada bahan organik tidak mengandung abu, sedangkan pada bahan kering masih
terdapat kandungan abu. Hal ini didukung dengan pendapat Menurut Sutardi (2000) ,kecernaan bahan organik ada hubungannya dengan kecernaan bahan kering
yang membedakannya adalah kadar abu dari bahan pakan. Dari tabel
tersebut diperoleh nilai kecernaan yang berbeda. Menurut Belewu
(2008), hasil kecernaan dapat berbeda bergantung pada
cara pemrosesannya. Selain itu, bahan kimia dan konsentrasinya serta lama waktu
pemrosesan mempengaruhi kecernaan bahan
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Evaluasi pakan sangat diperlukan untuk
menguji suatu bahan pakan berkualitas baik atau tidak. Dari hasil praktikum,
untuk menguji suatu bahan pakan dapat diambil sampel dari bahan yang akan diuji
sebanyak 10%. Kemudian dari sampel tersebut dapat diketahui kualitasnya dengan
pengamatan mikroskop maupun bulk density sehingga dapat diketahui ada atau
tidaknya pemalsuan dalam pakan tersebut. Dari sampel yang diamati masih banyak
pakan yang mengadung bahan subalan, hal ini akan mengurangi kualitas pakan yang
berpengaruh terhadapa kecernaan bahan pakan tersebut yang dapat diuji dengan
invitro gas
4.2. Saran
Adapun saran penulis untuk praktikum evaluasi
pakan adalah dalam pelaksanaan praktikum sesuai dengan waktu yang ditentukan
dan lebih memanfaaatkan waktu sehingga praktikum dapat selesai dengan baik dan
tepat pada waktunya
DAFTAR PUSTAKA
Abu S., 2009. Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum.Fakultas Peternakan Universitas.Jambi
Agus, A. 2007. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. PT
Citra Aji Parama. Yogyakarta
Alamsyah, R. 2002. Pengolahan Pakan Ayam Dan Ikan
Secara Modern. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Amrullah.
2003. Bahan Pakan Dan Ransum Ternak Unggas. Penerbit Eka Offset. Semarang.
Anggorodi. 2007. Sampling Bahan Pakan Dan Control Kualitas. Ayam Dan Telur
Anita.
2013. Pengamatan Macam-Macam Bahan Pakan Kering Ternak. Gajah Mada University.Yogyakarta
Antonio.
A. 2001. Bahan Pemalsuan Pakan. Erlangga.Yogjakarta.
Arikunto, S., 2001, Prosedur Penelitian: Suatu
Pengantar Praktik, Jakarta:
Axe
, D.E.2000. Factors Affecting Unifornity Of Amix. Mallinderoat Feed Ingeredents:
Mundelein IL.
Bates,
L. 2003. Microscopy: Fast QA To Characteristics Raw Materials. Feed
International, October 2003:28-29.
Belewu MA, AR. Asafa, FO. Ogunleke. 2008. Processing
Of Feather Meal By Solid State Fermentation. Journal Of Biotechnology 7(3):
589-591.
Blümmel,
M., And Orskov, E.R. (2000) Comparison Of In-Vitro Gas Production And Nylon Bag
Degradability Roughages In Prediction Of Feed Intake In Cattle. Animal Feed
Science And Technology 40: 109-229.
Buckle.
2000. Purchasing And Receiving Operation Step 1 In Feed Quality And Mill
Profits. Feed And Feeding Digest. May 15 Vol. 54 (2).
Buckle. 2000. Purchasing And Receiving Operation Step
1 In Feed Quality And Mill Profits. Feed And Feeding Digest. May 15 Vol. 54
(2).
Champagne, Elaine T. 2004. RICE: Chemistry And Technology. American
Association Of Cereal Chemists Inc. St.Paul, Minnesota, USA.
Damayanthi, E., L.T. Tjing,
Dan L. Arbianto. 2006. Rice Bran.
Penebar Plus, Jakarta.
Damayanthi,
Putra.M. 2007. Pengolahan Limbah Pertanian Untuk Pakan Ternak. Penebar Swadaya,
Jakarta
Daryatmo,
J. 2002. Manajemen Penyimpanan Pakan Konsentrat. Poultry Indonesia Edisi
Ilmiah Populer, Jakarta.
Fairfied, I. 2003. Histologische And
Histochemische Untersuchung Des Skelettmuskelgewebes. Dalam Brancheid, W., Honikel,
K.O., Lengerken, G., Troeger, K. (Eds.), Qualität Von Fleisch Und Fleischwaren
Band 2. Deutscher Fachverlag, Frankfurt Am Mainz.
