Rabu, 14 Desember 2016

Laporan Praktikum Evaluasi Pakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi



LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
EVALUASI PAKAN

















OLEH
SRI REZEKI ARDILAH
E10013029
A.6













FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016


DAFTAR ISI

   Halaman
DAFTAR ISI..........................................................................................               i
DAFTAR TABEL..................................................................................              ii
PENDAHULUAN.................................................................................              1
1.1. Latar belakang......................................................................              1
1.2. Perumusan Masalah..............................................................              2
1.3.Hipotesis................................................................................              2
1.4. Tujuan...................................................................................              3
1.5. Manfaat................................................................................              3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................              4
            2.1.Itik Peking.............................................................................              4
            2.2. Probiotik...............................................................................              5
            2.3. Kolesterol Darah..................................................................              7
METODE PENELITIAN.......................................................................              9
3.1. Waktu dan Tempat...............................................................              9
3.2. Materi dan Peralatan.............................................................              9
3.3. Metode.................................................................................              9
3.4. Rancangan Penelitian...........................................................            13
3.5. Peubah yang Diamati............................................................            13
3.6. Analisis Data........................................................................            14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................            15









DAFTAR TABEL

Tabel                                                                                                       Halaman
1.    Kebutuhan Itik Peking ......................................................................              10
2.    Kandungan Zat Makanan Bahan Penyusun Ransum.........................              10
3.    Komposisi Bahan Penyusun Ransum.................................................              11
4.    Kandungan Nutrisi Ransum (Pellet)...................................................              11




BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

keberhasilan usaha peternakan tidak akan terlepas dari ketersedian ransum yang berkualitas baik. untuk memperoleh ransum yang berkualitas baik, harus disusun dari bahan makanan yang berkualitas baik juga. disinilah letak pentingnya pengetahuan tentang pakan ternak, karena pengenalan dan pengujian bahan pakan menjadi sangat penting. evaluasi bahan pakan dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologis. pengujian bahan pakan secara fisik  merupakan analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatitif. sebenarnya analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia atau secara biologis atau kombinasinya. Analisis secara kimia dapat digunakan untuk mengetahui potensi bahan pakan yang dicerminkan dari komposisi kimia bahan pakan itu. komposisi kimia bahan pakan secara umum terdiri dari air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan abu. analisis secara kimia dapat dilakukan dengan analisis proksimat. pada awalnya, analisis proksimat merupakan titik awal untuk evaluasi pakan namun karena terdapat kelemahan terutama pada bahan berserat lalu dikembangkan metode yang lebih baik yaitu analisis serat atau van soest. Evaluasi pakan secara biologis yaitu evaluasi tersebut dapat dilakukan baik di lapangan seperti evaluasi pakan secara in vivo, di laboratorium seperti evaluasi pakan secara in vitro  ataupun kombinasi keduanya, seperti evaluasi pakan secara in sacco. untuk menunjang pelaksanaan evaluasi pakan secara in vitro dan in sacco diperlukan ternak berfistula rumen.
Untuk menggunakan sutau bahan sebagai bahan pakan, maka bahan tersebut seaiknya dievaluasi terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan campuran ransum atau sebagai bahan ransum. Penggunaan suatu bahan pakan sebagai pakan disesuaikan dengan anatomi alat pencernaan ternak yang mau diberi makan. Oleh sebab itu, bahan pakan harus betul-betul dievaluasi dengan baik agar ternak dapat memanfaatkan pakan tersebut secara efisiensi

1.2.Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum evaluasi pakan adalah untuk mengetahui bagaimana teknik pengambilan  sampel abhan pakan, mengevaluasi kemurnian bahan pakan secara mikroskopik, mengetahui pengukuran bulk density bahan pakan, mengevaluasi ransum secara kualitatif, mengukur pemalsuan tongkol jagung dalam sampel jagung berdasarkan bulk density, mengukur pemalsuan ddak dengan sekam berdasarkan faktor bahan, teknik invitro gas untuk mengetahui profil degradasi dan fermentasi bahan organik pakan dalam rumen selama 48 jam

1.1.Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum evaluasi pakan adalah praktikan mengetahui cara pengambilan sampel bahan pakan, dapat mengevaluasi bahan pakan secara mikroskopik, dapat mengukur bulk density bahan pakan, dapat mengevaluasi ransum secara kualitatif, dapat mengukur pemalsuan tongkol jagung dalam sampel jagung berdasarkan bulk density,  dapat mengukur pemalsuan ddak dengan sekam berdasarkan faktor bahan, dan mengetahui teknik invitro gas untuk mengetahui profil degradasi dan fermentasi bahan organik pakan


