BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lamtoro Minaral Blok (LMB)
Lamtoro mineral blok adalah pakan suplemen tambahan yang bertujuan untuk
menyediakan pakan suplemen mineral dan nitrogen yang murah bagi ternak
ruminansia. Untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang optimal, ternak
membutuhkan asupan nutrien yang lengkap dan seimbang. Defisiensi dan tidak
keseimbangan nutrient akan meneyebabkan gangguan metabolisme, pertumbuhan dan
produksi. Karbohidrat protein dan mineral merupakan nutrien yang berperan
penting dalam menunjang pertumbuhan dan produksi ternak. Pemenuhan kebutuhan
nutrien tersebut bagi ternak ruminansia
umunya berasal dari rumput alam ataupun limbah pertanian yang rendah
kualitasnya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan ternak. Daun ubi kayu, dan
daun leguminosa seperti daun lamtoro, daun gamal, daun sengon mengandung
protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput alam karena itu dapat
digunakan sebagai komponen penyusun pakan bagi terna ruminansia
Silase
Salah satu kendala pada peternakan ruminansia adalah
ketersediaan pakan kasar. Ketersediaan pakan kasar berkualitas bagi ternak
ruminansia di Indonesia sangatlah fluktuatif. Pada musim hujan, hijauan
berproduksi tinggi sehingga melimpah. Sedangkan pada musim kemarau, hijauan merupakan
pakan yang sulit didapat. Salah satu
cara untuk mengawetkan hijauan adalah dengan membuat silase. Silase adalah hijauan yang telah mengalami fermentasi didalam silo
secara anaerob, yang mengandung bahan kering sebesar 30-40%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Purbowati dan Rianto (2009) yang menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan silase adalah hijauan (jagung, rumput, dan lain-lain) yang diperam
selama masa tertentu, misalnya 21 hari. Silase komplit merupakan teknologi
pengolahan bahan pakan yang masih segar yang bertujuan untuk memanfaatkan
kelebihan produksi pada musim tertentu yang nanatinya bisa digunakan pada saat
hijauan berkurang. Prinsip pembuatan silase adalah agar tercapainya keadaan
hampa udara dan juga mempercepat kondisi asam sesegera mungkin. Pembuatan
silase ransum komplit cukup menguntungkan baik secara teknis maupun kualitasnya
karena bila diberikan kepada ternak maka ternak tersebut cukup mengkonsumsi
silase tersebut tanpa ada tambahan bahan lain.
Wafer
Wafer merupakan salah satu bentuk
pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa dari bahan konsentrat dan hijauan
dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Wafer pakan merupakan
pakan alternatif sebagai pakan cadangan pengganti dari pakan hijauan bagi trnak
ruminansia. Banyak pakan alternatif sebagai pengganti hijauan pada musim
kering, tetapi wafer sayuran ini merupakan inovasi terbaru dalam pemanfaatan
limbah pertanian yang berupa sampah sayur di pasar sebagai pakan ternak
kambing, apabila dibiarkan akan mencemari lingkungan maka terdapat ide untuk
memanfaatkan sampah menjadi keuntungan yaitu wafer limbah sayuran. kandungan
sayur kaya akan serat. Dengan penerapan teknologi pengolahan pakan seperti pencacahn
rumput dan atau limbah pertanian yang diolah menjadi wafer dapat meningkatkan
kualitas dan palatabilitas serta mempermudah pengangukan . Wafer merupakan
salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga
kontinuitas ketersediaan pakan, terutama pada musim kemarau.
1.2
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari dilaksanakanya
praktikum Lamtoro Mineral Blok (LMB)
adalah untuk menyediakan pakan suplemen mineral dan nitrogen yang murah bagi
ternak ruminansia dan agar praktikan dapat mengetahui bagaimana cara pebuatan
lamtoro mineral blok. Tujuan dari dilaksanakanya praktikum silase adalah untuk
memanfaatkan kelebihan produksi pada
musim tertentu yang nantinya dapat digunakan pada saat hijauan berkurang dan
agara praktikan dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan silase. Sedangkan
tujuan diadakanya praktikum wafer adalah untuk mengurangi keambaan pakan dengan memanfaatkan limbah dan diharpak dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan terutama pada musim
kemarau
Manfaat
dari dilaksanaknya praktikum teknologi
pemanfaatan limbah untuk pakan adalah praktikan dapat mengetahui bagaimana cara
pembuatan lamtoro mineral blok (LMB), cara pembuatan silase, dan cara pembuatan
wafer serta praktikan dapat mengetahui cara analisis proksimat dan analisis
vans soest
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Coleman and lawrence (2000) menjelaskan tentang keuntungan pakan
olahan adalah 1) mningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan,
mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan
penanganan dan penyajian pakan. 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan
konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer. 3) mencegah “de-mixing”
yaitu peruraian kembali komponen penyusun pakan sehingga konsumsi pakan sesuai
dengan kebutuhan standar.