Fairfield D.C. 2003. Purchasing And Receiving
Operation Step 1 In Feed Quality And Mill Profits. Feed And Feeding Digest. Vol.
54 (2)
Fathul,
F., & S. Wajizah. 2010. Penambahan Mikromineral Mn Dan Cu Dalam Ransum
Terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba Secara In Vitro. JITV. 15(1):
9-15.
Friendson.
J (2010).Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum. Yudistira. Jakarta
GIPSA.
2001. Grain Sampling Procedures. USDA, GIPSA Technical Service Division. Kansas
City.
Hadipernata, M. 2007. Mengolah
Dedak Menjadi Minyak (Rice Bran Oil). Warta
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. ISSN
0216-‐4427 Vol 29 No 4 Hal 8-‐10.
Handaka,
2008. Produksi
Makanan Ternak Tropik. Fakultas Peternakan:
Universitas Gadjah Mada.
Hanmoungjai P., DL Pyle Dan
K Niranjan. 2002. Enzyme-‐Assisted
Water-‐Extraction Of Oil And Protein From
Rice Bran. Journal Of Chemical
Technology And Biotechnology.
Harjanto,
K. 2005. Pengaruh Penambanhan Probiotik Bio H+ Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan
Bahan Organik Ransum Sapi PFH Jantan. (Tidak Dipublikasi). Fakultas Pertanian
UNS. Surakarta
Herrman,
T. 2001. Sampling: Procedure For Feed. MF2036. Kansas State University Research
And Extension, Manhattan
Hidayati,
H. 2006. Karakterisasi Standar Mikroskopis Bahan Pakan Sumber Energi (Jagung
Giling, Dedak Padi, Dan Pollard) Sebagai Metode Alternatif Pengujian Kualitas
Bahan Pakan. Program Studi Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iskandar S, A.P.Sinurat, B.Trisnamurtidana.Bamualim.
2008.Bungkil Sawit Potensial Untuk Pakan Ternak. Warta Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian.30:16–17.
Jaelani, Achmad, DKK. 2007. “ Kualitas Sifat Fisik Dan
Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Dari Berbagai Proses Pengolahan Trude Palm
Oil (CPO). Jurnal AL-Ulum Vol. 33 No. 3.Jakarta.
Jayanegara,
A. & A. Sofyan. 2008. Penentuan Aktifi Tas Biologis Tannin Beberapa Hijauan
Secara In Vitro Menggunakan ‘Hohenheim Gas Test’ Dengan Polietilen Glikol
Sebagai Determinan. Med. Pet. 31: 44-52.
Jowaman
& Sarote,2000. The Effect Of Diet Particle Size On Feed Animal Performance. National Renderer Association US
Feed Grains Council. Bangkok
Jowaman
& Sarote,2000. The Effect Of Diet Particle Size On Feed Animal Performance. National Renderer Association US
Feed Grains Council. Bangkok.
Khajaren. S. 2007. Sampling Plans,
Sample Collection, Shipment, And Preparation For Analysis, P. 25-49. Dalam
Vanderzant, C. Dan Splittstoesser, D.F. (Eds.), Compendium Of Methods For The Microbiological
Examination Of Foods. American Public Health Association, Washington.
Koch,
K. 2002. Hammer Mills And Roller Mills. MF2048. Kansas State University
Research And Extension, Manhattan
Koch, K. 2002. Hammer Millsand Roller Mills. MF2048. Kansas
State University Research And Extension, Manhattan.
Kurniawati. 2005. Kontrol Kualitas Bahan Baku Dan
Produk Akhir Di Pt Siba Prima Utama Feedmill Karanganyar Solo. Laporan Praktek
Kerja Lapangan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Kurniawati.A,
Teknik Produksi Gas In-Vitro Untuk
Evaluasi Pakan Ternak : Volume Produksi
Gas Dan Kecernaan Bahan Pakan. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi ,Vol.
3 No. 1. Batan, Jakarta
Margono, 2004, Metodologi Penelitian Pendidika, Jakarta:
Rineka Cipta.
Parning,
M. 2000. Penuntun Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum. Yudhistira. Erlangga.
Plumstead,
P.W. And J. Brake. 2003. Sampling For Confidence And Profit. Feed Management, February
2003:21-23
Putrawan,I.D.G.A.,Dant.H.Soerawidjaja. 2007. Stabilisasi
Dedak Padi Melalui Ekstrusif. Jurnal Teknik Kimia Indonesia.6 (3);681-68.
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-24.