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Menurut Abu (2009), pengambilan sampel secara aselektif yaitu semua unsur yang ada di populasi mempunyai peluang yang sama untuk terambil sebagai sampel yang mewakili polpulasinya
Menurut Agus (2007), pakan menjadi salah satu kendala pengembangan usaha peternakan
Menurut Alamsyah (2002), ukuran partikel bahan sangat berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan yaitu pengecilan ukuran partikel akan menurunkan nilai kerapatan tumpukan pada bahan pakan
Menurut Amrullah (2003), Dedak merupakan hasil sisa dari penumbukan padi secara tradisional (disebut juga dedak kampung). Dedak halus biasa ini banyak mengandung komponen kulit gabah, juga selaput perak dan pecahan lembaga beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat Pati nya termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang dapat dicerna. Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N, 16.4% serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai Martabat Pati (MP) nya 53
Menurut Anggorodi ( 2007 ), Angka yang didapatkan dari bulk density apabila dibawah dan diatas dianggap tidak bagus, tetapi apabila tepat dan mendekati dengan angka yang ditentukan, maka bahan pakan tersebut bagus
Menurut Anita (2013), Bungkil kedelai merupakan limbah dari industri minyak biji kedelai umumnya berwarna coklat muda dan bertekstur kasar dan sebagai sumber protein nabati
Menurut Anonim (2007), Bentuk fisik pakan  dibedakan menjadi tiga yaitu bentuk butiran contoh jagung dan shorgum, bentuk tepung misalnya dedak, bekatul, tepung ikan dan lain-lain, serta bentuk cair yakni minyak ikan, minyak kedelai dan lain-lain
Menurut Antonio. A. (2001), bahan-bahan pemalsu pakan merupakan bahan-bahan yang bentuk, tekstur, hampir sama dengan bahan pakan yang dipalsukan akan tetapi satu hal yang sulit untuk dipalsukan yaitu bau
Menurut Arikunto (2001), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
Menurut Axe (2000), Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum. Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisitas, sifat higroskopis dan florvabilitas
Menurut Bates (2003), Pengujian mikroskopis saat bahan baku datang dapat mencegah sekitar 90 persen masalah yang disebabkan bahan baku dalam industri pakan ternak
Menurut Bates (2003), pengujian mikroskopis saat bahan bakudatang dapat mencegah sekitar 90 persen masalah yang disebabkan bahan baku dalam industri pakan ternak
Menurut Belewu (2008), hasil kecernaan dapat berbeda bergantung pada cara pemrosesannya
Menurut Blummel (2000), yang menytakan produksi gas in-vitro merupakan simulasi rumen dalam sistem bacth culture
Menurut Buckle (2000), jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi yang rendah
Menurut Buckle (2000), menyatakan bahwa jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi yang rendah.
Menurut Champagne (2004), sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam padi memiliki komponen utama seperti selulosa (31,4 – 36,3 %), hemiselulosa (2,9 – 11,8 %) , dan lignin (9,5 – 18,4 %) .
Menurut Damayanthi (2007), Proses pemanasan basah akan meningkatkan komponen warna kuning
Menurut Damayanthi et al (2006), dedak merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang terdiri dari  lapisan  sebelah  luar dari butiran  padi dengan sejumlah  lembaga biji.
Menurut Daryatmo (2002), selain kualitas bahan baku pakan seperti pemeliharaan tanaman sebelum panen, waktu panen dan pengolahan pasca panen, faktor yang mempengaruhi kualitas bahan baku pakan yakni faktor penyimpanan, tempat penyimpanan, lama penyimpanan dan faktor teknik penyimpanan. –
Menurut Fairfield (2003), Pengawasan mutu  bahan baku harus dilakukan secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya.
Menurut Fairfield (2003), Penurunan kualitas bahan baku dapat terjadi karena penanganan, pengolahan atau penyimpanan yang kurang tepat. Kerusakan dapat terjadi karena serangan jamur akibat kadar air yang tinggi,ketengikan dan serangan serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya
Menurut Fathul et al (2010), Nilai kecernaan bahan kering pada penelitian ini lebih rendah dibanding kan dengan nilai kecernaan bahan organik
Menurut Friendson.  J  (2010), Faktor  yang dapat  menggangu kualitas  suatu bahan pakan pada uji kerapatan daripada  setiap bahan yang berbeda dengan sumber asal bahan baku yang berbeda,  kadar air yang terkandung dalam setiap bahan  kadar air yang terkandung dalam setiap bahan pakan, sertafaktor pemalsuan terhadap bahan pakan (Suballing Attacks).
Menurut GIPSA (2001), sampling secara manual membutuhkan perlengkapan untuk mengambil sampel seperti grain probe, bag trier, bom sampler dan alat pemisah sampel seperti Riffler dan Boerner Divider. Grain probe digunakan untuk mengumpulkan sampel berupa biji-bijian, bungkil kedelai dan ransum akhir. Probe harus cukup panjang sehingga mampu masuk sekitar ¾ ke dalam bahan baku.
Menurut Hadipernata, (2007), Dedak padi dapat dimanfaatkan lebih optimal dan mempunyai nilai tambah  yang  lebih tinggi apabila dapat diolah lebih lanjut dan tidak hanya terbatas untuk campuran pakan tenak .
Menurut Handaka (2008), bahan-bahan pakan sumber mineral antara lain tepung tulang, tepung kulit kerang, mineral supplement
Menurut Hanmoungjai  et al (2002), komposisi dedak  padi memiliki kandunga minyak dedak yang relatif cukup besar dibandingkan komponen kimia lainnnya yaitu   19,97% hanya  sedikit   lebih   rendah  dibandingkan  dengan kandungan  karbohidrat  yaitu  22,04.
Menurut Harjanto (2005), yang menyatakan bahwa semakin banyak mikrobia yang terdapat dalam rumen maka jumlah pakan tercerna akan semakin tinggi pula
Menurut Herman (2001), sampel paling sedikit diambil sebanyak 10 persen dari kontainer dan dikumpulkan minimal 0.586
Menurut Hidayati (2006), bahan pakan dengan partikel yang halus memiliki kemungkinan besar untuk dipalsukan atau terkontraminasi dengan bahan yang halus, lebih murah dan nilai nutriennya rendah. Umumnya pemalsuan tidak hanya merubah komposisi kimia tetapi juga menurunkan nilai nutriennya.
Menurut Iskandar et al.(2008), salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan BIS sebagai pakan unggasadalah keberadaan batok, oleh karena itu untuk mengurangibatok tersebutperlu dilakukan penyaringan karena melalui proses tersebut dapat mengurangi batok dari 15,0% menjadi 7,0%
Menurut Jaelani (2007), Sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui. Keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi saja, tetapi juga menyangkut sifat fisik, sehingga ketinggian akibat kesalahan penanganan bahan pakan
Menurut Jayanegara (2008), yang menyatakan laju produksi gas in vitro semakin berkurang seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi, disebabkan substrat yang dapat difermentasi juga semakin berkurang jumlahnya
Menurut Jowaman & Sarote (2000), Jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki berat 626 gram), bekatul 351 - 337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594 g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 - 610 g/l
Menurut Jowaman & Sarote (2000), yang menyatakan  jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki berat 626 gram), bekatul 351 - 337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594 g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 - 610 g/l
Menurut Khajarern (2007), Bervariasinya kualitas bahan baku disebabkan oleh variasi alami (natural variation), pengolahan (processing), pencampuran (adulteration) dan penurunan kualitas (damaging and deterioration).
Menurut Koch (2002) Penurunan ukuran partikel akan meningkatkan jumlah partikel, memperluas luas permukaan per unit volume, mengubah sifat fisik bahan baku yang dapat meningkatkan pencampuran, pelleting dan penanganan atau transportasi
Menurut Koch (2002), ransum mempunyai campuran lebih dari satu bahan pakan yang dibutuhkan oleh ternak. Berdasarkan bentuknya, ransum dibagi menjadi tiga jenis yaitu mash, pelet, dan crumble
Menurut Kurniawati (2005), Bahan pakan tertentu mengandung zat antikualitas dalam jumlah cukup tinggi sehingga dapat menghambat metabolisme ternak. Oleh sebab itu, dilakukannya kontrol kualitas bahan baku merupakan suatu cara untuk mencegah digunakan bahan baku yang memiliki kandungan nutrien yang rendah dan zat antikualitas yang tinggi dalam suatu proses produksi
Menurut Kurniawati (2007), yang menyatakan  In vitro merupakan  teknik produksi gas yang  dapat digunakan untuk memprediksi kualitas pakan
Menurut Margono (2004), teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampelyang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif.
Menurut Menurut Riswandi dkk (2015), produksi gas setara dengan degradasi substrat yang terjadi pada proses fermentasi
Menurut Parnin (2000), Jagung merupakan sumber energi bagi ternak, jagung digunakan dalam nutrisi ternak kisaran 40 – 50 % dan jagung memiliki energi metabolisme sebesar 3394 Kkal/kg
Menurut Plumstead dan Brake (2003), langkah awal untuk menjamin kualitas ransum adalah pengambilan sampel dan pengujian bahan baku sebelum dilakukan pembongkaran. Pengawasan mutu dan prosedur analisis tidak akan terlepas dari kegiatan pengambilan sampel. Proses pengambilan sampel menekankan pola sampling, jumlah sampel yang diambil, ukuran sampel dan penyimpanan sampel yang benar
Menurut Putrawan dkk., (2007), Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10% dari jumlah padi yang di giling menjadi beras. Bahan ini biasa digunakan sebagai sumber energi bagi pakan layer, yang mana penggunaanya rata-rata mencapai 10-20% di usis produksi.
Menurut Rasyaf (2004), ransum adalah campuran dari lebih satu bahan pakan yang mengandung beberapa nutrisi yang diberikan untuk ternak yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak selama 24 jam yang terdiri dari campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan tepat
Menurut Rasyaf (2007), Apabila kerusakan yang terjadi pada bahan baku pakan mencapai lebih dari 50% berarti bahan tersebut tidak bagus untuk digunakan
Menurut Rikmawati (2005), Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi berarti bahan memiliki kemampuan memadat yang tinggi dibandingkan dengan bahan yang lain. Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang dihasilkan maka laju alir semakin menurun
Menurut Rohaeni et al (2006), Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang  diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya.  Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau  janggel
Menurut Rukmini (2000), Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%.
Menurut Sampel pakan yang akan diteliti di inkubasi dalam fermentor (syringe glass atau botol serum) pada suhu 390C dalam medium anaerob yang diinokulasi dengan mikroba rumen
Menurut Santoso (2012), mengambil sampel dengan cara menarik isi dari suatu pojok pada bagian atas karung secara diagonal ke tengah. Sample kedua diambil dari pojok yang berlawanan.Sampel diambil menggunakan probe (ontario trier) dengan panjang 30 cm dan diameter 1,5 samai 2 cm.
Menurut Santoso(2007), yang menyatakan bahwa pengukuran kerapatan jenis bahan baku dapat dilakuakan dengan menimbang sejumlah berat bahan yang ditakar dengan suatu kotak berukuran 1 meter atau tabung silinder dengan volume 1000 ml
Menurut Sarwono (2007), pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi pembuatan dan peredaran bahan baku pakan dengan tujuan agar pakan yang dibuat dan diedarkan memenuhi standar mutu sesuai dengan yang telah ditetapkanMenurut Siregar, S.  (2006), Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan oleh kandungan air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan tersebut
Menurut Sembiring (2001), bahan pakan sumber energi yang utama adalah bahan pakan yang kandungan utamanya berupa karbohidrat yang mana lebih mudah ditebolisme dari pada energi yang berasal dari lemak
Menurut Siregar, S. ( 2001 ), Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan oleh kandungan air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan tersebut
Menurut Soebarinoto et al. (2000) Bentuk fisik suatu bahan pakan dapat mempengaruhi palatabilitas bahan pakan tersebut.
Menurut Soekardi (2001) Sekam merupakan hasil ikutan penumbukan padi, penggunaan dalam ransum sebaiknya tidak boleh berlebihan karena sekam mempunyai daya cerna yang sangat rendah
Menurut Sugiyono (2001), sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.
Menurut Suhartanto et al., (2003), Janggel atau tongkol kosong berbentuk batang berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan langsung, oleh karena itu, untuk memberikannya perlu penggilingan terlebih dahulu  
Menurut Suhayati (2010), turunnya kualitas pakan tidak selalu berasal dari bahan pakan yang tidak baik, namun juga dapat berasal dari cara  pengolahan  bahan pakan dan penyimpanan yang tidak sesuai dengan seharusnya, misalnya  pemanasan
Menurut Suparjo (2008), pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat (mikroskopis).
Menurut Suryadi et.al., (2009), yang menyatakan fermentasi pakan di rumen pada ternak ruminansia disamping menghasilkan VFA dan ammonia juga dihasilkan gas berupa CH4, CO2 dan H2
Menurut Sutardi (2000) ,kecernaan bahan organik ada hubungannya dengan kecernaan bahan kering yang membedakannya adalah kadar abu dari bahan pakan
Menurut Syamsu  (2002), penyimpanan yang melebihi waktu tertentu dan dalam kondisi yang kurang baik, dapat menyebabkan kualitas pakan mengalami penurunan. Jenis kerusakan bisa terjadi adalah kerusakan fisik, biologis dan kimiawi. Jamur merupakan salah satu penyebab terbatasnya daya simpan dan faktor yang mempengaruhi tumbuhnya jamur diantaranya adalah kadar air, suhu serta kelembaban. Kadar air sangat berhubungan dengan perkembangan kapang yang bisa tumbuh dalam bahan pakan dan menghasilkan senyawa toksik yang sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh ternak
Menurut Yuliastanti (2001), Sifat fisik merupakan hal penting dalam industri pakan atau usaha ternak. Efisiensi proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam usaha atau industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia bahan dan nutrisi saja tetapi juga meliputi sifat fisik sehingga kerugian selama pengolahan pakan dapat dihindari
Menurut Yulistiani (2010), Hasil sisa tanaman pertanian yang cukup melimpah tetapi masih jarang digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah tongkol jagung
Menurut Yusmadi (2008), Kecernaan bahan kering pada ruminansia menunjukkan tingginya zat makanan yang dapat dicerna oleh mikroba dan enzim pencernaan pada rumen. Semakin tinggi persentase kecernaan bahan kering suatu bahan pakan, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kualitas bahan pakan tersebut
Menurut Zakariah (2012), menambahkan bahwa uji bulk density (berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran).
Menurut Zakariah (2012), Uji bulk density (berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran)





















BAB III
MATERI DAN METODA


2.1. Waktu dan Tempat

            Praktikum evaluasi pakan dengan judul pengukuran pemalsuan dedak dengan sekam berdasarkan faktor bahan dilaksanakan di Laboratorium Gedung C Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada Hari Senin Tanggal 21 Maret 2016 dimulai pada pukul 09.00 WIB sampai dengan 18 Mei 2016

2.2. Materi

Adapun materi atau bahan yang digunakan dalam praktikum evaluasi pakan adalah dedak, BIS, Tepung ikan, Jagung halus, Bungkil kedelai, Dedak padi, Tepung tulang, Tepung kulit kerang, Tepung udang, Sekam, Pasir, Serbuk gergaji, dan Tepung Tongkol jagung, sekam, dan urea, air, sapi berfistulacairan rumen, air panas, HgCl2 jenuh, aquades, larutan mc doughal, dan gas CO2. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah probe (ontario trier), petri dish dengan 100 kotak, counter, termos, saringan, aqua shaker, baskom, dispensette, oven 105 , oven 40  , termometer, botol fermentor, tutup karet, tutup alumunium, clamper, declamper, glass syringe, cawan, neraca analitik, desikator, pipet tetes, sentrifus, botol sentrifus
           
2.3. Metode

Prosedur Teknik Pengambilan Sampel Bahan pakan

Adapun metoda yang digunakan pada praktikum prosedur teknik pengambilan sampel bahan pakan dalah dedak dimasukan kedalam karung dan diikat, setelah itu dedak diambil menggunakan ontarior trier dengan titik diaginal kanan, diagonal kiri, vertikal, dan horizontal. Setelah itu setiap dedak yang berhasil diperoleh menggunakan ontario trier dimasukan kedalam nampan dan ditimbang menggunakan timbagan ohaus

Evaluasi Kemurnian Bahan Secara Mikroskopik

Adapun metoda yang digunakan pada praktikum evaluasi kemurnian bahan secara mikroskopik adalah masukan sampel yang akan diamati kedalam petri dish kemudian ratakan dan amati struktur pakan menggunakan mikroskop dengan melihat bentuk fisik berupa shape, color, hardness, softness, transparency, dan surface texture
Pengkuran Bulk Density Bahan

