BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Swasembada daging sapi sebagai program pemerintah
merupakan kemampuan pemerintah sebagai regulator menyediakan 90 persen dari
total kebutuhan daging sapi lokal didalam negeri sedangkan 10 persen sisanya
berasal dari pasokan dari luar negeri berupa impor sapi bakalan dan impor
daging.
Keinginan berswasembada daging sapi sudah dimulai
sejak tahun 1999/2000 karena keprihatinan terhadap pertumbuhan ternak besar
yang rendah dan impor daging sapi yang tinggi. Namun, hal ini belum
ditindaklanjuti dengan formulasi program terstruktur dan sistematis serta masih
sebatas wacana dan jargon-jargon pembangunan semata.
Memasuki era reformasi, program swasembada daging
sapi telah dirancang tiga kali, yaitu pada tahun 2005, 2010, dan 2011. Dua
program sebelumnya pada tahun 2005 dan 2010 tidak berhasil mencapai tujuan dan sasarannya.
Oleh karena itu, Program pencapaian swasembada daging sapi (PSDS) 2014 ini
merupakan tindak lanjut program swasembada daging yang pernah dicanangkan pada
tahun 2005 dan 2010.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diaatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan Swasembada
daging sapi?
2.
Manfaat dengan adanya Swasembada
daging sapi?
3.
Tujuan dari Swasembada daging sapi?
4.
Hambatan dari Swasembada daging
sapi?
5.
Kebijakan dan strategi yang
dilakukan untuk Swasembada daging sapi?
6.
Efek dari Kebijakan dan strategi
yang dilakukan untuk Swasembada daging sapi?
1.3.
Tujuan Pembahasan
Tujuannya nya adalah Agar dapat mengerti dengan Swasembada daging sapi
serta yang bersangkutan dengan Swasembada daging sapi baik manfaat, tujuan,
Kebijakan dan strategi dan efek yang ditimnulkan dari Kebijakan dan strategi
Swasembada daging sapi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Swasembada Daging Sapi 2014
Daging merupakan
pangan yang bernilai gizi tinggi penting dalam peningkatan sumber daya manusia.
Sub sektor peternakan merukan penyumbang utama untuk penyedia pangan bergizi
tinggi seperti daging, telur dan susu. Selain penyedia pangan sub sektor
peternakan juga sangat berperan dalam peningkatan lapangan pekerjaan baik di
sektor input produksi, budidaya, dan sektor jasa lainnya serta peningkatan
pendapatan petani.
Ketergantungan sapi bibit impor
untuk meningkatkatkan populasi dalam negeri akan sangat berbahaya ketika
permintaan daging semakin meningkat, akibatnya sapi untuk tujuan pembibitan
dipotong demi memenuhi permintaan pasar atau konsumen. Oleh karena itu,
ketahanan pangan dan swasembada pangan harus menjadi sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan untuk mempertahankan kehidupan.
Sebagai negara dengan jumlah
penduduk yang besar kemandirian pangan menjadi sangat penting. Oleh karena
pentingnya pangan maka negara-negara maju maupun berkembang sangat konsen untuk
meningkatkan ketahanan pangannya tidak salah kiranya sebuah ungkapan dari
preseiden Amerika, Hendry Kissinger yang mengatakan “ control oil and you control the nation, control food and you control
the people”. Pepatah Arab juga mengatakan “Negara yang kaya ternak tidak akan pernah miskin, negara yang miskin
ternak tidak akan pernah kaya” (Capambel dan Laslai).
Swasembada daging sapi telah
direncanakan sejak tahun 2000 tetapi belum bisa terealisasi hingga tahun 2014.
Pada tahun 2010, ditetapkan lima program utama program swasembada daging sapi
tahun 2014 yaitu penyediaan bakalan sapi, peningkatan produktivitas dan
reproduktivitas ternak sapi lokal, pencegahan pemotongan sapi betina produktif,
penyediaan bibit sapi, dan pengaturan stok daging sapi dalam negeri.
Menurut UU Nomor 7 tahun 1996
tentang pangan, swasembada memiliki pengertian kemampuan negara dalam menjamin
terwujudnya kemampuan pangan yang dihasilkan dari produksi dalam negeri.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka swasembada daging sapi memiliki arti satu
upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis
sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong.