Coleman and Lawrance
(2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara
lain adalah 1)pemberian kepada ternak harus disesuaikan dengan kebutuhan agar
ternak tidak mengalami kelebihan berat badan maupun gangguan pencernaan. 2)
gudang penyimpanan wafer memerlukan area dan penanganan khusus untuk
menghindari kelembapan udara. 3)pengolahan bahan pakan menjadi wafer
membutuhkan biaya tambahan yang akan mempengaruhi biaya produksi.
Furqaanida
(2004)kerapatan menentukan bentuk fisik dari wafer ransum komplit yang dihasilkan
dan menunjukkan kepadatan wafer ransum komplit dalam teknik pembuatannya.
Jayusmar (2000). Wafer ransum komplit adalah suatu produk
pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan sumber serat yaitu hijauan dan
konsentrat dengan komposisi yang disimpan berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak
dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan.
Lalitya (2004)
ransum komplit yang terdiri dari campuran hijauan dan konsentrat dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan karena ternak tidak dapat memilih antara
pakan hijauan dan konsentrat. Berdasarkan hal tersebut diharapkan dapat
tercukupi nutrisinya.
Noviagama (2002)
wafer adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk
cube, dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan
pemanasan dalam suhu tertentu.
Noviagama (2000)
teknologi CCFB sangat potensial untuk usaha efisiensi limbah pertanian dan
peningkatan daya guna hasil samping agroindustri termasuk sisa pengolahan
dengan biaya rendah dan dapat dihunakan untuk memenuhi kebutuhan ruminansia saat mengalami kekurangan pakan
yang terjadi akibat banjir dan musim kemarau.
Nursita (2005)
kerapatan wafer ransum komplit dapat mempengaruhi palatabilitas ternak. Pakan
atau wafer yang terlalu keras dngan kerapatan yang tinggi akan menyebabkan
sulitnya ternak dalam mengkonsumsi wafer secara langsung sehingga perlu
ditambahkan air pada saat akan diberikan dan ternak pada umumnya menyukai pakan
atau wafer dengan kerapatan yang rendah.
Syamsu et al (2003)
salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak adalah
pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan alternatif
pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan yang mempunyai
kualitas yang lebih baik dari produk asalnya salah satunya dengan mengolah
hijauan segar menjadi biskuit dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan
limbah pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun,sehingga dapat mengatasi
kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau.
Syananta (2009)
kerapatan bahan baku sangat tergantung pada besarnya kempa yang diberikan
selama proses pembutan
Menurut Rukmana ( 2005) Silase yang baik biasanya berasal dari
pemotongan hijauan tepat waktu (menjelang berbunga), pemasukan ke dalam silo
dilakukan dengan cepat, pemotongan hijauan dengan ukuran yang memungkinkannya
untuk dimampatkan, penutupan silo secara rapat (tercapainya kondisi anaerob
secepatnya) dan tidak sering dibuka. Silase yang baik beraroma dan
berasa asam, tidak berbau busuk. Silase hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan,
dipegang terasa lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir). Silase yang
baik juga tidak menggumpal dan tidak berjamur. Kadar keasamanya (pH) apabila
dilakukan analisa lebih lanjut adalah 3,2-4,5. Silase yang berjamur, warna
kehitaman, berair dan aroma tidak sedap adalah silase yang mempunyai kualitas
BAB III
MATERI DAN
METODA
3.1. Waktu Dan
Tempat
Praktikum Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan ini dilaksanakan pada hari sabtu dari bulan oktober hingga bulan november
2014 . praktikum ini
dilaksanakan di laboratorium fakultas
peternakan Universitas Jambi
3.2. Materi
Alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum Lamtoro Mineral Blok (LMB) yaitu tepung daun lamtoro,
tepung daun gamal, tepung daun ubi kayu, tepung daun sengon, molases, onggok,
garam dapur, mineral mix, urea, semen, air.