Adapun metoda yang digunakan pada praktikum pengukuran bulk density bahan adalah sampel dimasukan kedalam tabung dan dipadatkan, kemudian dimasukan kedalam nampan dan ditimbang, karena menggunakan tabung volumetrik 250 maka hasil dari penimbanagan dikali 4 untuk mencapai 1000 ml

Evaluasi Komposisi Ransum Secara Kualitatif

Adapun metoda yang digunakan pada praktikum evaluasi komposisi ransum secara kualitatif adalah sebelumnya bahan telah dicampurkan dengan 5 campuran kemudian dimasukan kedalam petri dish dan diamati menggunakan mikroskop

Pengukuran Jumlah Tongkol Dalam Sampel Jagung
Berdasarkan Nilai Bulk Density

Adapu metode yang digunakan pengukuran jumlah tongkol dalam sampel jagung berdasarkan nilai bulk density adalah karena menggunakan tabung volmetrik 250 ml maka pertama timbang namapan, kemudian padatkan jagung halus dalam tabung volumetrik kemudian timbang sampel jagung halus yang dimasukan kedalam namapan, hal yang sama dilakukan pada tepung tongkol jagung, setelah diperoleh bulk density dari tepung tongkol jagung dan jagung halus, kedua bahan dicampu dan hitung nilai bulk densuty dengan cara yang sama. Kemudian setelah bulk density jagung halus, tepung tongkol jagung, dan kedua campuran bahan tersebut maka hitung % pemalsuan jagung dan tongkol jagung berdasarkan nilai bulk density dengan rumus


Pengukuran Pemalsuan Dedak Dengan Sekam
Berdasarkan Faktor Bahan

Adapu metode yang digunakan pada praktikum pengukuran pemalsuan dedak dengan sekam berdasarkan faktor bahan adalah langjkah pertama mencari faktor sekam yaitu dengan membuat 3 macam campuran dedak dan sekam dengan konsentrasi 1%, 3%, dan 5%. Konsentrasi 1 % terdiri dari 9,9 gr dedak dan 0,1 gr sekam yang dihomogenkan, Konsentrasi 3 % terdiri dari 9,7 gr dedak dan 0,3 gr sekam yang dihomogenkan. Konsentrasi 5% terdiri dari 9,5 gr dedak dan 0,5 gr sekam yang dihomogenkan. Kemudiandari  masing-masing konsentrasi diambil sampel sebanyak 50 mg atau 0,05 g kemudian dimasukan kedalam petri dish dan ditambah air, kemudian diamati dibawah mikroskop dengan menghitung jumlah sekam pada tiap kolom dan baris. Setelah itu hitung jumlah partikel sekam dari masing-masing konsentrasi dengan rumus


Langkah kedua mengukur persen sekam dalam sampel dedak dari poultry shop dengan mengambil sampel 50 mg atau 0,05 gr sampel dedak dari poultry kemudian masukan kedalam petri dish, tambahkan air dan hitung jumlah partikel sekam untuk 20 kotak dan dikonversikan untuk 100 kotak dengan rumus


Kemudian hitung persen sekam dalam sampel dedak dengan rumus


Pengukuran Degradasi dan Fermentasi bahan Organik Pakan
Dalam Rumen Menggunakan Teknik In Vitro Gas

Adapun  metoda yang digunakan dalam praktikum pengukuran degradasi dan fermentasi bahan organik pakan dalam rumen menggunakan teknik in vitro gas adalah pertama persiapan  sampel, sampel berupa jagung, tepung bulu ayam, BIS, dedak, bungkil kelapa, dan bungkil kedelai ditimbang sebanyak 1 gr. Kemudian sampel dimasukan kedalam tabung fermentor dan tutup dengan tutup botol dan alumunium kemudian simpan. Setelah itu pengambilan cairan rumen. Cairan rumen diambil dengan cara mengambil isi rmen pada sapi yang berfistula kemudian disaring dan dimasukan kedalam termos yang bersuhu 40  . Kemudian langsung dibawa ke laboratorium, disaring kembali dan dimasukan kedalam aqua shaker. Setelah disaring cairan rumen ditambah dengan gas CO2. Setelah itu larutan  mc doughal (buffer) diberi gas CO2. Larutan mc doughal yang digunakan sebnayak 1000 ml sedangkan cairan rumen  yang digunakan sebanyak 350 ml. Setelah semua selesai diberi gas, larutan mc doughal dimasukan kedalam aqua shakery yang berisi cairan rumen dan kembali diberi gas CO2. Campuran tersebut disebut anaerob medium. Setelah itu larutan anaerob medium dimasukan kedalam botol fermentor yang berisi sampel sebanyak 30 ml menggunakan dispensette. Sampel yang digunakan adalah 6 sampel sehingga terdapat 6 perlakuan dan 6 ulangan, dan 2 blanko, sehingga botol yang digunakan sebanyak 38 botol  fermentor. Kemudian ditutup dengan tutup karet dan tutup alumunium menggunakan clamper dan dimasukan kedalam oven 40 . Kemudian gas dari bahan pakan yang terdapat dalam botol fermentor tersebut diukur selama 48 jam dengan waktu ukur setiap 2, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 30, 36, dan 48 jam.  Setelah itu botol yang berisi sampel di tetesi dengang HgCl2 sebanyak 2 tetes untuk membunuh mikroba. Setelah itu sampel dimasukan kedalam botol sentrifus dan dibersihkan menggunakan aquades. Kemudian sampel disentrifus selama 30 meni. Kemudian pisahkan antara supernatan dan endapan. Endapan dimasukan kedalam cawan yang sebelumnya telah dioven 105   selam 1 jam dan didinginkan didesikator dan telah ditimbang. Kemudian cawan yang berisi sampel dioven 105   selama 24 jam kemudian di tanur. Setelah itu ukur Koefisien cerna bahan kering (KCBK), dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) dengan rumus

















































BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Prosedur Teknik Pengambilan Sampel Bahan Pakan

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan sampling adalah suatu proses memilih sebagian dari unsur opulasi yang jumlahnya mencukupi secara statistik sehingga dengan mempelajari sampel serta memahami karakteristik-karakteristiknya akan diketahui informasi tentang keadaan populasi. Hal ini sesuai dengan pendapat  Arikunto (2001) yang menyatakan bahwa ampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan pendapat  Sugiyono (2001),  yang  menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.
Teknik sampling adalah suatu cara untuk menentukan banyaknya sampel dan pemilihan calon anggota sampel, sehingga setiap sampel  yang terpilih dalam penelitian dapat mewakili populasinya (representatif) baik dari aspek jumlah maupun dari aspek karakteristik yang dimiliki populasi. Pemilihan teknik pengarnbilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif  (mewakili), yang dapat menggambarkan populasinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Margono (2004), yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampelyang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Menurut Plumstead dan Brake (2003), menyatakan langkah awal untuk menjamin kualitas ransum adalah pengambilan sampel dan pengujian bahan baku sebelum dilakukan pembongkaran. Pengawasan mutu dan prosedur analisis tidak akan terlepas dari kegiatan pengambilan sampel. Proses pengambilan sampel menekankan pola sampling, jumlah sampel yang diambil, ukuran sampel dan penyimpanan sampel yang benar
Pada praktikum prosedur teknik pengambilan sampel bahan pakan yang digunakan adalah dedak padi sebanyak 5 kg. Menurut Amrullah (2003)  Dedak merupakan hasil sisa dari penumbukan padi secara tradisional (disebut juga dedak kampung). Dedak halus biasa ini banyak mengandung komponen kulit gabah, juga selaput perak dan pecahan lembaga beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat Pati nya termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang dapat dicerna. Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N, 16.4% serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai Martabat Pati (MP) nya 53. Kemudian dedak dimasukan kedalam karung. Pengambilan sampel didalam karung melalui empat titik yaitu diagonal kanan, diagonal kiri, vertikal, dan horiontal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2012), yang menyatakan mengambil sampel dengan cara menarik isi dari suatu pojok pada bagian atas karung secara diagonal ke tengah. Sample kedua diambil dari pojok yang berlawanan.Sampel diambil menggunakan probe (ontario trier) dengan panjang 30 cm dan diameter 1,5 samai 2 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat GIPSA (2001, yang menyatakan sampling secara manual membutuhkan perlengkapan untuk mengambil sampel seperti grain probe, bag trier, bom sampler dan alat pemisah sampel seperti Riffler dan Boerner Divider. Grain probe digunakan untuk mengumpulkan sampel berupa biji-bijian, bungkil kedelai dan ransum akhir. Probe harus cukup panjang sehingga mampu masuk sekitar ¾ ke dalam bahan baku.





           Gambar 1. Pengambilan sampel dari      Gambar 2. Pengambilan sampel dari 
                              Diagonal kiri                                                 Diagonal kanan





     Gambar 3. Pengambilan sampel        Gambar 4. Pengambila sampel
                              secara vertikal                             secara horiozontal             

Sampel yang diambil sebanyak 10 persen dari populasi sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman (2001), yang menyatakan sampel paling sedikit diambil sebanyak 10 persen dari kontainer dan dikumpulkan minimal 0.586 liter. Stelah diambil menggunakan probe (ontario trier)




      
      Gambar 5. Sampel dimasukan      Gambar 6. Sampel ditimbang
       kedalam wadah

Sampel yang diambil menggunakan probe (ontario trier) harus terisi penuh di ontario trier agar dapat mewakili semua polpulasi dari sampel dedak tersebut. Setelah diambil sampel tersebut dimasukan kedalam wadah yang telah disiapkan sesuai dengan titik pengambilan. Kemuadian sampel yang telah dikmpulkan ditimbang sesuai titik pengambilan. Setelah penimbangan diperoleh  hasil sebagai berikut
Tabel 1. Hasil penimbangan sampel dedak
Titik sampel
Berat (gr)
Diagonal Kanan
22,5
Diagonal Kiri
30
Vertikal
29
Horizontal
35