Swasembada daging sapi 2014 adalah upaya pemenuhan kebutuhan daging
sapi dalam negeri sendiri dan ditujukan untuk semua elemen masyarakat,
pemerintah, maupun swasta. tujuan pemerintah dalam swasembada daging adalah
peternakan Indonesia mampu mencukupi sampai 90% sapi dalam negeri, sementara
pemenuhan dari impor hanya sekitar 10%.
Tujuan dari swasembada daging sapi untuk mewujudkan ketahanan pangan
hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong.
Hambatan program swasembada daging sapi 2014 yang menjadi permasalahan dalam
pelaksanaanya antara lain :
1.
Sistem perdagangan yang belum tertata dengan baik
Sistem perdagangan daging yang belum
tertata baik menyebabkan harga daging dalam negeri lebih mahal dibanding harga
daging impor. Banyaknya perantara dari RPH ke pedagang di pasaran menyebabkan
banyak juga uang fee yang harus dikeluarkan setiap tangan untuk
mendistribusikan daging ke pengecer akhir. Biaya yang dikeluarkan apabila
dihitung untuk mengirim daging dari wilayah Jawa ke Sumatra lebih besar
dibanding dengan mengimpor daging atau sapi untuk penggemukan dari negara luar.
Alasannya dalam melakukan impor,
tidak banyak melibatkan banyak pihak sehingga uang ‘jalan” pun tidak banyak
dikeluarkan. Setiap pengangkutan daging ke wilayah-wilayah di Indonesia, harus
membayar uang keamaan baik di pelabuhan, dijalan kepada preman maupun aparat kepolisian.
Sifat tamak ini tidak akan pernah berkurang jika sistem perdagangan dan
sistem-sistem terkait belum ditata dengan baik.
2.
Keterbatasan informasi para peternak dan peran
penyuluh yang kurang aktif
Kurang pahamnya para peternak
tentang program swasembada daging menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
belum terealisasinya program pemerintah ini. Peternak secara tidak langsung
tidak memperhatikan sapi produktif atau tidak produktif, yang mereka jual
ketika demand daging sapi di pasaran melonjak. Peternak hanya memikirkan
keuntungan yang didapat tanpa berpikir dampaknya bagi ketersediaan populasi
sapi yang ada.
Faktor lain yang menjadi akar
permasalahan adalah kurang aktifnya penyuluh lapangan dalam menyampaikan
informasi kepada para peternak. Penyuluh dalam hal ini bisa para mahasiswa
peternakan yang langsung turun ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan.
Apabila para penyuluh peternakan pemerintahan aktif untuk terjun ke lapangan
dan membina para peternak, dapat dipastikan para peternak akan berpikir ulang
untuk menjual sapi betina produktif mereka untuk dipotong.
Mereka akan memiliki persediaan sapi
jantan yang siap dipotong jika pengelolaan peternakan mereka dibantu dan
dibimbing oleh penyuluh peternakan. Indonesia bisa menjadi produsen daging dan
pengekspor ternak dengan syarat memperbarui teknologi pembibitan ternak
dikalangan para peternak kecil dan industri.
3.
Akses transportasi yang sulit
Masalah transportasi merupakan
masalah massal untuk semua sektor bidang terutama terkait pasokan ke daerah-daerah
yang membutuhkan trasnportasi yang memadai dan sarana prasarana yang mendukung.
Hal Ini menunjukan buruknya infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan
Indonesia. Armada laut, darat dan udara memiliki peran yang penting dalam
membawa sapi maupun daging dari daerah yang surplus produksi. Hal tersebut
dapat menekan biaya distribusi apabila dilakukan pengangkutan melalui tiga
jalur. Harga daging di daerah NTT dan sekitarnya cukup murah, tetapi jadi lebih
mahal akibat masalah di dalam pendistribusian. Baik dari individunya maupun
fasilitas yang kurang memadai.
Pengadaan kapal khusus ternak yang
rencananya akan dikeluarkan maret lalu ternyata terhambat akibat masalah yang
klasik yaitu “ANGGARAN”. Sistem birokrasi yang berbelit-belit membuat anggaran
dan perijinan yang semestinya harus cepat dikeluarkan malah dihambat. Sudah
menjadi budaya di Indonesia, proyek tanpa “UANG LELAH” akan dipersulit.
4.
Biaya pakan yang tinggi akibat kartel pakan pabrik
Biaya pakan yang tinggi merupakan
salah satu penyebab kelangkaan daging sapi. Peternak-peternak kecil hanya mampu
memelihara 2-3 ekor sapi saja akibat harga pakan yang melambung tinggi. Pakan
memang menjadi pengeluaran utama dalam peternakan. Asumsi untuk pakan hampir 70
% dari total biaya untuk beternak.