Penebar Swadaya,
Rasyaf,
M. 2007. Beternak Unggas Komersil. Penerbit Kasinus. Jakarta.
Rikmawati,
W. 2005. Pengaruh Subtitusi Tepung Ikan Impor Dengan Corn Gluten Meal
Riswandi,
Muhakka, M. Lehan.2015. Evaluasi Nilai Kecernaan Secara In Vitro Ransum Ternak
Sapi Bali Yang Disuplementasi Dengan Probiotik Bioplus . Jurnal Peternakan
Sriwijaya. Vol. 4, No. 1.Palembang
Rohaeni,E.S.,A.Subhan Dana.Darmawan. 2006. Kajian Penggunaan
Pakan Lengkap Dengan Memanfaatkan Janggel Jagung Terhadap Pertumbuhan Sapi. Pros.
Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Pontianak,
9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 185 – 192.
Rukmini, C. 2000. Chemical,
Nutritional And Toxicological Studies Of
Rice Bran Oil. Food Chemistry. Vol.30.
257-‐268.
Santoso,U. 2012. Sampling Dan Preparasi Sampel (Sampling And Sample Preparation) Universitas Gajah Mada
Santoso. 2007. Microscopy : Fast QA To Characteristics Raw Marerials. Feed MF2050. Kansas State University Reseach And Extension. Manhattan Mill Profits.
Sarwono. 2007. Teknik
Pengendalian KEAMANAN Bahan Baku Dan Pakan
Sembiring.2001. Pengolahan Ayam Dan Ikan
Secara Modern. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar,
S. 2001. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak. Angkasa. Bandung.
Siregar. S. 2006. Ilmu
Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University
Soebarinoto,
S. Chuzaemi, Dan Mashudi. 2000. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi Dan Makanan
Ternak, Universitas Brawijaya Malang.
Soekardi.
2001. Bahan Makanan Ternak. Universitas
Brawijaya. Malang
Sugiyono, 2001, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:
Alfabeta
Suhartono
Et Al.,, B. 2003. Penggunaan Complete Feed Berbasis Tongkol Jagung Fermentasi
Pada Sapi Australian Commercial Cross Terhadap Konsumsi Nutrien, Pertambahan
Bobot Badan Dan Kualitas Karkas. Tesis. Pascasarjana Ilmu Peternakan. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Utomo
Suhayati.
2010. Jaminan Mutu Pakan Ternak. Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak, Bogor.
Suparjo,
Ir. 2008. Pengawasan Mutu Pada Pabrik Pakan Ternak. Laboratorium Makanan Ternak.
Universitas Negeri Jambi.
Sutardi, T.
2000. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid II.
Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Supriyati, D. Yulistiani, E. Wina, H. Hamid & B. Haryanto.
2000. Pengaruh Suplemementasi Zn, Cu, Dan Mo Anorganik Dan Organik Terhadap
Kecernaan Secara In Vitro. JITV 5: 3237
Suyadi,
Afdal.M, Latief.A.2009. Pengaruh
Penggantian Rumput Dengan Pelepah Sawit
Ditinjau Dari Segi Kecernaan Dan Fermentabilitas Secara In Vitro Gas. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan Februari, 2009, Vol. XII. No.1.
Fakultas Peternakan, Universitas Jambi, Jambi
Syamsu,
J. A. 2002. Pengaruh Waktu Penyimpanan Dan Jenis Kemasan Terhadap Kualitas
Dedak Padi. Buletin Nutrisi Dan Makanan Ternak Vol 1(2) : 75-83.
Yuliastanti, Anna. 2001. Uji Sifat Fisik Ransum Ayam
Broiler Starter Bentuk Mash, Pallet Dan Crumble Selama Penyimpanan Enam Minggu.
Yulistiani,
D. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (Kecernaan >50%) Dalam Ransum Komplit
Domba Komposit Sumatera Dengan Laju Pertumbuhan >125 Gram/Hari. Program
Insentif Riset Terapan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Yusmadi.
2008. Kajian Mutu Dan Palatabilitas Silase Dan Hay Ransum Komplit Berbasis
Sampah Organik Primer Pada Kambing PE.Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor
Zakariah
M. A. 2012. Buku Ajar Uji Kontrol Kualitas Bahan Pakan Di Indonesia. Laboratorium
Teknologi Makanan Ternak Bagian Nutrisi Dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Zakariah
M. A. 2012. Buku Ajar Uji Kontrol Kualitas Bahan Pakan Di Indonesia. Laboratorium
Teknologi Makanan Ternak Bagian Nutrisi Dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.