Dari hasil penimbanagan sampel pada empat titik dapat diketahui bahwa tiapsampel memiliki berat yang berbeda. Yang menunjukan representatif dari sampel yang akan dianalisa. Setelah ditimbang sampel pakan harus disimpan dalam tempat yang kering dan dingin sampai pengiriman, atau direkomendasikan sampel segera dikirim atau dianalisis untuk mencegah degradasi atau kerusakan. Sampel yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak rusak atau brubh  sehingga mempunyai sifat yang berbeda dari sampel saat diambil. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsu (2002), yang menyatakan penyimpanan yang melebihi waktu tertentu dan dalam kondisi yang kurang baik, dapat menyebabkan kualitas pakan mengalami penurunan. Jenis kerusakan bisa terjadi adalah kerusakan fisik, biologis dan kimiawi. Jamur merupakan salah satu penyebab terbatasnya daya simpan dan faktor yang mempengaruhi tumbuhnya jamur diantaranya adalah kadar air, suhu serta kelembaban. Kadar air sangat berhubungan dengan perkembangan kapang yang bisa tumbuh dalam bahan pakan dan menghasilkan senyawa toksik yang sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh ternak dan didukung dengan pendapat Fairfield (2003), yang menyatakanPenurunan kualitas bahan baku dapat terjadi karena penanganan, pengolahan atau penyimpanan yang kurang tepat. Kerusakan dapat terjadi karena serangan jamur akibat kadar air yang tinggi,ketengikan dan serangan serangga. Pengawasan mutu bahan baku harus dilakukan secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya

4.2. Evaluasi Kemurnian Bahan Secara Mikroskopik

Pengujian mikroskopis dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi bahan baku dan benda-benda asing baik pada bahan baku tunggal maupun dalam ransum. Menurut Bates (2003), menyatakan bahwa pengujian mikroskopis saat bahan baku datang dapat mencegah sekitar 90 persen masalah yang disebabkan bahan baku dalam industri pakan ternak. Pada praktikum evaluasi kemurnian bahan secara mikroskopis ini dilakukan pengamatan pada struktur fisik pakan yang dapat menentukan kualitas dari pakan . Menurut Jaelani (2007), menyatakan bahwa sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui. Keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi saja, tetapi juga menyangkut sifat fisik, sehingga ketinggian akibat kesalahan penanganan bahan pakan . Hal ini juga didukung dengan pendapat Yuliastanti (2001), yang menyatakan sifat fisik merupakan hal penting dalam industri pakan atau usaha ternak. Efisiensi proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam usaha atau industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia bahan dan nutrisi saja tetapi juga meliputi sifat fisik sehingga kerugian selama pengolahan pakan dapat dihindari. Dari praktikum yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 2. Hasil Pengamatan Mikroskopik Terhadap Berbagai Bahan

Kelompok
Bahan
Karakter Fisik
Shape
Color
Hardness
Softness
Transparency
Surface Texture
1
BIS
pecahan
Coklat
Lembut
Kenyal
Tidak mengkilap
Halus
Jagung kuning
Pecahan
Kuning
Keras
Tidak kenyal
Mengkilap
Kasar
Tepung kulit udang
tepung
Coklat
Lembut
kenyal
Mengkilap
Halus
2
Dedak
Pecahan
Kuning
Keras
Tidak kenyal
Mengkilap
Kasar
Tepung ikan
Pecahan
Kecoklatan
Keras
Kenyal
Mengkilap
Kasar
Sekam giling
Pecahan
Kuning
Keras
Tidak kenyal
Mengkilap
Kasar
3
Dedak padi
Pecahan
Kuning
Keras
Tidak kenyal
Tidak mengkilap
Kasar
Serbuk gergaji
Pecahan
Coklat
Keras
Tidak kenyal
Tidak mengkilap
Kasar
Tepung kulit udang
tepung
kuning
keras
Tidak kenyal
Tidak mengkilap
halus
4
Tepung ikan
Pecahan
Coklat
Lembut
Kenyal
Mengkilap
Kasar
Pasir
Pecahan
Kuning
Keras
Tidak kenyal
Mengkilap
Kasar
Bungkil kedelai
Butiran
Kecoklatan
Keras
Kenyal
Tidak mengkilap
Kasar
5
Serbuk gergaji
Pecahan
Kuning
Keras
Keras
Tidak mengkilap
Kasar
BIS
Butiran
Coklat
Lembut
Keras
Tidak mengkilap
Halus
Tongkol jagung
Pecahan
Cream
keras
Tidak kenyal
Tidak mengkilap
Kasar
6
Jagung halus
Butiran
Kuning
Lembut
Kenyal
Mengkilap
lembut
Bungkil kedelai
Tepung
kecoklatan
Keras
Tidak kenyal
Tidak mengkilap
Kasar
sekam
Tepung
kecoklatan
keras
kenyal
Tidak mengkilap
lembut

Pengujian menggunakan mikroskop ini menggunakan pengujian kualitatif menggunakan 3 kelas pakan yaitu pakan kelas 4 sumber energi, pakan kelas 5 sumber protein, pakan kelas 6 sumber mineral dan bahan sumpalan. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari hasil pengamatan struktur fisik bahan pakan memiliki ciri yang berbeda tiap bahanya. Banyak faktor yang memepengaruhi dari perbedaan hasil tersebut. Pada sampel uji color atau warna yang diperoleh sesuai dengan warna bahan. Warna sampel yang diuji secara mikroskopis tersebut bisa berubah yang diakibatkan sampel sudah dicampur dengan bahan subalan atau terjadi pemanasan yang berlebihan sehingga membuat warna berubah. Hal ini sesuai dengan pendapat. Damayanthi (2007), yang menyatakan  proses pemanasan basah akan meningkatkan komponen warna kuning.Pada pemeriksaan color atau warna pada bungkil kedelai di dapat bahwa bungkil kedelai berwarna kecoklatan hal ini sesuai dengan pendapat Anita (2013), yang menyatakan Bungkil kedelai merupakan limbah dari industri minyak biji kedelai umumnya berwarna coklat muda dan bertekstur kasar dan sebagai sumber protein nabati





                               Gambar 7. Sampel                 Gambar 8. Pengamatan mikroskopis
                                                                                                pada jagung






     
         Gambar 9. Pengamatan mikroskopis     Gambar 10. Pengamatan mikroskopis
                              pada sekam                                             pada bungkil kedelai                                             
Pada pengamatan shape atau bentuk sampel terdiri dari bentuk pecahan atau butiran dan tepung. Menurut Anonim (2007), menyatakan menurut bentuk fisiknya dibedakan menjadi tiga yaitu bentuk butiran contoh jagung dan shorgum, bentuk tepung misalnya dedak, bekatul, tepung ikan dan lain-lain, serta bentuk cair yakni minyak ikan, minyak kedelai dan lain-lain. Selain dedak, sekam juga dimanfaatkan oleh para produsen untuk dapat dimanfaatkan, salah satunya ialah dengan memanfaatkannya sebagai bahan sumpalan pada bahan pakan. Buckle (2000), menyatakan bahwa jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi yang rendah. Menurut Soekardi (2001) menyatakan bahwa sekam merupakan hasil ikutan penumbukan padi, penggunaan dalam ransum sebaiknya tidak boleh berlebihan karena sekam mempunyai daya cerna yang sangat rendah.
Bahan pakan dan pakan campuran mempunyai ukuran partikel yang berbeda. Pemisahan partikel dapat dilakukan dengan penyaringan karena bahan yang dihomogenkan tidak bisa digunakan untuk uji mikroskopik.Pemisahan tersebut dapat menggunakan hammer mill. Menurut Koch (2002) menyatakan bahwa penurunan ukuran partikel akan meningkatkan jumlah partikel, memperluas luas permukaan per unit volume, mengubah sifat fisik bahan baku yang dapat meningkatkan pencampuran, pelleting dan penanganan atau transportasi. Perbedaan hasil yang diperoleh disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Khajarern (2007), yang menyatakan bervariasinya kualitas bahan baku disebabkan oleh variasi alami (natural variation), pengolahan (processing), pencampuran (adulteration) dan penurunan kualitas (damaging and deterioration).
Karakteristik atau sifat bahan makanan ternak sangat berpengaruh dalam proses pengolahan bahan pakan. Banyak jenis pakan lokal yang ketersediaannya cukup potensial dan telah direkomendasikan oleh ahli nutrisi dalam bentuk formula ransum yang lebih ekonomis daripada formula yang menggunakan bahan baku impor, akan tetapi penggunaan bahan baku lokal ini sering menimbulkan kesulitan bagi pengelola pabrik pakan yang menangani dan memprosesnya karena adanya perbedaan fisik .Sesuai dengan pendapat Fairfield (2003), yang menyatakan pengawasan mutu  bahan baku harus dilakukan secara ketat saat penerimaan dan penyimpanan. Pemilihan dan pemeliharaan kualitas bahan baku menjadi tahap penting dalam menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi. Kualitas ransum yang dihasilkan tidak akan lebih baik dari bahan baku penyusunnya.
4.3. Pengukuran Bulk Density Bahan

Pada praktikum Bulk density menggunakan bebrapa bahan yang berbeda antar kelompok dan sampel yang dibawa sebanyak 1 kg perkelompok. Kerapatan jenis (bulk density) suatu bahan pakan menggambarkan berat bahan per unit volume. Kerapatan jenis diekspresiakn dengan satuan berat (kg) per unit volume (meter kubik atau liter). Menurut Zakariah (2012) menambahkan bahwa uji bulk density (berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran). Pengukuran dilakukan dengan menimbang sejumlah berat bahan yang ditakar dengan suatu kotak berukuran 1 meter kubik (m3)  atau tabung (silinder) dengan volume 1000 mL sesuai dengan pendapat Santoso(2007), yang menyatakan bahwa pengukuran kerapatan jenis bahan baku dapat dilakuakan dengan menimbang sejumlah berat bahan yang ditakar dengan suatu kotak berukuran 1 meter atau tabung silinder dengan volume 1000 ml .