Peternakan skala industri tentu
tidak merasakan dampak yang demikian, mereka memproduksi pakan untuk dijual
maupun digunakan untuk industri mereka sendiri. Otomatis mereka dapat memainkan
harga pakan jika pasokan sapi maupun daging sapi mulai langka dan harga yang
rendah. Sehingga mereka dapat memonopoli harga pakan di pasaran.
Peternak-peternak sebenarnya dapat
mengatasi masalah pakan yang mahal dengan membuat formulasi ransum pakan
sendiri. Bahan-bahannya pun didapat dari limbah pertanian disekitar mereka.
Inilah salah satu peran penting para penyuluh pertanian dan peternakan. Peran
mahasiswa peternakan juga sangat dibutuhkan dalam hal ini. Mereka harusnya
dapat membina para peternak yang kurang memiliki pengetahuan akan kombinasi
pakan ternak. Melalui pengetahuan yang mereka miliki tentang formulasi ransum,
dapat mengatasi masalah harga pakan yang meroket.
5.
Program pemerintah yang masih menyulitkan dan belum
pro peternak kecil
Pemerintah memiliki beberapa program
kredit yang bisa dimanfaatkan para peternak, di antaranya Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), maupun Penguatan
Modal Usaha Kelompok (PMUK). Program yang diberikan pemerintah selama ini yang
untuk usaha pembibitan dan budidaya ternak seperti pinjaman modal dan kredit
hanya menguntungkan pengusaha–pengusaha besar. Pengusaha-pengusaha mampu
membayar cicilan dengan tingkat bunga yang besar, sedangkan para peternak
kecil, merasa keberatan dengan tingkat bunga yang ditawarkan. Hal ini tentu
membuat jurang pemisah antara peternak kecil dan peternak besar semakin lebar.
Tingkat bunga yang besar, akan
sangat memberatkan para peternak kecil sebab mereka juga harus memikirkan biaya
operasional setiap hari unutuk ternak mereka. Prosedur yang kurang dimengerti peternak
kecil untuk mengajukan program tersebut juga menjadi salah satu penyebab hal
tersebut. Harusnya perbankan lebih memudahkan dalam hal peminjaman modal kepada
peternak-peternak kecil dengan sistem bunga menurun. Apabila dipermudah tentu
peminjaman juga akan mengalami kenaikan dan omset dari bank juga akan mengalami
kenaikan. Penggalakan kembali KUD harus digalakkan kembali, karena KUD biasanya
memberikan pinjaman barang penunjang sarana peternakan.
Faktor-faktor penghambat swasembada
daging tahun 2014 di atas merupakan PR yang berat bagi pemerintah jika tidak
ditangani secara serius dan sungguh-sungguh. Langkah pemerintah sekarang untuk
membeli lahan di wilayah Australia dinilai cukup efektif. Alasannya, selain
lebih efisien, terutama untuk pengembangbiakan sapi atau breeding dimana
biayanya jauh lebih murah di Australia ketimbang Indonesia. Sapi-sapi tersebut
nantinya setelah dibiakkan akan diboyong kembali ke Indonesia untuk proses
penggemukan.
Pemerintah diharapkan dapat menggaet
para akademisi, mahasiswa dalam pencapaian program swasembada daging 2014.
Mahasiswa merupakan agen of control dalam suatu kebijakan sehingga diharapkan
kebijakan yang baik ini dapat berjalan dengan baik jika ada kontrol yang ketat
dari para mahasiswa. Para pemangku kepentingan juga diharapkan dapat duduk
bersama-sama dan bersinergi dalam mewujudkan program swasembada daging.
Manfaat
swasembada daging sapi adalah Dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan peternak, penyerapan tenaga kerja baru, penghematan devisa negara,optimalisasi
pemanfaatan potensi ternak sapi lokal, dan makin meningkatnya peyediaan daging
sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga
ketenteraman lebih terjamin
2.2. Kebijakan
dan Strategi Swasembada Daging Sapi 2014
Berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian No. 19/ Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Program
Swasembada Daging tahun 2014, telah dirumuskan dan dilaksanakan berbagai sub
program untuk mencapai program swasembada daging sapi tersebut.