Adapun pada
praktikum silase komplit alat dan bahan nya yaitu, jerami jagung, kulit buah
jagung, urea, molases, mineral/multipremix, dedak padi, ampas tahu, onggok,
timbangan dan silo.
Sedangkan pada pada
praktikum pembuatan wafer adalah pipa paralon, triplex, botol, plastik hitam
ukuran 1m, hijauan(limbah sayur-sayuran), dedak padi, jagung, bungkil kelapa,
urea, molases, premix, minyak sayur, garam dan tapioka.
3.3. Metoda
Cara kerja pembuatan
LMB yaitu, siapkan semua bahan yang diperlukan. Untuk campuran 1: tepung daun
lamtoro dan onggok dicampurkan hingga merata. Campuran 2: mineral mix,urea dan
semen dicampur hingga merata, siapkan air sesuai keburuhan tambahkan garam
dapur dan aduk hingga larut,air garam ditambahkan ke dalam campuran 1 sedikit
demi sedikit diaduk hingga merata kemudian tambahkan molases,setelah itu
campurkan adonan ini kedalam campuran 2 dan diaduk merata,adonan siap dicetak
menjadi LMB. LMB dikeringkan pada suhu 60º C selama 24 jam.
Cara kerja pembuatan
silase yaitu,siapkan semua alat yang dibutuhkan,cincang atau potong-potong
kulit jagung, timbang bahan untuk silase sesuai kapasitas silo dengan
perbandingan limbah jagung:konsentrat:aditif=6:3:1. Jangan lupa silo dan tutupnya
juga harus ditimbang. Komponen pakan aditif dicampurkan dengan konsentrat diaduk hingga merata, kemudian campuran
aditif dengan konsentrat ini dicampurkan kebahan pakan sumber serat,lalu aduk
hingga merata. Selanjutnya kedalam tiap-tiap silo diinokulasikan mikroba sesuai
dengan perlakuan. Isi silo di padatkan secara sempurna kemudian silo ditutup
rapat, sebaiknya diberi silotoip lalu ditimbang dan dicatat bobotnya, silo
beserta isinya disimpan selama 3 minggu, masing-masing kelompok mengerjakan 3 ulangan.
Setelah selesai proses ensilase (sebelum dibuka) silo beserta isinya ditimbang
kembali dan dicatat bobotnya.
Sedangkan cara kerja
untuk pembuatan wafer,limbah pertanian dicuci bersih lalu dicacah dengan ukuran
3-5cm. Tujuannya untuk mempercepat proses pengeringan serta mempermudah dalam
pencampuran dengan bahan perekat. Limbah pertanian yang sudah dicacah
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 24 jam. Leguminosa yang sudah kering
kemudian digiling. Limbah pertanian yang sudah kering dicampur dengan bahan
perekat dan konsentrat lalu diaduk hingga homogen. Campuran yang sudah homogen
dimasukkan kedalam cetakan (mall) yang telah disiapkan untuk dipadatkan.
Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama 2 minggu. Setelah
ibenar-benar kering, digiling halus untuk dianalisis secara proksimat
Adapun metoda yang digunakan pada
penentuan Kadar
Air adalah cawan porselen yang telah dicuci bersih, dikeringkan didalam
oven selama ± 1 jam pada suhu 1050C. Cawan kemudian didinginkan di
dalam eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang (C). Sampel ditimbang
sebanyak 0.5 – 1 g (D) dan dimasukkan kedalam cawan porselen. Kemudian cawan