          
           Gambar 11. Sampel dimasukan                          Gambar 12. Sampel dipadatkan
             kedalam tabung volumetrik







       Gambar 13. Sampel dimasukan                 Gambar 14. sampel ditimbang
                     kedalam nampan

Tabel 3 Pengamatan Bulk Density Bahan Pakan
Kelompok
Bahan
Bulk density
(gr/l)
Bulk density
(standar)
1
BIS
586,8
500
Tepung ikan
612,4
562
2
Bungkil kelapa
641,2
434
Jagung halus
564,8
626
3
Dedak
496
351-357
Serbuk gergaji
260

4
Tepung ikan
664
562
Bungkil kedelai
716
594-610
5
Serbuk gergaji
317,6

Urea
808,8

6
Bungkil kelapa
604,4
434
Dedak
593,6
351-357
Sumber bulk density standar : Khajarem.,J and S. Khajarem (1999): Manual of FeedMicroscopy and Quality Qontrol
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil dari setiap perhitunan bulk density berbeda. Kerapatan jenis suatu bahan pakan yang sama dapat sangat bervariasi yang dipengaruhi oleh ukuran partikel, kandungan air, dan kepadatan. Perbedaan kerapatan jenis juga dapat disebabkan adanya bahan subalan atau kontaminan yang sengaja dicampurkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sesuai dengan pendapat Siregar, S.  (2006) yang menyatakan  bahwa Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan oleh kandungan air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan tersebut. Kesimpulan bahwa bahan pakan tersebut diduga terdapat pemalsuan karena bulk density bahan tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Hal tersebut  bisa terjadi  karenakan kurang nya pengawasan mutu  dan kontrol pada bahan pakan sehingga banyak kecuranga pada bahan pakan dan menyebabkan bahan pakan tidak sesuai dengan standar mutu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2007), yang menyatakan bahwa pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi pembuatan dan peredaran bahan baku pakan dengan tujuan agar pakan yang dibuat dan diedarkan memenuhi standar mutu sesuai dengan yang telah ditetapkan. Hasil dari bulk density tidak ada bahan pakan yang berkualitas baik, karena angka dari bulk density yang diperoleh tidak sama atau mendekati angka yang ada di tabel yang telah ditentukan. Sesuai dengan pendapat Anggorodi ( 2007 ) bahwa Angka yang didapatkan dari bulk density apabila dibawah dan diatas dianggap tidak bagus, tetapi apabila tepat dan mendekati dengan angka yang ditentukan, maka bahan pakan tersebut bagus. Sedangkan menrut  Rikmawati (2005), Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi berarti bahan memiliki kemampuan memadat yang tinggi dibandingkan dengan bahan yang lain. Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang dihasilkan maka laju alir semakin menurun
Uji kepadatan (bulk density) ini dilakukan dengan mengukur volume dan berat dari sampel bahan baku ransum. Smber bulk density yang diperoleh sesuai dengan Jowaman & Sarote (2000) yang menyatakan  jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki berat 626 gram), bekatul 351 - 337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594 g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 - 610 g/l Apabila kepadatannya melebihi atau kurang standar tersebut ada kemungkinan ada bahan kontaminan (cemaran). Pengujian kulaitas pakan sangat diperlukan karena saat ini banyak bahan pakan yang merupakan bahan sumpalan yang mengurangi nilai dari bahan pakan asli dan berpengaruh pada performa ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus (2007), yang menyatakan pakan menjadi salah satu kendala pengembangan usaha peternakan Pengujian atau kontrol kualitas dalam produksi pakan sangatpenting dalam keberhasilan dan keuntungan suatu perusahaan. Tidak adafaktor lain, baik langsung maupun tidak langsung dalam kaitannya denganperforma ternak, bahwa pengujian kualitas pakan memerlukan perhatiandan pelaksanaan yang serius. Sedangkan menurut Kurniawati (2005). Bahan pakan tertentu mengandung zat antikualitas dalam jumlah cukup tinggi sehingga dapat menghambat metabolisme ternak. Oleh sebab itu, dilakukannya kontrol kualitas bahan baku merupakan suatu cara untuk mencegah digunakan bahan baku yang memiliki kandungan nutrien yang rendah dan zat antikualitas yang tinggi dalam suatu proses produksi
          Dari tabel diatas dapat dilihat nilai bulk density yang diperoleh dengan bulk density standar berbeda. Dari semua data yang diperoleh selama praktikum hasil bulk density yang diperoleh di atas atau dibawah standar bulk density. Hal tersebut menandakan adanya bahan sumpalan. Apabila nilai bulk density di bawah standar maka bahan sumpalan yang ditambah lebih sedikit, dan sebaliknya nilai bulk density yang diatas standar maka bahan sumpalan yang ditambahkan lebih banyak. Suatu bahan pakan yang dipalsukan, makakepadatan bahan bakunya akan berbeda, misalnya bungkil kelapa dapatdipalsukan dengan menambah kulit, urea, dan pasir. Bahan pakan yangsatu dengan bahan pakan yang lainnya. Menurut Iskandar et al.(2008) salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan BIS sebagai pakan unggasadalah keberadaan batok, oleh karena itu untuk mengurangibatok tersebutperlu dilakukan penyaringan karena melalui proses tersebut dapat mengurangi batok dari 15,0% menjadi 7,0%. Perbedaan nilai bulk density dengan bulk density standar diakibatkan banyak faktor, seperti adanya pemalsuan, kandungan kadar air, ataupun proses pengerjaan yang salah, kurang nya pengawasan mutu  dan kontrol pada bahan pakan

4.4. Evaluasi Komposisi Ransum Secara Kualitatif

Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dg alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatif. Menurut Suparjo (2008), menyatakan bahwa pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping untuk mengenali bahan pakan secara fisik, juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatif. Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum. Hal ini didukung dengan pendapat  Axe (2000), yang menyatakan Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam penyusunan ransum. Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan sendiri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah partikel, bentuk partikel, densitas, kemampuan elektrolisitas, sifat higroskopis dan florvabilitas




   Gambar 15. Campuran A       Gambar 16. Campuran B     Gambar 17. Campuran C




    Gambar 18. Campuran D        Gambar 19. Campuran E         Gambar 20. Pengamatan
                                                                                                         dengan mikroskop

Dalam praktikum ini, bahan pakan telah dicampur menjadi ransum atau campuran bahan pakan yang ditambah dengan bahan pakan sumpalan. Menurut Rasyaf (2004), ransum adalah campuran dari lebih satu bahan pakan yang mengandung beberapa nutrisi yang diberikan untuk ternak yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak selama 24 jam yang terdiri dari campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat pakan yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan itu tidak berlebihan dan tidak kurang. Sedangkan menurut Koch (2002), menyatakan ransum mempunyai campuran lebih dari satu bahan pakan yang dibutuhkan oleh ternak. Berdasarkan bentuknya, ransum dibagi menjadi tiga jenis yaitu mash, pelet, dan crumble
Kemudian  sampel yang telah tercampuran diambil secara acak sehingga mewakili dari keseluruhan sampel dan dimasukan kedalam petri dish. Hal ini sesuai dengan pendapat Abu (2009), yang menyatakan  pengambilan sampel secara aselektif yaitu semua unsur yang ada di populasi mempunyai peluang yang sama untuk terambil sebagai sampel yang mewakili polpulasinya. Berikut tabel hasil pengamatan

Tabe 4. Hasi pengamatan bahan yang terdapat pada setiap campuran

Campuran
Pakan sumber
Energi
Protein
Mineral
sumpalan
A

Urea, BIS

Serbuk gergaji
B
Jagung
Bungkil kelapa

Pasir
C
Bungkil kedelai
BIS

Serbuk gergaji
D
Dedak, Jagung


Sekam
E
Jagung
Tepung ikan

Pasir
           
Dari tabel diatas pengamatan dilakukan dengan mengamati partikel pakan yang telah dicampur dibawah mikroskop sehingga terlihat perbedaan dari tiap partikel pakan. Menurut Alamsyah (2002), ukuran partikel bahan sangat berpengaruh terhadap kerapatan tumpukan yaitu pengecilan ukuran partikel akan menurunkan nilai kerapatan tumpukan pada bahan pakan. Selain pengecilan ukuran, kandungan air juga turut berpengaruh dimana nilai kerapatan tumpukan akan semakin turun dengan meningkatnya kadar air bahan pakan. Pengujian bahan pakan dengan menggunakan mikroskop sangat mempengaruhi dalam manajemen pakan, karena bahan baku sangat berperan penting dalam suatu usaha peternakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bates (2003), yang menyatakanp engujian mikroskopis saat bahan bakudatang dapat mencegah sekitar 90 persen masalah yang disebabkan bahan baku dalam industri pakan ternak
Dari setiap campuran ransum yang diamati tiap campuran terdapat bahan sumpalan. Bahan sumpalan tersebut dapat diamati melalui partikel yang dilihat menggunakan mikroskop dan mata secara langsung. Menurut Antonio. A. (2001) yang menyatakan bahwa bahan-bahan pemalsu pakan merupakan bahan-bahan yang bentuk, tekstur, hampir sama dengan bahan pakan yang dipalsukan akan tetapi satu hal yang sulit untuk dipalsukan yaitu bau. Selain bahan sumpalan. Tiap bahan juga terdapat pakan sumber energi dan sumber protein. Tetapi pada bahan campuran D tidak terdapat pakan sumber protein. Sedangkan pakan sumber energi ada di setiap campuran.  Menurut Sembiring (2001), menyatakan bahan pakan sumber energi yang utama adalah bahan pakan yang kandungan utamanya berupa karbohidrat yang mana lebih mudah ditebolisme dari pada energi yang berasal dari lemak. Sedangkan pakan sumber mineral tidak ada pada setiap campuran. Menurut Handaka (2008), bahan-bahan pakan sumber mineral antara lain tepung tulang, tepung kulit kerang, mineral supplement

4.5. Pengukuran Jumlah Tongkol Jagung Dalam Sampel Jagung   Berdasarkan Nilai Bulk Density

Pada praktikum Bulk density menggunakan sampel jagung dan tongkol jagung.  Jagung yang digunakan diperoleh dari berbagai poultry shop. Menurut (Parning (2000), jagung merupakan sumber energi bagi ternak, jagung digunakan dalam nutrisi ternak kisaran 40 – 50 % dan jagung memiliki energi metabolisme sebesar 3394 Kkal/kg.Menurut Rohaenie et al (2006) menyatakan bahwa tongkol jagung/janggel adalah limbah yang  diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya.  Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau  janggel.