Dalam blu print program swsembada daging sapi tahun 2014 yang sudah di
revisi tahun 2012 maka beberapa program yang akan dilakukan untuk mencapai
swasembada adalah penyediaan bakalan sapi dan kerbau, peningkatan produktivitas
dan reproduktivitas sapi lokal, pengendalian sapi/kerbau betina produktif,
penyediaan bibit sapi/kerbau lokal dan pengaturan stock daging sapi/kerbau
dalam negeri. Untuk lebih jelas masing-masing program tersebut didukung oleh
kegiatan-kegiatan teknis sebagaimana diuraikan dibawah ini :
·
Penyediaan
Bakalan/Daging Sapi/Kerbau Lokal
1. Pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi/kerbau lokal
Kegiatan ini ditargetkan untuk meningkatkan populasi
ternak sapi/kerbau dan produksi daging, melalui pelaksanaan kegiatan
operasional sebagai berikut:
i.
Pengembangan usaha penggemukan atau tunda potong
sapi/kerbau lokal dan sapi persilangan (IB) melalui penguatan modal usaha
kelompok peternak, dengan cara memberikan fasilitas kredit murah maupun
pemberian modal abadi (dalam bentuk bantuan sosial) dari pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, atau pemerintah daerah kepada kelompok peternak yang
dipilih berdasarkan kriteria tertentu.
ii.
Peningkatan usaha agribisnis sapi potong dan kerbau
untuk usaha penggemukan sekaligus mempercepat peningkatan populasi ternak melalui
Sarjana Membangun Desa (SMD), dengan cara pemberian kredit murah jangka panjang
dan atau modal abadi (dalam bentuk bantuan sosial) dari pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, atau pemerintah daerah kepada kelompok peternak yang
dimotori oleh peternak berpendidikan minimal sarjana/D3 Peternakan/Keswan yang
dipilih berdasarkan kriteria tertentu.
2. Pengembangan pupuk organik dan biogas
Dalam rangka meningkatkan
pengembangan usaha penggemukan sapi lokal dan atau sapi persilangan (IB)
melalui pola Kereman, kegiatan ini
ditargetkan untuk menghasilkan pupuk organik dan biogas melalui kegiatan
operasional sebagai berikut :
i.
Pengembangan pupuk organik dan jaringan pemasaran,
dengan cara:
ii.
Pemberian bantuan dana untuk membangun rumah kompos
(bangunan penyimpan kotoran ternak untuk diproses lebih lanjut) beserta semua
perangkatnya di kelompok serta untuk pengadaan ternak.
iii.
Pemberian pelatihan manajemen dan organisasi bagi
kelompok peternak pengelola rumah kompos, beserta pelatihan usaha agribisnis
sapi potong berbasis sumberdaya lokal.
iv.
Fasilitasi promosi dan pengembangan jaringan pemasaran
kompos dan tata-niaga ternak.
3. Pembangunan instalasi biogas untuk penyediaan energi
alternatif di pedesaan, dengan cara:
i.
Pemberian bantuan dana untuk membangun instalasi
biogas beserta seluruh perangkat penunjangnya di kelompok peternak yang
populasinya memiliki jumlah minimal tertentu dan secara fisik lokasi kandangnya
berkelompok.
ii.
Pemberian
pelatihan dalam pemanfaatan biogas secara optimal bagi anggota kelompok peternak.
·
Pengembangan
integrasi ternak ruminansia
Kegiatan pengembangan integrasi
ternak ruminansia ditargetkan untuk memberikan nilai tambah bagi pengembangan
usaha budidaya tanaman, sekaligus meningkatkan populasi ternak sapi melalui
kegiatan operasional sebagai berikut :
1.
Integrasi ternak ruminansia untuk usaha pembiakan
dan penggemukan, dengan cara:
a.
Koordinasi dengan instansi terkait (Disnak/Disbun,
Ditjenbun, Ditjen Tanaman Pangan).
b.
Fasilitasi pengadaan ternak dan sarana prasarana pendukung (pengolah
pakan) untuk kelompok peternak/pekebun.
2.
Pengembangan teknologi
alat mesin pengolah pakan dan litbang pakan alternatif (limbah
agro-industri)
3.
Integrasi ternak sapi potong melalui program CSR/kemitraan
dan pemanfaatan lahan kehutanan.
a.
Sosialisasi dan koordinasi dengan pihak terkait (perkebunan
kelapa sawit besar dan BUMN/PTP perusahaan pertambangan, Kementerian Kehutanan,
Disnak/Disbun dll).
b.