dan sampel tersebut dikeringkan dalam oven 1050C selama ± 12 – 16
jam. Cawan dan sampel (E) dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam eksikator
selama 10 -20 menit sampai diperoleh berat yang tetap. Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar Air,% =
Bahan Kering,
% = 100% - Kadar Air %
Metoda yang digunakan pada penentuan
Kadar Abu
adalah cawan porselen yang telah dicuci bersih, dikeringkan didalam oven selama
± 1 jam pada suhu 1050C. Cawan kemudian didinginkan di dalam
eksikator sekitar 10-20 menit dan ditimbang dengan teliti (F). Sampel ditimbang
dengan teliti sebanyak 3 g untuk sampel hijauan atau 5 gram untuk konsentrat
(G) dan dimasukkan kedalam cawan porselen. Pijarkan sampel yang terdapat dalam
cawan porselen diatas pembakar bunsen hingga tak berasap. Selanjutnya bakar
cawan porselin berisi sampel dalam tanur bersuhu 600
. Biarkan sampel terbakar selama 4-5 jam atau sampai warna sampel
berubah menjadi putih semua. Matikan tombol tanur, lalu biarkan cawan di dalam
tanur hingga suhu turun mencapai 120
sebelum dipindahkan kedalam
eksikator. Setelah dingin cawan ditimbang dengan teliti (H). Dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar abu, % =
Metoda yang digunakan pada penentuan
Serat Kasar
adalah Keringkan kertas saring Whatman No. 41 di dalam oven 105
selama satu jam dan timbang (O). Timbang dengan teliti 1 g (P)
sampel dan masukkan kedalam gelas piala. Tambahkann 50 mL H2SO4
0,3 N dan didihkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, tambahkan dengan cepat 50
mL NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama 30 menit. Cairan disaring melalui
kertas saring yang telah diketahui beratnya didalam corong Buchner yang telah
dihubungkan dengan pompa vakum. Kertas saring bersama residu dicuci
berturut-turut dengan 50 mL H2O panas, 50 mL H2SO4 0,3 N,
50 mL H2O panas dan aceton. Kertas saring berisi residu dimasukkan
kedalam cawan porselen bersih dan kering oven. Cawan berisi sampel dikeringkan
dalam oven 105
sampai didapat berat yang
konstan ± 12–24 jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (Q). Pijarkan
sampel dalam cawan hingga tak berasap. Kemudian cawan bersama isinya dimasukkan
kedalam tanur 600
selama 3-4 jam. Setelah isi
cawan berubah menjadi abu yang berwarna putih, cawan lalu dikeluarkan dari
tanur, didinginkan dala eksikator, dan ditimbang (R). Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Serat Kasar, %
=
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lamtoro Minaral Blok (LMB)
Lamtoro mineral blok adalah pakan suplemen tambahan yang bertujuan untuk
menyediakan pakan suplemen mineral dan nitrogen yang murah bagi ternak ruminansia.
Setelah dilaksanakan praktikum pembuatan Lamtoro mineral blok hasil yang
didapat berdasarkan peubah yang diamati adalah
Kondisi fisik
a. Warna
Berdasarkan hasil praktikum lamtoro mineral blok yang di buat
yaitu menggunakan daun sengon, Warna yang didapati adalah warna hijau