       
          Gambar 21. Sampel dimasukan             Gambar 2 2. Sampel ditimbang
        kedalam volumetrik



                                          Gambar 23. Campuran tepung
   dan tongkol jagung

Tongkol jagung merupakan hasil sisa dari tanaan jagung. Menurut Yulistianti (2010), Hasil sisa tanaman pertanian yang cukup melimpah tetapi masih jarang digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah tongkol jagung. Sebelum digunakan tongkol jagung dibuat menjadi tepung dengan melalui beberapa proses sehingga dapat dilakukan pengujian bulk density hal ini sesuai dengan pendapat Suhartanto et al., (2003), yang menyatakan janggel atau tongkol kosong berbentuk batang berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan langsung, oleh karena itu, untuk memberikannya perlu penggilingan terlebih dahulu. Hal ini didukung dengan pendapat Soebarinoto et al. (2000), yang menyatakan bahwa bentuk fisik suatu bahan pakan dapat mempengaruhi palatabilitas bahan pakan tersebut. Kemudian dilakukan pengujian bulk density dan persen pemalsuan dari setiap sampel sehingga diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 5. Hasil Pengamatan Bulk Density dan Persen Campuran
Kelompok
Bahan
BD (g/l)
Persentase
Biji jagung
Tongkol jagung
1
Biji Jagung Murni
698
100
0
Tongkol Jagung Murni
242,2
0
100
Campuran biji dan Tongkol Jagung
485,6
53,38
46,62
PS Dinjaya
698


2
Biji Jagung Murni
708,4
100
0
Tongkol Jagung Murni
328,4
0
100
Campuran biji dan Tongkol Jagung
495
44,63
55,37
PS Simpang Kawat
708,4


3
Biji Jagung Murni
596
100
0
Tongkol Jagung Murni
256
0
100
Campuran biji dan Tongkol Jagung
398
58,24
41,76
PS Talang banjar
596


4
Biji Jagung Murni
669,6
100
0
Tongkol Jagung Murni
259,2
0
100
Campuran biji dan Tongkol Jagung
460
48,93
51,07
PS Talang Banjar
669,6


5
Biji Jagung Murni
198,4
100
0
Tongkol Jagung Murni
88,5
0
100
Campuran biji dan Tongkol Jagung
145,3
51,94
48,06
PS Kota Baru
198,4


6
Biji Jagung Murni
696
100
0
Tongkol Jagung Murni
372
0
100
Campuran biji dan Tongkol Jagung
496
61,73
38,27
PS Beringin
696



Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa  bsampel jagung mempunyai bulk density yang tidak bagus, hal ini telah dibuktikan dengan memberikan  perlakuan masing-masing bahan pakan sehingga didapatkan  hasilnya seperti tabel diatas. Menurut Jowaman & Sarote (2000), yang menyatakan  jagung 626 g/l (1 liter jagung memiliki berat 626 gram), bekatul 351 - 337 g/l, tepung ikan 562 g/l, tepung daging dan tulang (MBM) 594 g/l, bungkil kedelai (SBM) 594 - 610 g/l. Perbedaan kerapatan dari masing-masing bahan ini disebabkan oleh beberapa faktor  diantaranya adalah  ukuran partikel, kandungan airdan kepadatan.  Siregar, S. ( 2001 ) bahwa Setiap kerapatan jenis bahan pakan berbeda, hal ini disebabkan oleh kandungan air yang terdapat didalamnya dan ukuran dari bahan pakan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Friendson.  J  (2010), yang menyatakan bahwa faktor  yang dapat  menggangu kualitas  suatu bahan pakan pada uji kerapatan daripada  setiap bahan yang berbeda dengan sumber asal bahan baku yang berbeda,  kadar air yang terkandung dalam setiap bahan  kadar air yang terkandung dalam setiap bahan pakan, sertafaktor pemalsuan terhadap bahan pakan (Suballing Attacks). Dari perhitungan persen pemalsuan dapat diketahu bahwa dalam pencapuran, persen jagung rata-rata lebih dominan daripada tongkol jagung. Rasyaf (2007), apabila kerusakan yang terjadi pada bahan baku pakan mencapai lebih dari 50% berarti bahan tersebut tidak bagus untuk digunakan. Efek subalan pakan selain menghancurkan nilai kerapatan suatu bahan, tetapi juga memberikan efek yang sangat berbahaya terhadap tubuh ternak, seperti: keracunan pada ternak dan gangguan pada system pencernaan ternak. Dengan perhitungan bulk density tersebut dapat mengetahui persen pemalsuan bahan subalan. Menurut Zakariah (2012), menambahkan bahwa uji bulk density (berat jenis) bahan pakan bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan sekaligus untuk meminimalkan pemalsuan (pencemaran).  Sehingga dari hasil pengukuran bulk densty tersebut dapat diketahui berapa persen capuran bahan subalan sehingga kita dapat mengetahui kualitas dari pakan yang akan digunakan

4.6. Pengukuran pemalsuan Dedak Dengan Sekam Berdasarkan Faktor Bahan

Pemalsuan adalah segala sesuatu yang dilakukan secara sengaja untuk menambah atau mencampurkan kedalam bahan pakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu suatu bahan pakan adalah terjadi kerusakan pada bahan pakan baik fakormirobiologi, biologi dan adanya pencemaran terhadap bahan. Pemalsuan bahan pakan dapat disebabkan oleh pihak yang ingin mengambil keuntugan secara ekonomi. Bahan pakan yang telah dicampur dengan bahan tertentu tentu akan mengurangi nilai gizi atau mengalami penurunan nilai gizi sehingga akan berdampak kurang baik terhadap ternak. Menurut Hanmoungjai  et al (2002),  komposisi  dedak  padi  memiliki  kandungan  minyak dedak   yang   relatif   cukup   besar   dibandingkan   komponen  kimia   lainnnya yaitu   19,97% hanya  sedikit   lebih   rendah  dibandingkan  dengan kandungan  karbohidrat  yaitu  22,04. Pada praktikum ini bahan yang digunakan adalah dedak. Menurut Putrawan dkk., (2007), Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10% dari jumlah padi yang di giling menjadi beras. Bahan ini biasa digunakan sebagai sumber energi bagi pakan layer, yang mana penggunaanya rata-rata mencapai 10-20% di usis produksi. Hal ini didukung dengan pendapat Menurut Damayanthi et al (2006), dedak  merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi yang terdiri dari  lapisan sebelah luar dari butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Dedak sebagai hasil samping dari pengolahan padi memiliki korelasi dengan serat kasarnya. Menurut Hadipernata, (2007), Dedak padi dapat dimanfaatkan  lebih optimal dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi apabila dapat  diolah  lebih lanjut dan tidak hanya terbatas untuk campuran pakan  tenak



           
   Gambar 24. Penimbangan       Gambar 25.penambahan air     Gambar 26. Pengamatan
               Sampel                                                                            mikroskop

Selain dedak, bahan yang digunakan adalah sekam, sekam digunakan sebagai faktor bahan yang akan dihitung. Menurut Rukmini (2000), Kandungan sekam mempunyai korelasi positif terhadap kandungan serat kasar. Semakin tinggi kandungan sekam, semakin tinggi juga kandungan serat kasarnya. Oleh karena itu perlu ada batasan dan teknik untuk mengetahui apakah kandungan sekam normal atau tidak. Kandungan sekam umumnya kurang dari 13 %, namun seringkali ditemukan dedak padi yang kandungan sekamnya lebih dari 15%. Dari praktikum tersebut diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 6. Hasil Pengamatan Faktor Sekam

Kelompok
Sampel (PS)
FS
P
%Sk
Campuran 1
Campuran 2
Campuran 3
1
Dinjaya
63,33
66,67
58
50
0,79
2
Simpang Rimbo
4300
1300
880
160
0,00037
3
Buana
1900
866,7
860
110
0,057
4
Simpang Rimbo
2400
1000
880
120
0,0005
5
Kota Baru
3300
1500
1020
32
0,048
6
Sungai Duren
2400
1066,7
940
155
0,065


Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil pencampuran dedak dengan sekam, diperoleh semakin sedikit campuran sekam maka semakin besar faktor sekam yang diperoleh. Menurut  Hidayati (2006) bahan pakan dengan partikel yang halus memiliki kemungkinan besar untuk dipalsukan atau terkontraminasi dengan bahan yang halus, lebih murah dan nilai nutriennya rendah. Umumnya pemalsuan tidak hanya merubah komposisi kimia tetapi juga menurunkan nilai nutriennya. Pada pengukuran persen sekam diperoleh hasil bahwa persen sekam tidak mencapai 1 %. Menurut Champagne (2004), sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam padi memiliki komponen utama seperti selulosa (31,4 – 36,3 %), hemiselulosa (2,9 – 11,8 %) , dan lignin (9,5 – 18,4 %)
Pemalsuan dedak dengan sekam akan mempengaruhi kandungan nutrisi dedak, sehingga memepengaruhi kualitas bahan pakan. Menurut Daryatmo (2002), selain kualitas bahan baku pakan seperti pemeliharaan tanaman sebelum panen, waktu panen dan pengolahan pasca panen, faktor yang mempengaruhi kualitas bahan baku pakan yakni faktor penyimpanan, tempat penyimpanan, lama penyimpanan dan faktor teknik penyimpanan. Selain itu menurut  Suhayati (2010), turunnya kualitas pakan tidak selalu berasal dari bahan pakan yang tidak baik, namun juga dapat berasal dari cara  pengolahan  bahan pakan dan penyimpanan yang tidak sesuai dengan seharusnya, misalnya  pemanasan. Pemalsuan dedak padi dengan sekam dapat diketahui dengan pengamatan mikroskop. Cara ini sangat membantu untuk menegtahui kualitas dari pakan yang akan digunakan karena kualitas bahan baku pakan akan mempengaruhi produktivitas ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle (2000), menyatakan bahwa jumlah sekam dalam dedak sangat mempengaruhi kualitas dedak, dedak padi dengan kandungan sekamnya yang tinggi mempunyai kualitas nutrisi yang rendah.

4.7. Pengukuran Degradasi dan Fermentasi bahan Organik Pakan Dalam Rumen Menggnakan Teknik In Vitro Gas

Produktivitas ternak yang meliputi produksi susu dan pertambahan bobot badan dibatasi oleh degradability ( nilai kecernaan) pakan dan konsusmsi pakan Kedua parameter tersebut sangat penting dalam nutrisi ternak. Pakan dengan nilai kecernaan rendah memiliki degradasi pakan rendah pula sehingga tidak mampu mengimbangi aktifitas fermentasi pakan oleh mikroba rumen yang berakibat terhadap rendahnya pertumbuhan mikroba di dalam rumen dan rendahnya konsumsi pakan. Metode produksi gas in-vitro dapat digunakan untuk mengukur dan memprediksi nilai kecernakan bahan pakan, pengaruh bahan pakan terhadap fermentasi di dalam rumen, dan pengaruh bahan pakan terhadap pertumbuhan mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniawati (2007), yang menyatakan  In vitro merupakan  teknik produksi gas yang  dapat digunakan untuk memprediksi kualitas pakan




           Gambar 27.Penimbangan             Gambar 28. Sampel dalam 
                        sampel                                botol fermentor                                                                                                                



                       
                      Gambar 29. Pengukuran                     Gambar 30. Sampel di Sentrifus
                                      Gas