Fasilitasi kerjasama antara Pemda dengan perusahaan
perkebunan.
c.
Fasilitasi kelompok untuk pemanfaatan lahan kehutanan.
·
Peningkatan jumlah dan kualitas Rumah Potong Hewan (RPH)
Peningkatan kualitas RPH ditargetkan untuk penerapan
hygiene dan sanitasi di RPH dalam upaya penyediaan pangan asal ternak yang ASUH
(Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).
Dengan kegiatan ini diharapkan akan terwujud 35 RPH di 20
provinsi yang memenuhi standar internasional. Kegiatan ini diharapkan dapat
memudahkan pencegahan pemotongan sapi betina produktif. Adapun pelaksanaan
kegiatan operasionalnya meliputi :
1.
Pembangunan RPH baru di provinsi yang memiliki potensi
dalam usaha pemotongan hewan namun belum memiliki fasilitas RPH yang memenuhi
persyaratan teknis hygiene-sanitasi dengan cara:
a.
Pembangunan RPH baru yang memenuhi persyaratan teknis
hygiene-sanitasi dan kesejahteraan hewan, baik dari aspek lokasi, prasarana
jalan dan air bersih, bangunan, dan peralatan.
b.
Penyiapan Sumberdaya Manusia RPH yang terampil dan
terlatih.
c.
Peningkatan kemampuan pengelola RPH dalam menerapkan
manajemen RPH sebagai sarana pelayanan masyarakat untuk menghasilkan produk
yang ASUH.
2.
Renovasi RPH
yang sudah ada dengan cara:
a.
Fasilitasi
perbaikan bangunan dan/atau peralatan RPH sehingga mampu menerapkan praktek hygiene-sanitasi dan kesejahteraan hewan.
b.
Pembinaan pelayanan teknis kesmavet di RPH.
c.
Penatalaksanaan manajemen dan
operasional RPH yang mengacu kepada
prinsip sistem jaminan keamanan dan kehalalan pangan.
·
Peningkatan
Produktivitas dan Reproduktivitas Ternak Sapi Lokal
1.
Optimalisai IB (Inseminasi Buatan) dan InKA (Indukan
Kawin Alam)
2. Kegiatan ini
ditargetkan untuk meningkatkan jumlah kelahiran melalui teknologi IB dan InKA,
dengan melaksanakan kegiatan operasional sebagai berikut:
a.
Penguatan SDM dan Kelembagaan IB
1)
Pengembangan SPIB
2)
Pemberdayaan Pos IB atau Puskeswan
3)
Pelatihan Petugas Teknis IB (Inseminator, PKB, ATR
dll)
b.
Pengadaan sarana dan prasarana IB
1)
Pengadaan bahan dan alat IB
2)
Pengadaan sarana distribusi semen beku
3)
Pengadaan sarana transportasi (Roda -2)
c.
Sinkronisasi Birahi dan Kelahiran ganda
1)
Pemeriksaan status reproduksi akseptor
2)
Pengadaan bahan dan alat sinkronisasi
3)
Penyerempakan birahi
4)
IB dan TE
5)
PKB
6)
Panen pedet hasil sinkronisasi dan kelahiran ganda
d.
Fasilitasi produksi semen sapi lokal dan kerbau di
BIBD
1)
Penguatan kelembagaan InKA
2)
Workshop InKA
3)
Pelatihan petugas InKA
4)
Optimalisasi InKA
e.
Pengadaan dan distribusi pejantan pemacek
3.
Penyediaan dan
pengembangan pakan dan air
a.
Kegiatan ini ditargetkan
untuk dapat memenuhi kebutuhan air minum dan pakan pada saat musim kering,
seiring dengan peningkatan jumlah ternak sapi, dengan melaksanakan kegiatan
operasional sebagai berikut:
b.
Penyediaan hijauan pakan berkualitas
1)
Pengembangan sumber benih/bibit Hijauan Pakan Ternak
(HPT)
2)
Gerakan pengembangan pakan berkualitas (Gerbangpatas)
3)
Penguatan dan pengembangan serta
perluasan areal padang penggembalaan
4)
Perluasan areal
kebun HPT
c.
Aplikasi teknologi dan pengembangan industri pakan
ruminansia.
1)
Pengembangan unit pengolah pakan (UPP)
2)
Pengembangan lumbung pakan (feed bank)
d.
Bimbingan teknologi pakan
1)
Pengembangan kualitas SDM pakan
2)
Pengembangan laboratorium pakan daerah
4.
Penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan
pelayanan kesehatan hewan
5.
Kegiatan ini ditargetkan untuk mengurangi tingkat
kegagalan reproduksi sapi betina produktif yang telah dikawini/diinseminasi,
dengan melaksanakan kegiatan operasional sebagai berikut:
a.
Penanggulangan gangguan reproduksi, dengan cara:
1)
Pemeriksaan akseptor terhadap status penyakit Brucellosis (khusus di daerah yang belum
bebas Brucellosis);
2)
Peningkatan kualitas SDM yang menangani penyakit
reproduksi;
3)
Pengadaan obat-obatan dan hormonal;
4)
Penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi;
5)
Monitoring, evaluasi, dan pelaporan.
b.
Peningkatan pelayanan kesehatan hewan, dengan cara:
1)
Pembangunan pusat kesehatan hewan di wilayah padat
ternak.
2)
Pemeriksaan, identifikasi, dan pemetaan kasus parasit
internal dan kematian pedet.
3)
Pengadaan obat-obatan parasit internal, terapi
antibiotika, dan penambah daya tahan.
4)
Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
·
Pengendalian Sapi/Kerbau Betina Produktif
1.
Pengendalian Sapi/Kerbau Betina Produktif
a. Kegiatan ini
ditargetkan untuk mencegah pemotongan sapi/kerbau betina produktif sekaligus
memperbaiki produktivitasnya melalui penyelamatan dan pemberian insentif
sapi/kerbau betina produktif dengan kegiatan operasional sebagai berikut :
b.
Fasilitasi pemberian insentif untuk menyelamatkan sapi/kerbau betina bunting.
c.
Fasilitasi untuk menyelamatkan dan menjaring
sapi/kerbau betina produktif.
d.
Pembinaan kelompok peternak yang sudah mengembangkan sapi betina produktif dan
kelompok peternak pembibit.
2.
Penyediaan Bibit Sapi/Kerbau Lokal
a.
Kegiatan ini ditargetkan
untuk meningkatkan jaminan ketersediaan benih dan bibit sapi/kerbau yang
berkualitas dalam rangka memenuhi kebutuhan sapi potong dan kerbau lokal
sehingga produksi daging di dalam negeri dapat meningkat dan mencukupi
kebutuhan sebagian besar daging sapi/kerbau, melalui pelaksanaan kegiatan
operasional.
3.
Penguatan kelembagaan
pembibitan dan wilayah sumber bibit, dengan cara:
a.
Pengembangan pembibitan ternak melalui uji zuriat, uji
performans, manajemen pembibitan terpadu
b.
Penguatan UPT/D pembibitan
dan sinergisme antar UPT/D lingkup
Kementan dalam rangka penyediaan bibit sapi unggul.
c.
Penetapan dan
penguatan wilayah pembibitan.
4.
Pengembangan pembibitan sapi/kerbau di kelompok, dengan
cara:
a.
Penambahan sapi bibit di kelompok peternak.
b.
Pembinaan dan pendampingan kelompok peternak calon pembibit.
c.
Penerapan GBP untuk menghasilkan bibit sesuai standar.
d.
Penyusunan kriteria Village Breeding Centre (VBC)
5.
Pengembangan usaha pembibitan melalui Skim Kredit (KUPS), dengan cara:
a.
Pemetaan daerah (peserta KUPS) yang berpotensi dalam
penyerapan KUPS.
b.
Sosialisasi KUPS di pusat dan daerah
c.
Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan KUPS
d.
Pembinaan, pendampingan dan pengawasan pelaksanaan
KUPS
e.
Identifikasi integrasi program KUPS dan program
SMD/program lainnya
f.
Monitoring dan evaluasi
·
Pengaturan
Stock Daging Sapi/Kerbau Dalam
Negeri
1. Pengaturan stock sapi bakalan dan daging.
a.
Pengaturan stock sapi
bakalan.
2. Kegiatan ini
ditargetkan untuk memberdayakan usaha peternakan sapi potong dan kerbau
berbasis sumber daya lokal, melalui kegiatan
operasional sebagai berikut:
i.
Penerapan regulasi impor sapi bakalan secara benar dan
konsisten.
ii.
Penyusunan regulasi setingkat Peraturan Menteri
tentang pemasukan dan pengeluaran sapi potong dan bibitnya; serta penyusunan
pedoman (SOP) untuk impor sapi bakalan.
iii.
Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor sapi potong
bakalan sesuai dengan paraturan dan perundang-undangan yang ada.
3. Pembinaan
kepada perusahaan feedlot agar mengkonversi usahanya menjadi perusahaan
penggemukan berbasis sapi lokal atau menjadi perusahaan pembibitan secara
bertahap.
4. Revitalisasi
sistem karantina hewan terkait dengan impor bibit dan sapi bakalan yang sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
a.
Pengaturan stock
daging.
5. Kegiatan
operasional ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk daging lokal,
melalui kegiatan operasional :
i.
Penyempurnaan dan penegakan Peraturan Menteri
Pertanian tentang pemasukan daging yang terjamin ASUH.
ii.
Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor daging sesuai
dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
iii.
Pembinaan kepada importir dan distributor daging agar
mendukung pengembangan perdagangan daging
sapi lokal.
iv.
Pengembangan klasifikasi potongan daging sapi lokal
hasil penggemukan.
v.
Revitalisasi RPH dalam rangka menghasilkan daging yang
berkualitas setara daging impor.
6. Pengaturan distribusi dan
pemasaran sapi/kerbau dan daging
a.
Pengaturan distribusi dan
pemasaran sapi.
7.
Kegiatan ini ditargetkan untuk menjamin ketersediaan
sapi di dalam negeri dan menjaga stabilitas harga sapi, melalui kegiatan
operasional sebagai berikut:
i.
Penetapan pengeluaran dan pemasukan sapi untuk
keperluan bibit maupun pengembangan sapi antar wilayah oleh pemerintah daerah
melalui koordinasi dengan pemerintah pusat.
ii.
Penyusunan regulasi setingkat Peraturan Menteri
tentang pendistribusian dan pemasaran sapi.
iii.
Pengawasan dan pemantauan kegiatan perdagangan sapi potong antar wilayah, serta
pendistribusian dan pemasarannya.
iv.
Revitalisasi sistem karantina hewan terkait dengan
perdagangan sapi bibit dan sapi bakalan antar wilayah.
b.
Pengaturan distribusi dan
pemasaran daging di dalam negeri.
8.
Kegiatan operasional ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan daging di dalam negeri dan menjaga stabilitas harga
daging, melalui kegiatan operasional :
i.
Peningkatan pengawasan dan pemantauan distribusi daging impor
ii.
Pengendalian distribusi daging impor berdasarkan
kelengkapan fasilitas rantai dingin dari importir sampai ke ritel.
2.3. Efek
dari Kebijakan dan Strategi Swasembada Daging Sapi 2014
Impor masih diperlukan untuk
mendorong terwujudnya swasembada daging sapi 2014. Pemerintah sempat menghentikan
impor sapi dari Australia pada pertengahan tahun ini. Sekalipun peternak
domestik menyambut dengan baik, dampaknya adalah kenaikan harga daging sapi
yang cukup signifikan. Tetapi, ketercukupan akan daging sapi masih belum bisa
dipenuhi dari sapi domestik maka kemudian justru pemerintah menambah kuota
impor daging sapi dari 72.000 ton menjadi 90.000 ton. Penambahan kuota ini
untuk mengamankan kebutuhan akan daging sekaligus untuk mengamankan populasi
ternak sapi domestik.
Persoalannya, penambahan kuota impor
ini dikhawatirkan para peternak akan mempengaruhi harga sapi lokal menjadi
menurun dan ini berpengaruh pada gairah usaha peternakan sapi domestik. Untuk
mengatasi ini maka perlu kejelasan dan pengawasan yang serius dalam pelaksanaan
impor agar tidak berdampak berlebihan pada gairah peternakan sapi domestik.
Paling tidak impor ditujukan untuk kebutuhan segmen masyarakat tertentu dan
terbatas. Dengan demikian maka tidak akan mempengaruhi usaha peternakan sapi
domestik. Sembari impor terbatas tetap dilakukan maka harus juga kembangkan
peternakan sapi secara terprogram dan terarah.
Periode 1997-2001, Indonesia
sempat mengurangi impor sapi bakalan secara signifikan. Hal ini kemudian
diikuti oleh pengurasan sapi domestik sehingga populasi sapi menurun drastis.
Kemudian pada tahun 2002 Indonesia kembali meningkatkan impor sapi bakalan guna
memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi. Pada tahun ini rata-rata impor daging
sapi per bulannya adalah 7.000 ton.