kehitaman, hal ini disebabkan oleh pigmen hijau yang berasal dari daun sengon
itu sendiri
b. Bau
Bardasaran hasil praktikum lamtoro mineral blok yang
di buat menggunakan daun sengon, terdapat aroma
atau bau yang menyengat
c. Tekstur
Bardasaran hasil praktikum lamtoro mineral blok yang
di buat menggunakan daun sengon, teksturnya adalah keras sehingga sulit untuk
dihancurkan
d. Ketahanan
Bardasaran hasil praktikum lamtoro mineral blok yang
di buat menggunakan daun sengon, pengujian ketahanan menggunakan fibrator
Sifat Kimiawi
Kadar Air, % =
Bahan Kering, % = 100% - Kadar Air %
Ket : C = Berat Cawan (Oven)
D
= Berat Sampel
E
= Berat Cawan + Sampel
Kelompok
|
Daun
|
C (gr)
|
D (gr)
|
E (gr)
|
KA (%)
|
BK (%)
|
1
|
Lamtoro
|
37.6
|
1
|
38,2
|
40
|
60
|
2
|
Gamal
|
37,1
|
1
|
37,8
|
30
|
70
|
3
|
Ubi kayu
|
42,6
|
1
|
43,4
|
20
|
80
|
4
|
Sengon
|
32,5
|
1
|
33,5
|
20
|
80
|
5
|
Lamtoro
|
29.8
|
1
|
30,5
|
30
|
70
|
6
|
Gamal
|
37,1
|
1
|
37,8
|
30
|
70
|
7
|
Ubi kayu
|
42.6
|
1
|
43.4
|
20
|
80
|
8
|
Sengon
|
34.4
|
1
|
35.3
|
10
|
90
|
9
|
Lamtoro
|
37.6
|
1
|
38.2
|
40
|
60
|
10
|
Ubi kayu
|
39.1
|
1
|
39.9
|
20
|
80
|
11
|
Sengon
|
32.5
|
1
|
33.3
|
20
|
80
|
12
|
Lamtoro
|
29.8
|
1
|
30.5
|
30
|
70
|
13
|
gamal
|
37.1
|
1
|
37.8
|
30
|
70
|
Tabel
1. Kadar Air LMB
Kadar abu, % =
Keterangan :
H = Berat cawan + sampel (tanur)
F = Berat cawan (oven)
G = berat sampel
Kelompok
|
Limbah
|
H (gr)
|
G (gr)
|
F (gr)
|
Kadar Abu
|
1
|
lamtoro
|
|
1
|
37,4
|
|
2
|
gamal
|
|
1
|
37,3
|
|
3
|
Ubi kayu
|
39,3
|
1
|
39,1
|
20
|
4
|
sengon
|
32,7
|
1
|
32,4
|
30
|
5
|
lamtoro
|
|
1
|
29,9
|
|
6
|
gamal
|
|
1
|
37,3
|
|
7
|
Ubi kayu
|
42,8
|
1
|
42.6
|
20
|
8
|
sengon
|
34,7
|
1
|
34.4
|
30
|
9
|
lamtoro
|
37,6
|
1
|
37.4
|
20
|
10
|
Ubi kayu
|
39,3
|
1
|
39.1
|
20
|
11
|
sengon
|
32,7
|
1
|
32.5
|
20
|
12
|
lamtoro
|
|
1
|
29.9
|
|
13
|
gamal
|
|
1
|
37.3
|
|
Tabel 2. Kadar Abu LMB
Serat
Kasar, % =
Keterangan
:
Q
= BERAT CAWAN + SAMPEL (OVEN)
R
= BERAT CAWAN + SAMPEL (TANUR)
O
= BERAT KERTAS WHATMAN
P
= BERAT SAMPEL
KEL.
|
Limbah
|
Q
(GR)
|
R
(GR)
|
O
(GR)
|
P
(GR)
|
SK
(%)
|
1
|
lamtoro
|
40,6
|
39,5
|
|
1
|
|
2
|
gamal
|
|
|
|
1
|
|
3
|
Ubi kayu
|
|
|
|
1
|
|
4
|
sengon
|
|
|
|
1
|
|
5
|
lamtoro
|
|
|
|
1
|
|
6
|
gamal
|
|
|
|
1
|
|
7
|
Ubi kayu
|
23.9
|
22.9
|
1
|
1
|
|
8
|
sengon
|
41.4
|
40.4
|
1.1
|
1
|
|
9
|
lamtoro
|
40.6
|
39.5
|
1.1
|
1
|
|
10
|
Ubi kayu
|
44.6
|
43.6
|
1
|
1
|
|
11
|
sengon
|
37.6
|
36.5
|
1
|
1
|
|
12
|
lamtoro
|
38.3
|
37.3
|
1
|
1
|
|
13
|
gamal
|
40.3
|
39.2
|
1.1
|
1
|
|
Tabel 3. Serat kasar LMB
Serat Kasar Van Soest
ADF % & NDF % =
Ket : H = Berat Cawan + Gelas
timbang (Oven)
F = Berat Gelas Timbang
O = Berat Kertas Whatman
P = Berat Sampel
ADF (Acid Detergen Fiber)
Kelompok
|
Limbah
|
H (gr)
|
F (gr)
|
O (gr)
|
P (gr)
|
SK Van Soest
%
|
1
|
lamtoro
|
30,6
|
29,5
|
1
|
1
|
10
|
2
|
gamal
|
30,2
|
29,1
|
1
|
1
|
10