Bahan pakan yang tercerna selama proses fermentasi rumen akan diubah menjadi produk utama yaitu VFA yang merupakan sumber energi bagi ternak dan biomasa mikrobia yang merupakan sumber protein utama bagi ternak. Bahan pakan tercerna akan diubah oleh mikroba rumen menjadi VFA dan protein mikroba dengan meningkatkanya pertumbuhan. Hasil samping fermentasi bahan tercerna adalah CO2 dan CH4 yang berupa gas. Hal ini sesuai dengan pendapat Blummel (2000), yang menytakan produksi gas in-vitro merupakan simulasi rumen dalam sistem bacth culture. Sampel pakan yang akan diteliti di inkubasi dalam fermentor (syringe glass atau botol serum) pada suhu 390C dalam medium anaerob yang diinokulasi dengan mikroba rumen. Adanya aktifitas fermentasi oleh mikrobia rumen akan menghasilkan gas. Gas yang terbentuk berasal dari hasil fermentasi (CO2 dan CH4) dan secara tidak langsung dari CO2 yang dilepaskan dari buffer bikarbonat setiap dihasilkan  volatyl fatty acid (VFA)  Selama pengamatan gas, diperoleh hasil sebagaia berikut
Tabel 7. Pengamatan In Vitro Gas
Bahan
Ulangan
Jam
2
4
8
12
16
20
24
30
36
48
Jagung
1
0
0
0
0
0
12
7
2
0
8
2
8
13
40
25
10
12
12
8
0
6
3
7
12
40
23
14
12
11
7
0
6
4
8
10
36
23
19
12
15
7
0
7
5
10
12
44
24
12
0
12
6
0
7
6
0
3
4
16
8
12
15
8
0
3
Tepung Bulu Ayam
1
7
4
4
1
0
0
3
4
0
14
2
7
0
0
0
0
0
1
2
0
3
3
7
4
3
0
0
0
1
4
0
19
4
7
4
4
0
0
0
3
4
0
15
5
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
6
7
3
4
0
0
0
2
4
0
14
BIS
1
12
10
28
25
22
20
16
24
0
16
2
12
12
29
25
19
16
17
17
0
16
3
14
14
28
29
25
20
10
13
0
10
4
11
11
28
26
23
21
16
24
0
15
5
11
10
29
28
23
20
15
23
0
14
6
11
0
8
9
10
28
16
22
0
13
Dedak
1
11
6
12
14
16
10
8
11
0
16
2
10
5
12
16
16
9
8
10
0
16
3
10
0
14
10
12
9
6
9
0
10
4
10
7
12
15
13
8
9
12
0
14
5
11
7
8
14
13
7
5
10
0
16
6
11
8
11
13
12
7
6
7
0
0
Bungkil Kelapa
1
16
18
32
32
29
22
8
8
0
6
2
12
15
30
30
27
20
12
9
0
7
3
16
16
31
32
29
21
11
8
0
5
4
12
14
32
27
25
19
12
10
0
8
5
13
15
28
28
28
21
12
9
0
7
6
15
17
31
32
30
22
10
8
0
6
Bungkil Kedelai
1
0
0
8
24
25
17
12
16
0
23
2
8
11
23
25
22
17
13
16
0
22
3
6
8
16
24
23
18
4
9
0
20
4
2
22
20
24
23
16
13
16
0
24
5
6
13
19
24
23
16
13
16
0
19
6
8
10
20
24
24
16
13
16
0
24
Blanko
1
6
3
0
2
0
0
0
0
0
0
2
6
4
0
2
0
0
0
0
0
0

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada 2 jam awal BIS menunjukan gas yang paling tinggi dibanding bahan lain, sedangkan tepung bulu ayam menunjukan produksi gas yang rendah. Puncak produksi gas tertinggi pada jam ke 8 tetapi tidak diikuti deng peningkatan gas pada tepung bulu ayam. Peningkatan tersebut terjadi karena banyaknya mikroba yang ada dalam sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Harjanto (2005), yang menyatakan bahwa semakin banyak mikrobia yang terdapat dalam rumen maka jumlah pakan tercerna akan semakin tinggi pula. Setelah terjadi peningkatan pada jam ke 8 kemudian terjadi penurunan sampai ke jam 48. Peningkatan gas pada tepung bul ayam terjadi pada jam ke 48 yang menunjukan gas yang cukup tinggi yang hampisr setara dengan bahan lain. Sedangkan pada blanko diperoleh gas 0, diduga mikroba yang terdapat pada blanko sudah mati. Penurunan gas ini sesuai dengan pendapat Jayanegara (2008), yang menyatakan laju produksi gas in vitro semakin berkurang seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi, disebabkan substrat yang dapat difermentasi juga semakin berkurang jumlahnya. Menurut Riswandi dkk (2015), produksi gas setara dengan degradasi substrat yang terjadi pada proses fermentasi. Hal ini didukung oleh pendapat Suryadi et.al., (2009), yang menyatakan fermentasi pakan di rumen pada ternak ruminansia disamping menghasilkan VFA dan ammonia juga dihasilkan gas berupa CH4, CO2 dan H2.  Pengukuran produksi gas dapat dijadikan sebagai indikator dalam penentuan laju fermentasi dan dapat menggambarkan besarnya komponen zat makanan terutama karbohidrat yang dapat dicerna bagi ternak ruminansia.
Pada teknik produksi gas CO2 akan dilepaskan dari bufer bikarbonat setiap dihasilkan VFA . Sehingga peningkatan bahan pakan terdegradasi akan meningkatkan gas yang dilepaskan. Dengan kata lain produksi gas dapat digunakan untuk mengestimasi bahan pakan tercerna. Selain mengamati produksi gas yang dihasilkan diamati juga KCBK dan KCBO dari tiap bahan
Tabel 8. Hasil KCBK dan KCBO
Bahan
BO
BK
ulangan
Berat sampel
BK residu
BO residu
BK Blanko
BO Blanko
KCBK
KCBO
Jagung
93,51
95,14
1
1
22,66
23,18
36,43
36,83
1,14
1,14
2
1
17,64
18,12
1,20
1,19
3
1
21,19
21,63
1,16
1,16
4
1
21,1
21,59
1,16
1,16
5
1
27,07
27,54
1,09
1,09
6
1
27,63
28,09
1,09
1,09
Tepung Bulu Ayam

90,65
95,1
1
1
24,1
24,84
1,12
1,12
2
1
22,41
23,17
1,14
1,14
3
1
21,36
23,13
1,14
1,14
4
1
22,77
23,51
1,14
1,14
5
1
23,22
23,99
1,13
1,13
6
1
20,37
21,14
1,16
1,16
BIS
92,47
96,46
1
1
22,75
23,13
1,14
1,14
2
1
21,26
21,63
1,16
1,16
3
1
21,85
22,35
1,15
1,15
4
1
21,23
21,61
1,16
1,16
5
1
21,88
22,26
1,15
1,15
6
1
25,24
25,65
1,11
1,11
Dedak
90,86
97,08
1
1
20,84
21,58
1,16
1,16
2
1
27,62
28,33
1,09
1,09
3
1
22,98
23,7
1,14
1,13
4
1
31,77
32,51
1,04
1,04
5
1
24,62
23,3
1,14
1,14
6
1
27,94
28,7
1,08
1,08
Bungkil Kelapa
93,54
96,49
1
1
29,66
30,26
1,07
1,06
2
1
19,14
19,6
1,18
1,18
3
1
21,42
21,96
1,15
1,15
4
1
21,25
21,72
1,16
1,15
5
1
26,18
26,64
1,10
1,10
6
1
18,94
19,44
1,18
1,18
Bungkil Kedelai
93,02
93,28
1
1
20,62
20,94
1,17
1,16
2
1
19
19,31
1,18
1,18
3
1
20,95
21,22
1,16
1,16
4
1
18,04
18,4
1,19
1,19
5
1
21,52
21,77
1,16
1,15
6
1
21,86
22,15
1,15
1,15

            Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai yang diperoleh rata-rata hampir sama, tetapi pada bungkil kelapa nilai KCbk lebih tinggi dibandingan KCBO.Menurut Yusmadi (2008), Kecernaan bahan kering pada ruminansia menunjukkan tingginya zat makanan yang dapat dicerna oleh mikroba dan enzim pencernaan pada rumen. Semakin tinggi persentase kecernaan bahan kering suatu bahan pakan, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula kualitas bahan pakan tersebut. Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak. Pada bahan pakan yang menunjukan nilai KCBO lebih tinggi dari KCBK di duga karena bahan organik tindak mengandung abu. Menurut Fathul et al (2010), Nilai kecernaan bahan kering pada penelitian ini lebih rendah dibanding kan dengan nilai kecernaan bahan organik. Hal ini dikarenakan pada bahan organik tidak mengandung abu, sedangkan pada bahan kering masih terdapat kandungan abu. Hal ini didukung dengan pendapat Menurut Sutardi (2000) ,kecernaan bahan organik ada hubungannya dengan kecernaan bahan kering yang membedakannya adalah kadar abu dari bahan pakan. Dari tabel tersebut diperoleh nilai kecernaan yang berbeda. Menurut Belewu (2008), hasil kecernaan dapat berbeda bergantung pada cara pemrosesannya. Selain itu, bahan kimia dan konsentrasinya serta lama waktu pemrosesan mempengaruhi kecernaan bahan















BAB IV
PENUTUP


4.1. Kesimpulan

Evaluasi pakan sangat diperlukan untuk menguji suatu bahan pakan berkualitas baik atau tidak. Dari hasil praktikum, untuk menguji suatu bahan pakan dapat diambil sampel dari bahan yang akan diuji sebanyak 10%. Kemudian dari sampel tersebut dapat diketahui kualitasnya dengan pengamatan mikroskop maupun bulk density sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya pemalsuan dalam pakan tersebut. Dari sampel yang diamati masih banyak pakan yang mengadung bahan subalan, hal ini akan mengurangi kualitas pakan yang berpengaruh terhadapa kecernaan bahan pakan tersebut yang dapat diuji dengan invitro gas

4.2. Saran

            Adapun saran penulis untuk praktikum evaluasi pakan adalah dalam pelaksanaan praktikum sesuai dengan waktu yang ditentukan dan lebih memanfaaatkan waktu sehingga praktikum dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya




DAFTAR PUSTAKA


Abu S., 2009. Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum.Fakultas Peternakan Universitas.Jambi

Agus, A. 2007. Membuat Pakan Ternak Secara Mandiri. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta

Alamsyah, R. 2002. Pengolahan Pakan Ayam Dan Ikan Secara Modern. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Amrullah. 2003. Bahan Pakan Dan Ransum Ternak Unggas. Penerbit Eka Offset. Semarang.
Anggorodi. 2007. Sampling  Bahan Pakan Dan Control Kualitas. Ayam Dan Telur

Anita. 2013. Pengamatan Macam-Macam Bahan Pakan Kering Ternak. Gajah Mada University.Yogyakarta

Antonio. A. 2001. Bahan Pemalsuan Pakan. Erlangga.Yogjakarta.

Arikunto, S., 2001, Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktik, Jakarta:

Axe , D.E.2000. Factors Affecting Unifornity Of Amix. Mallinderoat Feed Ingeredents: Mundelein IL.

Bates, L. 2003. Microscopy: Fast QA To Characteristics Raw Materials. Feed International, October 2003:28-29.

Belewu MA, AR. Asafa, FO. Ogunleke. 2008. Processing Of Feather Meal By Solid State Fermentation. Journal Of Biotechnology 7(3): 589-591.

Blümmel, M., And Orskov, E.R. (2000) Comparison Of In-Vitro Gas Production And Nylon Bag Degradability Roughages In Prediction Of Feed Intake In Cattle. Animal Feed Science And Technology 40: 109-229.

Buckle. 2000. Purchasing And Receiving Operation Step 1 In Feed Quality And Mill Profits. Feed And Feeding Digest. May 15 Vol. 54 (2).

Buckle. 2000. Purchasing And Receiving Operation Step 1 In Feed Quality And Mill Profits. Feed And Feeding Digest. May 15 Vol. 54 (2).

Champagne, Elaine T. 2004. RICE: Chemistry And Technology. American Association Of Cereal Chemists Inc. St.Paul, Minnesota, USA.

Damayanthi,  E.,  L.T.  Tjing,  Dan  L.  Arbianto.    2006.    Rice  Bran.  Penebar  Plus,  Jakarta.
Damayanthi, Putra.M. 2007. Pengolahan Limbah Pertanian Untuk Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta

Daryatmo, J. 2002. Manajemen Penyimpanan Pakan Konsentrat. Poultry   Indonesia Edisi Ilmiah Populer, Jakarta.

Fairfied, I. 2003. Histologische And Histochemische Untersuchung Des Skelettmuskelgewebes. Dalam Brancheid, W., Honikel, K.O., Lengerken, G., Troeger, K. (Eds.), QualitƤt Von Fleisch Und Fleischwaren Band 2. Deutscher Fachverlag, Frankfurt Am Mainz.

Fairfield D.C. 2003. Purchasing And Receiving Operation Step 1 In Feed Quality And Mill Profits. Feed And Feeding Digest. Vol. 54 (2)

Fathul, F., & S. Wajizah. 2010. Penambahan Mikromineral Mn Dan Cu Dalam Ransum Terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba Secara In Vitro. JITV. 15(1): 9-15.

Friendson.  J  (2010).Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum. Yudistira. Jakarta

GIPSA. 2001. Grain Sampling Procedures. USDA, GIPSA Technical Service Division. Kansas City.

Hadipernata,  M.  2007.  Mengolah  Dedak Menjadi  Minyak  (Rice  Bran   Oil).   Warta   Penelitian   Dan   Pengembangan  Pertanian.    ISSN  0216-­4427  Vol  29  No  4  Hal  8-­10.

Handaka, 2008.   Produksi   Makanan   Ternak Tropik. Fakultas   Peternakan: Universitas Gadjah Mada.

Hanmoungjai  P.,  DL  Pyle  Dan  K  Niranjan.    2002.  Enzyme-­Assisted   Water-­Extraction   Of   Oil   And   Protein   From  Rice   Bran.   Journal   Of   Chemical   Technology   And  Biotechnology.

Harjanto, K. 2005. Pengaruh Penambanhan Probiotik Bio H+ Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Ransum Sapi PFH Jantan. (Tidak Dipublikasi). Fakultas Pertanian UNS. Surakarta

Herrman, T. 2001. Sampling: Procedure For Feed. MF2036. Kansas State University Research And Extension, Manhattan

Hidayati, H. 2006. Karakterisasi Standar Mikroskopis Bahan Pakan Sumber Energi (Jagung Giling, Dedak Padi, Dan Pollard) Sebagai Metode Alternatif Pengujian Kualitas Bahan Pakan. Program Studi Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iskandar S, A.P.Sinurat, B.Trisnamurtidana.Bamualim. 2008.Bungkil Sawit Potensial Untuk Pakan Ternak. Warta Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.30:16–17.

Jaelani, Achmad, DKK. 2007. “ Kualitas Sifat Fisik Dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit Dari Berbagai Proses Pengolahan Trude Palm Oil (CPO). Jurnal AL-Ulum Vol. 33 No. 3.Jakarta.

Jayanegara, A. & A. Sofyan. 2008. Penentuan Aktifi Tas Biologis Tannin Beberapa Hijauan Secara In Vitro Menggunakan ‘Hohenheim Gas Test’ Dengan Polietilen Glikol Sebagai Determinan. Med. Pet. 31: 44-52.

Jowaman & Sarote,2000. The Effect Of Diet Particle Size On Feed Animal Performance. National Renderer Association US Feed Grains Council. Bangkok

Jowaman & Sarote,2000. The Effect Of Diet Particle Size On Feed Animal Performance. National Renderer Association US Feed Grains Council. Bangkok.

Khajaren. S. 2007. Sampling Plans, Sample Collection, Shipment, And Preparation For Analysis, P. 25-49. Dalam Vanderzant, C. Dan Splittstoesser, D.F. (Eds.), Compendium Of Methods For The Microbiological Examination Of Foods. American Public Health Association, Washington.

Koch, K. 2002. Hammer Mills And Roller Mills. MF2048. Kansas State University Research And Extension, Manhattan

Koch, K. 2002. Hammer Millsand Roller Mills. MF2048. Kansas State University Research And Extension, Manhattan.

Kurniawati. 2005. Kontrol Kualitas Bahan Baku Dan Produk Akhir Di Pt Siba Prima Utama Feedmill Karanganyar Solo. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Kurniawati.A, Teknik Produksi Gas In-Vitro  Untuk Evaluasi Pakan Ternak :  Volume Produksi Gas Dan Kecernaan Bahan Pakan. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi ,Vol. 3  No. 1. Batan, Jakarta

Margono, 2004, Metodologi Penelitian Pendidika, Jakarta: Rineka Cipta.

Parning, M. 2000. Penuntun Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum. Yudhistira. Erlangga.

Plumstead, P.W. And J. Brake. 2003. Sampling For Confidence And Profit. Feed Management, February 2003:21-23
Putrawan,I.D.G.A.,Dant.H.Soerawidjaja. 2007. Stabilisasi Dedak Padi Melalui Ekstrusif. Jurnal Teknik Kimia Indonesia.6 (3);681-68.

Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-24. Penebar Swadaya,

Rasyaf, M. 2007. Beternak Unggas Komersil. Penerbit Kasinus. Jakarta.

Rikmawati, W. 2005. Pengaruh Subtitusi Tepung Ikan Impor Dengan Corn Gluten Meal

Riswandi, Muhakka, M. Lehan.2015. Evaluasi Nilai Kecernaan Secara In Vitro Ransum Ternak Sapi Bali Yang Disuplementasi Dengan Probiotik Bioplus . Jurnal Peternakan Sriwijaya. Vol. 4, No. 1.Palembang

Rohaeni,E.S.,A.Subhan Dana.Darmawan. 2006. Kajian Penggunaan Pakan Lengkap Dengan Memanfaatkan Janggel Jagung Terhadap Pertumbuhan Sapi. Pros. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Pontianak, 9 – 10 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 185 – 192.

Rukmini,   C.   2000.   Chemical,   Nutritional   And   Toxicological  Studies   Of   Rice   Bran   Oil.  Food   Chemistry.  Vol.30.  257-­268.

Santoso,U. 2012. Sampling Dan Preparasi Sampel (Sampling And Sample Preparation) Universitas Gajah Mada

Santoso. 2007. Microscopy : Fast QA To Characteristics Raw Marerials. Feed MF2050. Kansas State University Reseach And Extension. Manhattan Mill Profits.

Sarwono. 2007. Teknik Pengendalian KEAMANAN Bahan Baku Dan Pakan
Sembiring.2001. Pengolahan Ayam Dan Ikan Secara Modern. Penebar Swadaya,  Jakarta.

Siregar, S. 2001. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak. Angkasa. Bandung.

Siregar. S. 2006. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University

Soebarinoto, S. Chuzaemi, Dan Mashudi. 2000. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak, Universitas Brawijaya Malang.

Soekardi. 2001. Bahan Makanan Ternak. Universitas Brawijaya. Malang

Sugiyono, 2001, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta

Suhartono Et Al.,, B. 2003. Penggunaan Complete Feed Berbasis Tongkol Jagung Fermentasi Pada Sapi Australian Commercial Cross Terhadap Konsumsi Nutrien, Pertambahan Bobot Badan Dan Kualitas Karkas. Tesis. Pascasarjana Ilmu Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Utomo

Suhayati. 2010. Jaminan Mutu Pakan Ternak. Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak, Bogor.

Suparjo, Ir. 2008. Pengawasan Mutu Pada Pabrik Pakan Ternak. Laboratorium Makanan Ternak. Universitas Negeri Jambi.

Sutardi, T.  2000. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid II.  Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriyati, D. Yulistiani, E. Wina, H. Hamid & B. Haryanto. 2000. Pengaruh Suplemementasi Zn, Cu, Dan Mo Anorganik Dan Organik Terhadap Kecernaan  Secara In Vitro. JITV 5: 3237

Suyadi, Afdal.M, Latief.A.2009.  Pengaruh Penggantian Rumput Dengan Pelepah Sawit  Ditinjau Dari Segi Kecernaan Dan  Fermentabilitas  Secara In Vitro Gas. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Februari, 2009, Vol. XII.  No.1. Fakultas  Peternakan, Universitas Jambi, Jambi 

Syamsu, J. A. 2002. Pengaruh Waktu Penyimpanan Dan Jenis Kemasan Terhadap Kualitas Dedak Padi. Buletin Nutrisi Dan Makanan Ternak Vol 1(2) : 75-83.

Yuliastanti, Anna. 2001. Uji Sifat Fisik Ransum Ayam Broiler Starter Bentuk Mash, Pallet Dan Crumble Selama Penyimpanan Enam Minggu.

Yulistiani, D. 2010. Fermentasi Tongkol Jagung (Kecernaan >50%) Dalam Ransum Komplit Domba Komposit Sumatera Dengan Laju Pertumbuhan >125 Gram/Hari. Program Insentif Riset Terapan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Yusmadi. 2008. Kajian Mutu Dan Palatabilitas Silase Dan Hay Ransum Komplit Berbasis Sampah Organik Primer Pada Kambing PE.Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Zakariah M. A. 2012. Buku Ajar Uji Kontrol Kualitas Bahan Pakan Di Indonesia. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Bagian Nutrisi Dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Zakariah M. A. 2012. Buku Ajar Uji Kontrol Kualitas Bahan Pakan Di Indonesia. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Bagian Nutrisi Dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.




























































 



 

1 komentar:

GIFTBOUQUET.JBI

guysss yang cari hadiah untuk wedding, graduation, birthday, anniversary, ataupun moment lainya bisa order di goftbouquet.jbi yaa kepoin in...