Hal di atas memperlihatkan bahwa
kebutuhan akan daging sapi terus meningkat dan pada tahun 2020 bisa menjadi 3
(tiga) kali lipatnya. Untuk mengantisipasi hal ini maka perlu diupayakan
pengamanan populasi sapi domestik melalui impor sebagai solusi jangka pendek
dan terbatas.
Dari penjelasan diatas sebenarnya
upaya untuk melakukan impor masih dimungkinkan, namun yang harus mendapatkan
penanganan serius adalah bagaimana impor itu dilakukan tepat waktu dan tepat
sasaran. Yang sering menjadi permasalahan adalah impor dilakukan tidak tepat
waktu, sehingga pada saat supply melebihi demand maka harga menjadi lebih murah
dan otomatis merugikan peternak lokal.
Kebijakan ini sebenarnya terkait
dengan keperpihakkan.Apakah pemerintah berpihak penuh ke produsen atau
konsumen? secara akademis seharusnya kebijakan ini win win solution, maksudnya
pasar harus menciptakan surplus produsen dan konsumen, sehingga tidak ada
gejolak yang tinggi terkait harga.Patut diduga jika konsumen yang dirugikan
akibat membeli dengan harga tinggi, diagnosanya tertuju pada produsen (pengimpor)
atau pemerintah (oknum pemain) yang mempengaruhi kebijakan.Proses kebijakan dan
operasionalnya menurut saya tidak berjalan apa adanya, sangat dimungkinkan akan
bias atau sesuai dengan tujuan awal karena ada motif politik dan ekonomi
(mengambil keuntungan).
Jika yang terjadi adalah motif
politik, maka sangat dimungkinkan kebijakan selalu tidak berpihak pada konsumen
atau jika motifnya dal;ah ekonomi, maka konsumen juga menjadi korbanya.Jadi
upaya untuk mengatasi bias kebijakan dan gejolak harga pasar harus
menghilangankan kemungkinan dua motif, yaitu motif politik dan ekonomi.Jika hal
ini tidak hilang atau tetap menjadi karakter kebijakan, bisa dipastikan
permasalahan serupa akan terus berulang dan menjadi beban masyarakat/konsumen.
Lalu, sebenarnya berpihak kepada
siapakah kebijakkan?jika pemerintah berpihak penuh pada produsen (importir) dan
pengambil manfaat kebijkan untuk mensupply kebutuhan keuangan politiknya, maka
apapun bagusnya kebijakan dipastikan akan membunuh masyarakat. Inilah karakter
ekonomi liberal yang berlaku untuk semua sisi aktivitas dan transaksi ekonomi.
Konsumen yang kalah sementera produsen selalu menang bahkan terus menang.Jika
hal ini yang terjadi, maka motif pemabungan untuk kesejahteraan rakyat hanyalah
tertera dalam doukumen tapi tidak menjadi kenyataan.
Kebijakan harus bermotif untuk
welfare dan kebijakan harus menyertakan keinginan dan suara konsumen sehingga
prilaku produsen tidak menekan atau mengambil bagian kesejahateraan
konsumen.Saya menyebutnya sebagai pasar persaudaraan bukan pasar predator atau
kekuasaan.
Jadi tidak perlu marah atau bahkan
saling menyalahkan jika kasus kenaikkan harga atau kelangkaan barang, karena
pada kenyataanya kebijakan dan pemerintah tidak pernah serius untuk berada
membela konsumen dan selalu berlebihan untuk memberikan kekuatan produsen.
Masalahnya sederhana, namun kita selalu rumit untuk menyelesaikan.Ini masalah
mikro tapi pendekatanya selalu makro.Buang muatan politis dan kepentingan
ekonomi. Biarkanlah berjalan apa adanya, walau harus tetap di kontrol jika ada
gejala spikulasi harga.Masalah pemerintah mau serius bekerja atau tidak.
Masalah masalah ini terjadi hampir
disemua sektor baik di pusat atau di daera. Kebijakan dan pelaksanaanya selalu
ditunggangi motif ekonomi dan politik yang over.Jika ini yang terus dan akan
dijadikan motif, maka sejahtera itu hanya ada dilangit bukan di bumi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Program Swasembada Daging Sapi 2014
merupakan tugas seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkannya. Program
swasembada daging ini memiliki nilai strategis guna meningkatkan asupan nutrisi
pangan terutama yang bersumber dari protein hewani, dan memberikan kontribusi
nyata terhadap ketahanan pangan.