|
3
|
Ubi kayu
|
31,1
|
30,0
|
1
|
1
|
10
|
4
|
sengon
|
31,4
|
30,1
|
1
|
1
|
20
|
5
|
lamtoro
|
30,6
|
29,5
|
1
|
1
|
10
|
6
|
gamal
|
30,2
|
29,1
|
1
|
1
|
10
|
7
|
Ubi kayu
|
31.4
|
30.2
|
1
|
1
|
20
|
8
|
sengon
|
31.4
|
30.1
|
1.1
|
1
|
20
|
9
|
lamtoro
|
30.6
|
29.5
|
1
|
1
|
10
|
10
|
Ubi kayu
|
31.1
|
29.9
|
1
|
1
|
20
|
11
|
sengon
|
31.1
|
30.0
|
1
|
1
|
10
|
12
|
lamtoro
|
32.5
|
31.4
|
1
|
1
|
10
|
13
|
gamal
|
30.2
|
29.1
|
1
|
1
|
10
|
Tabel 4 . ADF analisis vans soest
NDF (Netral Detergen Fiber)
Kelompok
|
Limbah
|
H (gr)
|
F (gr)
|
O (gr)
|
P (gr)
|
SK Van Soest
%
|
1
|
lamtoro
|
31,3
|
30,1
|
1
|
1
|
20
|
2
|
gamal
|
31,0
|
29,7
|
1
|
1
|
30
|
3
|
Ubi kayu
|
32,3
|
31,0
|
1,1
|
1
|
20
|
4
|
sengon
|
30,3
|
29,1
|
1
|
1
|
20
|
5
|
lamtoro
|
32,2
|
30,9
|
1,1
|
1
|
20
|
6
|
gamal
|
31,0
|
9,7
|
1
|
1
|
30
|
7
|
Ubi kayu
|
31.1
|
29.8
|
1
|
1
|
25
|
8
|
sengon
|
30.3
|
29.1
|
1
|
1
|
20
|
9
|
lamtoro
|
31.3
|
30.1
|
1
|
1
|
20
|
10
|
Ubi kayu
|
32.3
|
31.0
|
1.1
|
1
|
20
|
11
|
sengon
|
30.6
|
29.4
|
1
|
1
|
11
|
12
|
lamtoro
|
32.2
|
30.9
|
1.1
|
1
|
20
|
13
|
gamal
|
31.0
|
29.7
|
1
|
1
|
30
|
Tabel 5. NDF analisis Vans soest
Silase
Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian
atau bijian berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan
dalam tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada
kondisi kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya fermentasi pada
bahan silase.
Keunggulan
pakan yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak memerlukan
proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat pemanasan
serta mengandung asam-asam organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi
mikroorganisme pada rumen (perut) sapi (Febrisiantosa, 2007 Tujuan pembuatan silase adalah untuk mengawetkan hijauan atau bijian yang
berlimpah untuk digunakan pada saat kesulitan untuk mendapatkan hijauan
tersebut. Di negara yang memiliki 4 musim silase sangat popular bagi peternak
ruminansia karena tanaman hanya berproduksi pada musim tertentu. Jadi silase
bisa menjadi cadangan pakan untuk ternak mereka. Setelah dilaksanakan
praktikum pembuatan Silase hasil yang didapat berdasarkan peubah yang diamati
adalah
Kondisi fisik
a. Warna
Berdasarkan hasil praktikum silase yang di buat yaitu
menggunakan daun kelobot jagung, Warna yang didapati adalah warna coklat kehitaman
b. Bau
Bardasaran hasil praktikum silase, bau yang didapati
adalah bau wangi dari kelobot jagung
c. Tekstur
Bardasaran hasil praktikum silase, teksturnya adalah
sama seperti saat dilakukan percobaaan, sedikit lembab
Kadar Air,% =
Bahan Kering, % = 100% - Kadar Air %
Ket : C = Berat Cawan (Oven)
D = Berat Sampel
E = Berat Cawan + Sampel
Kelompok
|
Limbah
|
C (gr)
|
D (gr)
|
E (gr)
|
K. Air (%)
|
BK (%)
|
1
|
Kol
|
21.20
|
1
|
22.13
|
7
|
93
|
2
|
Bayam
|
26.20
|
1
|
26.88
|
32
|
68
|
3
|
Kangkung
|
18.60
|
1
|
19.49
|
11
|
89
|
4
|
Kelobot jagung
|
20.65
|
1
|
21.58
|
7
|
93
|
5
|
Sawi
|
39.11
|
1
|
40.02
|
9
|
91
|
6
|
Kol
|
37.42
|
1
|
38.16
|
26
|
74
|
7
|
bayam
|
34.47
|
1
|
35.46
|
1
|
99
|
8
|
Kangkung
|
37.19
|
1
|
38.15
|
4
|
96
|
9
|
Kelobot jagung
|
39.16
|
1
|
40.12
|
4
|
96
|
10
|
Sawi
|
39.47
|
1
|
40.39
|
8
|
92
|
11
|
Kol
|
36.43
|
1
|
37.34
|
9
|
91
|
12
|
Bayam
|
40.41
|
1
|
41.31
|
10
|
90
|
13
|
kangkung
|
19.35
|
1
|
20.13
|
22
|
78
|
Tabel 6. Kadar air silase
Amonia
Mgrat N-NH3/Liter =
mM N – NH3 =
dimana N = 0.0051
Sampel
|
H2SO4 ml
|
Kelobot
Jagung
|
1.25
|
Kol
|
6.5
|
Bayam
|
8.8
|
Kangkung
|
4.2
|
Sawi
|
5.1
|
Tabel 7. Hasil perhitungan amonia
silase
pH Silase
Sampel
|
pH
|
Kelobot Jagung
|
7.39
|
Kangkung
|
5.42
|
Sawi
|
6.99
|
Kol
|
4.82
|
Bayam
|
8.48
|
Tabel 8. Perhitungan Ph silase
Wafer
Wafer merupakan salah satu bentuk pakan olahan yang dibentuk sedemikian rupa
dengan alat kusus, berbahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk
mengurangi sifat keambaan pakan. Stevent (1981)
a. Fisik
Berdasarkan hasil praktikum wafer, wafer yang dibuat dari
kelobot jagung sedikit sulit karena susah untuk dipadatkan
b. Tekstur
Bardasaran hasil praktikum wafer, teksturnya renyah
sehingga bentuk fisik bagus
c. Warna
Bardasaran hasil praktikum wafer,wafer dari kelobot
jagung berwarna hitam kecoklatan
d. Aroma
Bardasaran hasil praktikum wafer, tercium aroma khas
karamel, dan tercium bau molaseses
e. Kerapatan
Bardasaran hasil praktikum wafer, kurang sedikit
rapat, hal ini disebabkan akibat penggunaan bahan dari kelobot jagung yang
sulit dipadatkan
Kadar Air, % =
Bahan Kering, % = 100% - Kadar Air %
Ket : C = Berat Cawan (Oven)
D = Berat Sampel
E = Berat Cawan + Sampel
Kelompok
|
Limbah
|
C (gr)
|
D (gr)
|
E (gr)
|
K. Air (%)
|
BK (%)
|
1
|
Kol
|
|
1
|
21.35
|
|
|
2
|
Bayam
|
|
1
|
26.23
|
|
|
3
|
Kangkung
|
|
1
|
18.73
|
|
|
4
|
Kelobot jagung
|
|
1
|
20.68
|
|
|
5
|
Sawi
|
|
1
|
39.29
|
|
|
6
|
Kol
|
|
1
|
37.50
|
|
|
7
|
bayam
|
|
1
|
34.71
|
|
|
8
|
Kangkung
|
|
1
|
37.31
|
|
|
9
|
Kelobot jagung
|
|
1
|
39.19
|
|
|
10
|
Sawi
|
|
1
|
39.63
|
|
|
11
|
Kol
|
|
1
|
36.55
|
|
|
12
|
Bayam
|
|
1
|
40.62
|
|
|
13
|
kangkung
|
|
1
|
19.46
|
|
|
Tabel 9. Kadar air wafer
Kadar abu, % =
Keterangan :
H = Berat cawan + sampel (tanur)
F = Berat cawan (oven)
G = berat sampel
Kelompok
|
Limbah
|
H (gr)
|
G (gr)
|
F (gr)
|
K. Abu (%)
|
1
|
Kol
|
|
1
|
19.35
|
|
2
|
Bayam
|
|
1
|
40.32
|
|
3
|
Kangkung
|
|
1
|
36.42
|
|
4
|
Kelobot jagung
|
|
1
|
39.16
|
|
5
|
Sawi
|
|
1
|
37.18
|
|
6
|
Kol
|
|
1
|
39.48
|
|
7
|
bayam
|
|
1
|
37.42
|
|
8
|
Kangkung
|
|
1
|
34.47
|
|
9
|
Kelobot jagung
|
|
1
|
21.20
|
|
10
|
Sawi
|
|
1
|
20.65
|
|
11
|
Kol
|
|
1
|
18.61
|
|
12
|
Bayam
|
|
1
|
39.12
|
|
13
|
kangkung
|
|
1
|
26.03
|
|
Tabel
10. Kadar air abu
Serat
Kasar, % =
Keterangan
:
Q
= BERAT CAWAN + SAMPEL (OVEN)
R
= BERAT CAWAN + SAMPEL (TANUR)
O
= BERAT KERTAS WHATMAN
P
= BERAT SAMPEL
KEL.
|
Limbah
|
Q (GR)
|
R (GR)
|
O (GR)
|
P (GR)
|
Sk %
|
1
|
Kol
|
37,61
|
36,43
|
1,03
|
1
|
19
|
2
|
Bayam
|
41,48
|
40,34
|
0,98
|
1
|
16
|
3
|
Kangkung
|
35,64
|
34,48
|
1,02
|
1
|
14
|
4
|
Kelobot jagung
|
38,38
|
37,18
|
1,01
|
1
|
19
|
5
|
Sawi
|
20,50
|
19,36
|
1,06
|
1
|
8
|
6
|
Kol
|
37.61
|
36.42
|
1.03
|
1
|
16
|
7
|
bayam
|
41.48
|
40.34
|
0.98
|
1
|
16
|
8
|
Kangkung
|
35.64
|
34.48
|
1.02
|
1
|
14
|
9
|
Kelobot jagung
|
38.38
|
37.18
|
1.01
|
1
|
19
|
10
|
Sawi
|
20.50
|
19.36
|
1.06
|
1
|
8
|
11
|
Kol
|
37,61
|
36,42
|
1,03
|
1
|
16
|
12
|
Bayam
|
41,48
|
40,34
|
0,98
|
1
|
16
|
13
|
kangkung
|
35,64
|
34,48
|
1,02
|
1
|
14
|
Tabel
11. Kadar serat kasar wafer
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan
yang diperoleh dari pembuatan LMB, Silase dan Wafer pada praktikum teknologi
pemanfaatan limbah untuk pakan adalah salah satu cara untuk mengatasi
kekurangan hijauan pakan ternak adalah pemanfaatan limbah untuk pertanian
sebagai pakan dan perlu diupayakan alternatif pengawetan limbah pertanian yang
dapat menghasilkan produk pakan yang mempunyai kualitas lebih baik dari produk
asalnya salah satunya dengan mengolah hijauan segar menjadi biskuit pakan
(wafer). Pengolahan hijauan segar menjadi wafer dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah
pertanian agar dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga dapat mengatasi
kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau. Banyak sekali keuntungan yang bisa
diperoleh apabila melakukan alternatif dari praktikum ini,akan tetapi tidak
terlepas dari kelemahannya pula. Hasil yang diperoleh kurang akurat,hal ini
disebabkan perlakuan pada saat analisis.
5.2. Saran
Pada saat praktikum
berlangsung untuk para praktikan agar dapat
lebih meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akam
cepat selesai dan menggunakan peralatan laboratorium dengan hati-hati dan
teliti ,semoga laporan ini bermanfaat untuk kita semua
DAFTAR PUSTAKA
Chuzaemi, S. dan M.Soejono. 1987. Pengaruh
Urea Amoniasi terhadap Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Jerami Padi untuk Ternak
Sapi Peranakan Onggole. Dalam : Proceedings Limbah Pertanian sebagai Pakan dan
Manfaat Lainnya, Grati.
Cole, V. G. 1982. Beef Cattle Production Guide.
Mac. Arthur Press Parramata.
New South Wales.
Anonimous, 2012. Determine The Characteristics
of Good Silage and The Steps in Producing It.
http://forages.oregonestate.edu/nfgc/eo/onlineforagecurriculum
/instructurmaterials/availabletopics/mechaninalharvest/silage
Cullison, A.E. & Lowrey, R. S. 1987. Feeds and Feeding. Fourth Edition. (Page 234-245)
A Resto Book Prentice Hall. Englewood Cliffs.
Drake, D.J. Nader, G., Forero, L. 2011. Feeding Rice Straw to Cattle. University of
California.
Ensminger, M.E. 1990.
Animal Science. 8th Ed. Interstate Publisher, Inc. Dannville
Ensminger, M.E., et al. 1992. Feed and
Nutrition. Second Edition. The Ensminger
Publishing Company. Clovis. California.
Hanafi, ND. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan
Ternak. Universitas Sumatera Utara.
Kartasudjana, D.
2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak. Modul Keahlian Budidaya Ternak.
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
http://files.ictpamekasan.nett/materi-kejuruan/pertanian/budi-daya-ternakruminansia/mengawetkan-hijauan-pakan.pdf
McDonald, P, et al. 1987. Animal Nutrition. Fourth edition. (Page 404-415) Longman Group,LTd.
Nista, D. dkk. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan: UMB, fermentasi
jerami,amoniasi jerami, silage, hay. http://bptu_sembawa.net/VI/data/download/20090816160949.pdf.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Ruminant. UI Press. Jakarta.
Rukmana, R. 2005. Budi Daya Rumput Unggul Hijauan Makanan
Ternak. (hal 51-57) Kanisius.
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar